Kenapa saya bilang begitu karena Rinjani memiliki lokasi wisata yang bisa dipilih untuk dikunjungi tanpa harus sampai di Puncak Rinjani terlebih dahulu, seperti misalnya Segara Anak, Hot Spring, Goa Susu, dan lain sebagainya. Tetapi rata-rata pendaki Rinjani sudah siap menguji nyali mereka menapaki jalur Puncak Rinjani yang sifatnya PHP alias pemberi harapan palsu. Saya betul-betul merasakan multi-fatamorgana ketika mendaki puncak berpasir, berbatu, dan ber***sek tersebut. haha
![]() |
Profil Porter Rinjani |
Walaupun beragam seperti itu, hampir semua trek Rinjani berpasir. Hanya kadar pasirnya saja berbeda-beda. Nah, kalau sepasang kaki porter ber-swallow tanpa kaos kaki terkena pasir terus-menerus berjam-jam, apa jadinya warna kaki porter tersebut. Bisa dibayangkan warnanya. Maka dari itu, hampir semua warna sandal porter itu sama, abu-abu keputih-putihan (gambar kanan).
Porter-porter ini biasanya disewa oleh turis-turis asing yang bela-belain ke Indonesia untuk mendaki Rinjani. Padahal orang-orang Indonesia juga belum tau letak Rinjani itu di pulau mana sebelah mana Indonesia. Setidaknya masih ada teman-teman pecinta alam dan penikmat alam yang dari mulut ke mulut mempromosikan salah satu daya tarik wisata Pulau Lombok ini. Dan penduduk lokal yang berprofesi sebagai porter sesungguhnya salah satu pendukung pariwisata Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) sekaligus mendapatkan keuntungan finansial.
Para porter membawa berbagai keperluan camping dan logistik. Bisa dikatakan porter ini seperti ibu rumah tangga yang sedang mengurus anak-anaknya. Karena porter-porter ini seketika menjadi chef dadakan di gunung sana. Menurut info, menu makanan untuk bule-bule juga bisa disesuaikan dengan permintaan. Kalau mereka menu american, porter harus bisa menyediakannya, nikmatnya. Selain itu, porter juga harus mampu berbahasa inggris demi kemudahan berkomunikasi dengan para turis. Banyaklah yang bisa disumbangkan para porter untuk pendaki bule-bule tersebut. Bahkan pendapatan seorang porter Rinjani mampu membeli rumah untuk anak istrinya.
Namun, dibalik itu semua, pendakian Rinjani dengan sandal jepit swallow mungkin bayaran yang mahal untuk mereka. Itu baru satu anggota tubuh, belum anggota tubuh lain, seperti pundak yang menanggung beban berkilo-kilo demi kebahagiaan para pendaki. Salut dengan porter-porter yang berkali-kali naik-turun Rinjani tanpa ada busa alas kaki. Jadi pelajarannya adalah alas kakimu tidak menentukan presetasimu! It's all about passion :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar