"Journey, it's not about where you go, where you stay, but how you enjoy it with or without friends. Be grateful" - Mine

Rabu, 19 September 2012

Rinjani: Hal-Hal Kecil Penting Untuk Pendakian



Bukit Teletubies, Padang Savana
Meskipun aktivitas trekking gunung sifatnya into the wild dan petualangan tapi yang namanya fisik itu tetap harus dijaga. Perlindungan fisik selama mendaki juga tidak hanya dari dalam tubuh, yaitu dengan makan-makanan yang bergizi untuk kekuatan tubuh. Tetapi kita juga perlu mengonsumsi perlindungan dari luar demi menjaga kulit tubuh, seperti misalnya pemakaian sunblock SPF agak tinggi selama mendaki Rinjani. Penggunaan sunblock sangat disarankan karena rata-rata pendaki baik saat naik atau turun gunung pasti melewati siang hari. Hal ini sangat berguna untuk mewaspadai kulit terbakar meskipun mungkin cuaca Rinjani di siang hari tidak selamanya panas.

Rekomendasi
Sunblock Wajah
Setiap pagi sebelum mulai pendakian, saya selalu menggunakan dua sunblock yang berbeda. Ada yang untuk wajah dan ada yang untuk kulit. Mungkin perempuan lebih peduli daripada laki-laki kalau masalah kulit. Tapi kalau terlalu cuek juga tidak baik. Buat mereka yang malas pakai sunblock, siap-siap Rinjani membakar tubuhmu.

Baju lengan panjang dan celana panjang memang lebih nyaman untuk dipakai selama pendakian. Ya, sekali lagi, bagi yang mau tanning gratis ala pendaki-pendaki bule, boleh saja pakai kaos lengan pendek dan hot pants! hehehe. Karena banyak bule yang cuek aja padahal panas dan debu Rinjani itu sangat menyebalkan. Bahkan saya pernah liat bule ber-tanktop tanpa bra saat ingin pergi dari Segara Anak. Topi, slayer, buff, dan kacamata juga perlu dibawa dan dipakai saat mendaki. Ingat sekali waktu saya pertama kali membersihkan hidung dengan sehelai tisu ketika sedang beristirahat di pos 1. Saya agak kaget dan setengah percaya kalau tisu itu langsung menghitam. Ternyata lubang hidung saya udah kaya knalpot. Ini mungkin karena saya jarang menggunakan penutup hidung selama mendaki. Serba salah juga sebenarnya kalau pakai slayer, saputangan, atau masker untuk menutup bagian pipi dan hidung karena nafas juga sesak. Intinya kita juga harus bisa menyesuaikan pemakaian alat-alat yang kita perlukan sesuai kebutuhan.

Buff Pelindung Wajah, Kuping, dan Leher
Potong kuku sebelum mendaki. Berjam-jam mendaki di Rinjani tidak hanya membuat hidung menjadi knalpot dan muka cemong tetapi juga kuku-kuku kotor. Karena tangan kita tidak jarang berpegangan kiri kanan batu atau mungkin terperosot ketika mendaki. Maka dari itu, jangan aneh kalau nanti kuku jadi coklat-coklat hitam apalagi yang kukunya panjang-panjang. 

Botol Splash

Oia, waktu itu satu botol hand sanitizer saya, habis terpakai sampai saya pulang ke Jakarta. Alasannya karena tiap kali tiba di camping ceria, saya dan teman-teman langsung bersihin tangan pakai hand sanitizer. Hand sanitizer dan tisu kering setidaknya bisa mengurangi penggunaan tisu basah yang lebih urgent digunakan untuk membersihkan wajah, alat-alat masak, dan buang air. Tips lain untuk perempuan yang mungkin agak mau ribet sedikit, sediain botol semprot ukuran kecil berisi air mentah yang saya sebut "splash-splash". Saya sendiri waktu itu pakai semprotan splash-splash ini untuk membersihkan dan menyegarkan wajah yang sudah kotor. Kemudian lap wajah pakai tisu kering. Sebotol kecil ini cukup sampai kita turun Rinjani. Setidaknya 4x semprot air ini ke wajah bisa save 1 tisu basah dan sampah juga kan.

