"Journey, it's not about where you go, where you stay, but how you enjoy it with or without friends. Be grateful" - Mine

Rabu, 17 Agustus 2011

Kuliah dan Ngekos Mak Nyoss!

Sisa setahun lagi kuliah. Gue makin ngga mau cepet2 lulus malahan. Masih banyak yang harus dikejar, dipelajari, dibuat, dirasakan, dinikmati, dan di- sebagainya.

Main kartu di kantin kampus sampe malam. Nongkrong-nongkrong di kantin ngga jelas abis pulang kuliah. Gue rasain itu awal-awal semester. Setelah masuk semester 4 gue mulai terkecoh dengan UKM universitas. Begadang ngerjain tugas. Tidur cuma berapa jam. Yang paling enak ke kampus pake sendal jepit.

Internetan sampai subuh bahkan sempat tidur di payung internet kampus. Menghilang untuk beberapa hari dari hiruk pikuk kampus dan pergi ke suatu tempat pelarian terdekat (masih Pulau Jawa). Ini saat-saat paling menyenangkan untuk terlepas dari kegiatan belajar-mengajar di kampus. Masih bisa jalan-jalan ketika orang-orang pusing mikirin kuliah. Saat itu ada tugas deadline yang harus dikumpulkan dan saya kabur, aseeek. Nanti dipikirin abis jalan-jalan.

Kalah sama kucing kantin yang nyerang aat makan ikan goreng. Kucing kantin liar banget. Gue belum abis makan dia udah ngincer makanan gue. Padahal gue udah pindah tempat 3 kali masih aja diikutin. Akirnya gue serah terima makanan gue aja deh sama kucing. Noh.. ambil sonoh ! udah kaga bayar, sial !

Dapet nilai paling tinggi ketika menurut orang-orang ujian itu susah banget. Tapi ujian selanjutnya jeblok lagi, haha labil. Dimarahin dosen ngobrol di kelas akirnya kelasnya berenti dan kita pulang. Beberapa kali lupa bayar makan di kantin. Dan karena udah beberapa hari lupa, ya lupakan sajalah. haha. Penjualnya juga udah lupa. Dateng telat itu udah budaya banget, ga usah dijelasin.

Casan blackberry ketinggalan dan hilang di perpus. Dimarahin nenek penjaga perpus sebanyak 4 kali karena berisik. Kartu mahasiswa diambil dan ditulis buat data. Katanya sih mau dilaporin. Lapor polisi? haha. Gue rasa penjaga perpus yang satu ini udah hidup dari jaman Jepang di Indonesia, jutek abis orangnya. Yang parahnya, waktu itu tangannya udah patah kiri, terus kanan masih ngerokok di luar samping perpus. Gak nahan liat gayanye selangit. haha.

Gue paling malas banget bawa file atau buku tulis buat nyatet. Sempet ditegor sama dosen gara-gara temen-temen pada nyatet dan gue cuma liatin slide-nya doang. Yaudah gue ambil aja kertas bekas di tas dan gue nyatet. Dan bener kan catatannya ngga guna buat ujian. Orang pertanyaannya studi kasus semua. Biasanya kalo udah mau ujian baru fotokopi catetan. Dan biasanya ada alat tulis edisi UTS sama UAS. Abis itu ilang-ilang lagi. Aduh.. uang abis kalo ngga buat alat tulis, ya beli kunciran rambut.

Gue juga ada beberapa pengalaman ngekos. Rasanya ngekos itu enak-enak ngga. Enaknya, you can do anything ! haha. Lo bisa pulang malam apalagi kalo lo bisa punya kunci pintu gerbang kosan, Makmur Jaya ! (mirip nama toko material). Gue udah tiga kali pindah kosan. Dan kosan kedua gue adalah kosan termewah  yang pernah gue jejaki. Udah ber-AC, bisa pulang kapan aja tanpa hambatan. Karena kemahalan, sekarang gue turun derajat pindah kosan di belakang stasiun UI yang lebih ekonomis dan dinamis (deket dari kampus). Dan sampai saat ini gue belum pernah merasakan ngekos di kosan campur. Ya doain jaa ngga sampe pindah ke kosan campur, bisa bahaya nanti. Pengen sih nyobain supaya punya pengalaman yang beraneka ragam, hehehe.

