"Journey, it's not about where you go, where you stay, but how you enjoy it with or without friends. Be grateful" - Mine

Kamis, 15 Desember 2011

#01 Orang Bajo : Hidup dan Mati di Tangan Tuhan atau Setan? (1)

 Sebelum membaca buku ini, saya tidak pernah mengetahui bahwa orang Bajo mempunyai sebuah hubungan yang serius dengan Setan. Kedekatan mereka dengan Setan nampaknya tidak begitu diketahui oleh orang Indonesia pada umumnya….

“Setan!” ucap seorang perempuan yang nampaknya pucat dan ketakutan ketika melihat seekor penyu yang mati di belakang rumah Zacot. Ia tidak memperbolehkan Zacot mendekati penyu (boko) tersebut. Ia menjelaskan bahwa binatang apapun yang telah mati, mereka telah menjadi milik Setan. Hubungan kematian dengan Setan tidak hanya diberikan pada binatang tetapi juga kematian manusia. Suatu hari, di desa Torosiaje terjadi sebuah tragedy yang menakutkan semua penduduk. Adalah kematian seorang nelayan laki-laki sepulangnya dari melaut. Orang-orang memamnggil dokter untuk mendiagnosis mayatnya. Berbagai prediksi seperti tekanan darah dan angin yang kuat sebagai penyebab kematian, bermunculan dalam perbincangan penduduk. Apa yang sebenarnya terjadi? Ini menarik untuk ditelusuri.

Kenyataannya, orang Bajo tidak perlu mendapatkan penjelasan dari dokter atau pengobatan ketika seseorang sakit atau mati. Mereka sudah dapat mengetahui penyebabnya. Penyebab itu adalah akibat melanggar pamali atau larangan. Ketika mereka melanggar pamali, Setan akan menghukum mereka. Adapun beberapa Pamali atau larangan bagi orang Bajo, sebagai berikut :

- Tidak menyebut nama penyakit ketika tidak ada orang yang sedang mengalami penyakit tersebut, sebab dengan menyebutkan nama penyakit itu saja sudah cukup mendatangkan penyakit itu.
- Pada saat raki, tidak diperbolehkan memotong buah kelapa, menaiki rumah orang sakit dengan kaki basah atau membawa air laut ke dalamnya. Keluarga si sakit tidak boleh mencoba-coba untuk meinta air atau korek api atau bara api dari yang lain, dsb.
- Tidak boleh melaut ketika orang tersebut hendak menikah apalagi menangkap ikan dengan serampang.
- Tidak menyebutkan binata (binatang) ketika sedang melaut. Kata binatang yang dimaksud diganti dengan kata alolo. Misalnya, “kemarin kami melihat seekor kerbau yang…” menjadi “kemarin kami melihat seekor alolo yang…”. Jika dilanggar akan binatang yang disebut namanya akan mendatangkan badai bagi pelaut.

2 komentar:

Mary mengatakan...

wah saya sedang cari2 buku ini di mana2 tapi gak nemu nih. empty stock. kira2 beli dmn ya?

Stenisia Pantouw mengatakan...

saya wktu itu dapet pinjeman dr dosen. Kalo di kampus saya di UI mungkin masih ada stock buku ini. Kalo di gramedia mungkin cari di gramedia matraman yang lengkap.