Otot pegal linu? Pakai salep pegal-pegal malam hari sebelum tidur. Biar besok paginya segar. Pilih salep yang agak mahal karena harga ngga pernah bohong. Karena percuma juga kan banyak-banyak pakai yang ecek-ecek tapi pegalnya ngga berkurang (pengalaman). 

Semua perlengkapan tubuh di atas memang sudah menjadi perlengkapan biasa para pendakian gunung. Tetapi kali ini sifatnya cukup memaksa untuk dibawa dan digunakan di Rinjani. Jadi, jangan lupa bawa mereka semua ke Rinjani. Dan jangan hanya melindungi tubuh saat naik gunung tapi tetap waspada saat turun gunung baik dalam atau luar tubuh.

Rinjani: Mancing, Makan, Berendam

Gunung Baru Jari dan Segara Anak
Naik gunung merupakan kegiatan traveling yang memberikan sensasi berbeda. Apalagi kalau yang sudah sering naik gunung. Pasti selalu punya pengalaman berbeda tiap kali naik gunung. Karena tiap gunung di Indonesia itu pasti punya keindahannya masing-masing. Bedanya orang yang berwisata ke gunung dan ke pantai itu adalah orang yang ke gunung itu biasanya lebih sangat terkagum-kagum dengan ciptaan Tuhan yang begitu dahsyatnya dan lebih dahsyatnya lagi adalah ketika kita bisa menikmati itu semua. Dan salah satu bukti kedahsyatan-Nya adalah Danau Segara Anak di ketinggian 2.008 mdpl TNGR.

Cahaya Merasuk ke Segara Anak
Ini dia bonus yang bisa dinikmati oleh para pendaki setelah berlelah-lelah menapaki Puncak Rinjani 3.726 mdpl. Dari Plawangan Sembalun (pos menuju puncak), saya turun menuju danau yang luasnya 1.100 hektar. Kurang lebih 3 jam melewati bebatuan dan pasir dari Plawangan Sembalun sampai di Segara Anak. Di sisi timur danau ini terdapat sebuah gunung yang meletus tahun 1994, yaitu Gunung Baru Jari. Gunung berketinggian 2.236 mdpl tersebut masih aktif dan terus berkembang.

Lagi-lagi soal pemandangan, Rinjani benar-benar meluluhkan hati saya. Pagi hari pukul 06.00 WIT, saya bersama beberapa teman, berusaha keluar dari tenda di camp site segara anak. Kami memutuskan untuk melakukan jalan pagi dan menikmati indahnya matahari pagi yang masih setengah sadar. Serasa mimpi tapi realita betul. Danau ini adalah danau yang tadi kemarin pagi saya lihat dari atas Puncak Rinjani. Semua angle danau ini tidak ada yang tidak bagus. 

Pagi itu, saya melihat indahnya danau luas dengan gunung mengelilinginya bak pegunungan-pegunungan Swiss dan Canada. Sulit untuk dideskripsikan lagi bagaimana saat matahari bangun memancarkan cahayanya ke gunung, bukit, pohon, dan danau. Magic! Bisa ngga saya punya rumah masa depan letaknya di depan danau seperti ini? Dijamin tidak ada binatang buas disini. Jadi, kalau punya bayangan ada beruang grizzly muncul di kawasan Segara Anak salah besar.

Asik Dapat Ikan!
Para pendaki dan porter mulai memancing pagi itu. Ikan gurame dan nila bisa dipancing hanya dengan kail dan umpan ubi. Ada beberapa pendaki yang mencoba berendam di danau ini. Mereka tampak segar sekali seketika mencelupkan diri ke dalam danau. Perlu diketahui bahwa danau ini memiliki kedalaman 160-230 meter. Jadi usahakan jangan begitu dalam jika mau berendam. Dan jangan meminum air di danau ini karena masih mengandung belerang meskipun hanya sedikit.