Gue pernah bikin mati lampu satu lorong kosan gara-gara gue main keyboard dan ternyata listriknya ngga kuat. Maaf ya warga kosan. Pintu kosan dikunciin gara-gara kemaleman  (kosan baru). Pernah dibukain tapi penjaganya cemberut banget mukanya. Ngga enaknya ngekos adalah pengeluaran terbatas. Apalagi kalo uang menipis, indomi jadi pujaan hati di malam hari. Kalo udah ngga ada uang pulang ke rumah. Rumah udah kaya hotel aja, 2 malam nginep terus ke kosan lagi, kuliah, dan seterusnya. Bahkan terkadang kalo ngga di kosan gue tidur di sekret UKM tercinta di kampus. Gue bakal kangen sama semua ini setelah lulus tahun depan (amin), sedih bahagia pastinya. Ya pokoknya kuliah dan ngekos itu sebuah perpaduan cantik ibarat teh dengan gula atau ayam penyet dan nasi  hangat. 

Minggu, 14 Agustus 2011

Don't Look Back In Anger

This is also one of my inspiration song. One of Legend Song from Oasis



Wafatnya Haji Sobri

Suka-suka aja. Terserah gue! Blog blog gue geto looooh...: Wafatnya Haji Sobri: "Mamat anak juragan tanah, pewaris tunggal kekayaan Haji Sobri, yang saat ini sedang dirawat di RS dan dalam keadaan koma.... Khawatir boka..."

Mengeluh Sampe Kapan?

mungkin bukan sekarang,
mungkin nanti,
banyak kok, ngga cuma lo.
masa?
iya beneran.
jadi harus gimana?
berpikir ke depan aja,
jangan stuck di satu tempat.
basi.
orang kaya lo yg bikin jadi basi.
terus?
kehidupan akan jalan terus.
ya gue juga tau.
ya kalo udah tau kenapa lo berhenti di tempat.
ya abis ngga seperti apa yang gue mau.
terus lo mengeluh?
yaiyalah.
mau mengeluh sampe kapan?
ngga tau.
lo ga pernah tau kapan lo gerak?
ya mau gimana lagi dong.
usaha sekali mengeluh seribu kali.
terus gue harus gimana???
lo butuh jawaban?
iyalah.
solusinya cuma satu.
apa?
diri lo sendiri.

Jumat, 12 Agustus 2011

Creative Stop Motion

Beribu-ribu foto dan video dibutuhkan untuk membuat Stop motion di bawah ini. Cocok menginspirasi orang-orang yang malas untuk berpikir kreatif. Diperlukan niat yang besar untuk membuat sebuah stop motion. Check it out ! They are best stop motions that I've ever seen..


PEN STORY (Olympus)

PEN GIANT (Olympus)





Coldplay "Every Tears Drop Is Waterfall"

ngga cuma lagunya bagus, video klipnya juga niat, COLDPALY is COOL !





I TURN THE MUSIC UP, I GOT MY RECORDS ON
I SHUT THE WORLD OUTSIDE UNTIL THE LIGHTS COME ON
MAYBE THE STREETS ALIGHT, MAYBE THE TREES ARE GONE
I FEEL MY HEART START BEATING TO MY FAVOURITE SONG

AND ALL THE KIDS THEY DANCE, ALL THE KIDS ALL NIGHT
UNTIL MONDAY MORNING FEELS ANOTHER LIFE
I TURN THE MUSIC UP
I'M ON A ROLL THIS TIME
AND HEAVEN IS IN SIGHT

I TURN THE MUSIC UP, I GOT MY RECORDS ON
FROM UNDERNEATH THE RUBBLE SING A REBEL SONG
DON'T WANT TO SEE ANOTHER GENERATION DROP
I'D RATHER BE A COMMA THAN A FULL STOP

MAYBE I'M IN THE BLACK, MAYBE I'M ON MY KNEES
MAYBE I'M IN THE GAP BETWEEN THE TWO TRAPEZES
BUT MY HEART IS BEATING AND MY PULSES START
CATHEDRALS IN MY HEART

