"Journey, it's not about where you go, where you stay, but how you enjoy it with or without friends. Be grateful" - Mine

Sabtu, 06 Agustus 2011

Maluku: Berhari-hari di dalam Kapal Laut

Dari kecil sebenarnya saya sudah terbiasa untuk melakukan perjalanan jauh apalagi untuk sampai ke Maluku, tempat kelahiran orang tua saya. Sewaktu saya masih kelas 3 SD (1998), saya sekeluarga pergi ke Maluku untuk berlibur. Saat itu harga pesawat masih mahal dan keuangan kami sangat terbatas. Akhirnya, kami menumpangi Kapal Ceremai dari Tanjung Priok menuju Ternate, Halmahera Utara. Berapa lama watu yang saya habiskan untuk tiba di Ternate? 5 hari saya terkungkung di dalam kapal tersebut.

Meskipun perjalanan sangat lama, saya senang menikmati perjalanan tersebut. Beda sekali di waktu sekarang ini.   Kita cepat merasa bosan untuk beberapa jam saja menyebrang dengan Kapal Ferry. Atau bahkan untuk beberapa jam saja dengan pesawat. Seperti yang pernah saya rasakan ketika perjalanan menuju Sorong, Papua. Saya harus transit ke Bandara Sultan Hassaudin dan menunggu pesawat yang delay beberapa jam. Total perjalanan 5 jam untuk sampai di Sorong dengan pesawat.

Saya ingat sekali bagaimana keadaan kelas ekonomi di kapal 12 tahun silam. Tempat tidurnya mirip seperti kursi kereta ekonomi luar kota hanya lebih empuk di punggung. Posisi tidurnya macam di asrama-asrama. Hati-hati salah tidur, bisa jadi salah peluk istri atau suami orang lain. Maka dari itu setiap penumpang biasanya memberikan batas-batas antar penumpang yang lain misalnya dengan menggunakan kardus barang.

Saat-saat yang paling tidak menyenangkan adalah ketika ombak sedang asyik mengombang-ambingkan kapal. Biasanya anak-anak yang lebih kecil dari saya malah lari-larian di kapal. Saya memilih untuk duduk dan menonton mereka saja. Saya sempat mabok dan muntah. Selain itu, kamar mandi kelas ekonomi memang begitu adanya. Selalu tidak bisa membiarkan hidung menjadi senang dengan wanginya. Bayangin aja, orang satu dek kapal mandi dan melakukan hal lainnya disitu. Hal lain yang menyebalkan adalah ketika kita antre untuk mengambil makanan yang diberikan gratis dari kapal. Meskipun saya ditemani dengan orang tua saya, saya tetap merasa risih dengan orang-orang bertampang seram dan suara keras (maklum orang Timur). Apalagi kalo mereka udah mulai menaikan nada suara mereka gara-gara ada yang nyerobot ngantre. Rasanya badan ini ingin tersedot ke dalam mulut orang-orang itu.

Meskipun untuk beberapa hari saya harus merasakan hal-hal yang tidak menyenangkan di atas, hati ini selalu tenang dan senang ketika keluar dari dek di sore hari menjelang matahari terbenam. Angin kencang dan laut biru adalah suasana yang selalu membuat saya rindu untuk menumpangi kapal laut. Hanya ada saya dan kapal yang membawa saya menikmati Awan, Langit, Laut, Bukit-Bukit serta Gunung yang begitu cantik di hari senja. Bau laut dan mesin kapal yang khas juga selalu mengingatkan saya terhadap perjalanan dengan kapal laut untuk pertama kalinya 12 tahun silam.

(nb: sesekali saya menyusup dan menikmati panggung musik yang biasa hanya bisa dinikmati oleh mereka yang membayar lebih mahal)

3 komentar:

Anonim mengatakan...

ehem, pake "saya" nih sekarang? hahaha. kenapa?

pertama kalinya gue naik fery adalah ketika kita trip ke lompok bareng. hahahahaa

Anonim mengatakan...

*ke lombok :D

Stenisia Pantouw mengatakan...

kan waktu itu tulisannya kehapus dhay, jadi komentar lo juga keapus deh. eh iya, gw labil banget deh pake gue apa saya. Suka-suka gue lah dhay, blog-blog gue, hahaha