Kenikmatan mata pun turun ke kenikmatan perut. Bonus yang bisa anda dapatkan jika mengunjungi Danau Segara Anak adalah makan ikan sepuasnya. Asal sabar mancing saja, ikan pasti ada. Kalau saya memang lebih memilih untuk berdoa untuk teman-teman saya yang atas kesadaranya masing-masing ingin mencoba sensasi mancing di Segara Anak, hehehe. Dengar-dengar ada yang bilang kalau ada orang yang tidak mendapatkan ikan sama sekali, orang itu dinobatkan sebagai orang tersial. Ya, secara logika emang sial sih kalau di danau seluas dan sedalam itu tidak sama sekali mendapatkan ikan. Mungkin kurang amal kali tuh orang.

Ikan-ikan tangkapan pun siap dibersihkan! Ikan yang masih segar sudah bersih, akhirnya siap untuk dibumbui kombo, yaitu dengan tepung ayam dan ikan instan. Kurang lebih 10 ekor ikan yang kami goreng. Surprise!! Lezatnya makan ikan segar di Segara Anak triple-triple-kombo nikmat. Padahal bumbu tepung instan itu juga asal dicampur aja. Kapan lagi mancing di gunung bisa langsung goreng dan makan tanpa harus pakai alat pancing pula.

Hot Spring
Sudah bosan makan ikan goreng. Saya bergegas menuju hot spring. Ini dia bonus selanjutnya yang anda dapatkan jika berkunjung ke Danau Segara Anak! Hot springnya luas tinggal pilih mau di spot mana. Di depan atau agak belakang ada. Kalau ke Hot Spring, coba berpindah spot sedikit ke belakang. Disana ada air terjun panasnya loh. Sauna plus-plus! Sesaat mari kita merebahkan badan yang sudah mulai meringis hampir menangis ini.

Rinjani memang bikin sakit hati treknya tapi Rinjani benar-benar tidak ingin membuat pendaki kecewa ketika bermain ke rumahnya. Buktinya, para pendaki tidak hanya mendaki tetapi juga dapat bonus-bonus menarik di Danau Segara Anak. Nanti kalau ada waktu ke Rinjani lagi, saya mau berlama-lama di Segara Anak saja. No Summit! thanks. hahaha

foto: Novita Eka Syahputri, Devina Dwi Soraya

Rinjani: Yang Kuat Yang Ber-Swallow!

Bagaimana bisa naik Rinjani hanya beralaskan swallow? Bisa, jalur trekking yang cukup ekstrim bisa ditaklukan dengan sepasang sandal jepit swallow. Dan, para pendaki ulung pemilik sandal tersebut adalah para porter Rinjani. Porter-porter Rinjani adalah penduduk lokal lombok yang mencari nafkah dengan cara membantu para wisatawan baik mancanegara maupun domestik untuk sampai ke tujuan Rinjani yang diinginkan.

Kenapa saya bilang begitu karena Rinjani memiliki lokasi wisata yang bisa dipilih untuk dikunjungi tanpa harus sampai di Puncak Rinjani terlebih dahulu, seperti misalnya Segara Anak, Hot Spring, Goa Susu, dan lain sebagainya. Tetapi rata-rata pendaki Rinjani sudah siap menguji nyali mereka menapaki jalur Puncak Rinjani yang sifatnya PHP alias pemberi harapan palsu. Saya betul-betul merasakan multi-fatamorgana ketika mendaki puncak berpasir, berbatu, dan ber***sek tersebut. haha

Profil Porter Rinjani
Kembali ke perbincangan mengenai kedekatan porter dan swallow. Kalau kita para pendaki menggunakan sepatu trekking dengan segala merk dan sendal trekking dengan segala bentuk, sang porter Rinjani hanya mengenakan sandal swallow dengan satu warna. Kenapa bisa sampai kompak gitu milih warna sandal swallow? Ini bukan masalah pilihan tapi takdir. hahaha. Jadi, trek Rinjani itu kan beragam. Ada yang savana, ada yang bebatuan sampai yang semi rock climbing, yang pasir perosotan juga ada.

Walaupun beragam seperti itu, hampir semua trek Rinjani berpasir. Hanya kadar pasirnya saja berbeda-beda. Nah, kalau sepasang kaki porter ber-swallow tanpa kaos kaki terkena pasir terus-menerus berjam-jam, apa jadinya warna kaki porter tersebut. Bisa dibayangkan warnanya. Maka dari itu, hampir semua warna sandal porter itu sama, abu-abu keputih-putihan (gambar kanan).

Porter-porter ini biasanya disewa oleh turis-turis asing yang bela-belain ke Indonesia untuk mendaki Rinjani. Padahal orang-orang Indonesia juga belum tau letak Rinjani itu di pulau mana sebelah mana Indonesia. Setidaknya masih ada teman-teman pecinta alam dan penikmat alam yang dari mulut ke mulut mempromosikan salah satu daya tarik wisata Pulau Lombok ini. Dan penduduk lokal yang berprofesi sebagai porter sesungguhnya salah satu pendukung pariwisata Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) sekaligus mendapatkan keuntungan finansial.

Para porter membawa berbagai keperluan camping dan logistik. Bisa dikatakan porter ini seperti ibu rumah tangga yang sedang mengurus anak-anaknya. Karena porter-porter ini seketika menjadi chef dadakan di gunung sana. Menurut info, menu makanan untuk bule-bule juga bisa disesuaikan dengan permintaan. Kalau mereka menu american, porter harus bisa menyediakannya, nikmatnya. Selain itu, porter juga harus mampu berbahasa inggris demi kemudahan berkomunikasi dengan para turis. Banyaklah yang bisa disumbangkan para porter untuk pendaki bule-bule tersebut. Bahkan pendapatan seorang porter Rinjani mampu membeli rumah untuk anak istrinya.

Namun, dibalik itu semua, pendakian Rinjani dengan sandal jepit swallow mungkin bayaran yang mahal untuk mereka. Itu baru satu anggota tubuh, belum anggota tubuh lain, seperti pundak yang menanggung beban berkilo-kilo demi kebahagiaan para pendaki. Salut dengan porter-porter yang berkali-kali naik-turun Rinjani tanpa ada busa alas kaki. Jadi pelajarannya adalah alas kakimu tidak menentukan presetasimu! It's all about passion :)

Rinjani: Semua Tentang Ambil Air, Hemat Air, dan Buang Air

Ambil air, hemat air, dan buang air merupakan hal tricky selama saya di Rinjani. Lima hari empat malam adalah waktu terlama saya stay di gunung. Air minum harus pintar-pintar dihemat tapi kalau terlalu hemat juga pencernaan bisa sulit. Kalau terlalu banyak minum juga, harus rajin-rajin ambil air. Itu juga kalau ada sumber air di tempat dimana kita mendirikan tenda. Kalau tidak ada dan stock air pribadi sudah habis harus siap-siap tahan haus. Serba salah.

Di Rinjani sendiri, hampir semua air yang berasal dari mata air di beberapa pos bisa saya minum. Yang paling segar itu sumber air di Plawangan Sembalun. Di Segara Anak juga ada sumer air yang letaknya tidak jauh dari camping ground dan hot spring. Usahakan ketika turun Rinjani, manfaatkan air dengan sebaik mungkin. Jika turun jalur Senaru, saya baru bisa ketemu sumber air sebelum pintu hutan senaru. Ada sumber air tapi airnya berwarna namun tidak berasa. Sugesti haus mungkin sudah merasuk pikiran saya jadi tidak peduli lagi yang penting minum. Tipsnya, kalau ada jus-jusan atau nutrisari dicampur saja biar lebih nikmat. Tapi usahakan bertanya-tanya kalau memang mau minum langsung dari mata air takutnya masih mengandung belerang.

Taktik minum hemat itu adalah punya persediaan air minum 600 ml di luar carrier. Sewaktu-waktu haus bisa cepat dikonsumsi. Ketika lelah trekking, coba untuk berhenti dan diam sejenak. Hirup udara segar dan tatap pemandangan sekitar jalur trekking Rinjani.   Kalau memang haus sekali, baru minum. Kalau kita berhenti kemudian langsung minum, pasti air yang diminum akan lebih banyak daripada kalau kita berheti kemudia tarik napas dan diam sejenak. Trik yang teman saya sarankan ini cukup terbukti untuk menghemat persediaan air saat mendaki atau menuruni Rinjani.

Benar kata orang kalau air itu memang sumber kehidupan. Tapi kalau di gunung, tidak semua air itu bisa menjadi sumber kehidupan tergantung bagaimana kita menyiasatinya. Ada air yang memang bisa dikonsumsi dan ada air yang sesungguhnya sangat-sangat tidak disarankan untuk dikonsumsi, misalnya air yang sudah "dibuang". hahaha

Mengapa saya berkata seperti itu karena mungkin ini menjadi pengalaman yang tidak terlupakan untuk saya dan teman-teman selama melakukan aktivitas "buang air" di Rinjani. Tanpa malu-malu dan sudah sewajarnya aktivitas ini dilakukan oleh manusia. Nah, kalau di gunung, hanya tempat pembuangannya saja berbeda tapi prosesnya tetap sama. Bagi yang ingin hiking, harus sudah siap untuk buang air alami tanpa air. Alasannya sederhana, kita buang air tapi kita juga harus tetap hemat air kan di gunung. Katanya harus hemat air kok malah buang air, nah loh. hahaha

Tips buang air pertama, yaitu harus selalu sedia tisu basah yang banyak. Tapi jangan buang-buang tisu juga setelah dipakai untuk membersihkan. Tips kedua, kalau sudah buang air di tanah jangan lupa dikubur lagi. Meskipun memang ada saja orang-orang yang meninggalkan ranjau kasat mata menyebalkan. Yang terpenting adalah tidak boleh merasa jijik. Karena bahaya juga kalau menahan sisa pencernaan selama di gunung. Beda cerita kalau memang belum ingin dikeluarkan, simpan saja baik-baik sampai waktu yang memungkin. Semua itu memang lebih indah pada waktunya, hehe.

Beruntung kalau bisa dapat air banyak seperti misalnya ketika saya berhasrat untuk buang air di dekat Segara Anak, Rinjani. Saya bisa mengisi botol kosong dengan air danau dan pakai sepuasnya. Tapi kalau di pos-pos yang tidak terjangkau air bersih, cuma tisu basah penyelamat manusia-manusia sakit perut.

Beberapa pos di Rinjani juga menyediakan WC umum. Tapi siap-siap masuk ke dalam pintu neraka. Keharumannya double attack. haha. Teman saya yang sempat menikmati keadaan dalam WC  Segara Anak bilang, kalau lubang WC itu sesungguhnya hanya lubang tanah yang jauh ke dalam dan penuh dengan kumpulan-kumpulan kotoran para pendaki beserta porter. Tak terbayangkan setengah mati jika jatuh ke dalam sana. hueek. Waktu itu saya sama sekali tidak tertarik untuk masuk ke WC umum dengan ciri khas kotak besi berwarna hijau tua. Cerita lucu dari salah seorang teman saya yang ternyata dikejar monyet sesaat ingin mengeluarkan sampah perutnya di salah satu wilayah Segara Anak. hahaha. Lain halnya lagi bagi teman saya yang sangat lancar pencernaannya dan keseringan buang air. Ujung-ujungnya jadi sakit dan keras. Memang tidak ada yang tidak butuh perjuangan selama di gunung bahkan untuk "membuang air" sekalipun.

Beda cerita lagi dengan saya. Memasuki hari ke-5, saya baru bisa buang air Tapi rasanya tidak aman sekali ketika sesosok mahluk putih kecoklat-coklatan berekor berkaki empat mendekati saya ketika proses sedang dilaksanakan. Dia mengendus-ngendus dan nampaknya dia setengah mabuk dan gila, kawan...

Dia semakin mendekat dan akhirnya semakin intim dengan saya yang sedang menikmati surga duniawi di balik pohon. ASTAGA.. dasar binatang! Anjing itu mendekati saya, entah dia lapar atau iseng (ngga paham lagi). Mahluk berkaki empat ini tidak mau menjauh dari saya padahal sudah saya usir dengan tokat kayu. Finally, saya buru-buru pergi meninggalkan lapak surga duniawi saya. Baru kali ini, boker digangguin dan lebih parahnya lagi anjing itu me-recycle alias memakan hasil sampah perut saya. Harus marah, tertawa, atau sedih kali ini saya pilih ketiga-tiganya. hahaha.


Dear, Anjing Pintu Hutan Senaru:

"How was the taste? It was a special edition 5 days package from Rinjani for you! Lain kali jangan ganggu saya! hahaha