AND WE SAW OH THIS LIGHT I SWEAR YOU, EMERGE BLINKING INTO
TO TELL ME IT'S ALRIGHT
AS WE SOAR WALLS, EVERY SIREN IS A SYMPHONY

AND EVERY TEAR'S A WATERFALL
IS A WATERFALL
OH
IS A WATERFALL
OH OH OH
IS A IS A WATERFALL
EVERY TEAR
IS A WATERFALL
OH OH OH

SO YOU CAN HURT, HURT ME BAD
BUT STILL I'LL RAISE THE FLAG

OH
IT WAS A WA WA WA WA WA-ATERFALL
A WA WA WA WA WA-ATERFALL

EVERY TEAR
EVERY TEAR
EVERY TEARDROP IS A WATERFALL

EVERY TEAR
EVERY TEAR
EVERY TEARDROP IS A WATERFALL

Lombok Bali : Semua Terekam, Tak Pernah Mati

wonderfulwordworld: Semua Terekam, Tak Pernah Mati: "Di postingan kali ini, saya akan menampilkan beberapa foto dari backapacking Jakarta-Lombok (yang tidak bisa saya tampilkan dalam Jakarta-Lo..."

Jakarta-Lombok via Jalur Sengsara

wonderfulwordworld: Jakarta-Lombok via Jalur Sengsara: "Jakarta Kota Tepat setahun yang lalu, kali pertama saya menginjakkan kaki di luar pulau Jawa . Adalah Lombok , pulau cantik-memukau, y..."

Kamis, 11 Agustus 2011

Maluku : Tidak Bermaksud Untuk Menakuti

Dengan judul diatas, pasti pada penasaran saya mau nulis apa, ya kan ya kan??? (kalo ini kertas mungkin udah dirobek, sayangnya ini digital, menang gue, hehe). Jadi gini, ini bukan tulisan tentang hantu yang tipikal banget erat dengan ketakutan. Bukan juga tulisan tentang preman-preman Maluku bermuka sangar yang kerjaannya tukang palak. Ini tulisan tentang orang Mabok.

Sebenarnya di kota -kota lain juga banyak ya masyarakat pecinta tuak yang biasanya punya nama-nama berbeda setiap daerahnya. Masyarakat Maluku lebih mengenal dengan sebutan Cap Tikus. Biasanya minuman yang satu ini naik daun menjelang Natal dan Tahun Baru. Produksi bisa berlipat kali ganda dibanding hari biasa. Nah, waktu saya ke Maluku saat Natal dan Tahun Baru, saya dilarang orangtua untuk keluar dari rumah apalagi sendirian di malam hari kalo udah malam Natal dan Tahun Baru. Apa hubungan, orang mabok, Cap Tikus, dan keluar malam-malam saat Natal dan Tahun Baru?

Ternyata diluar rumah akan banyak orang mabuk berjalan di pinggir jalan. Mereka kadang udah ilang kesadarannya. Baik laki-laki maupun perempuan hampir sama aja kelakuannya kalo udah parah banget minum Cap Tikus. Tidak sedikit kecelakaan terjadi saat Natal dan Tahun Baru. Tidak hanya malam tapi juga siang hari, kecenderungan orang mabok berkeliaran di jalanan. Saya pernah melihat seorang perempuan berjalan bersama seorang lelaki dengan penampakan yang lusuh sambil berbicara tidak jelas.

Yang sedih, kenapa malam Natal dan Tahun Baru jadi banyak yang meninggal karena mabok sama Cap Tikus? Makanya saya ngga suka banget kalo liat orang-orang berkumpul dan sedang menikmati minuman itu. Dan lebih parahnya lagi, waktu itu saya pernah main ke sebuah pantai. Sampai di pantai ini, saya sudah mencium bau menyengat. Ternyata bau Cap Tikus yang semerbak dari pendopo-pendopo yang berjejer di pinggir pantai. Saya cuma bisa perhatiin orang-orang yang sedang duduk-duduk dengan santai disana sambil menggeleng-gelengkan kepala. Cuma saya yang merasa tidak nyaman berada di pantai itu lama-lama. Teman saya memberikan sedikit info tentang pantai ini. Dia bilang pantai itu dulu sempat di bom ketika kerusuhan Maluku. Ketika itu, banyak orang sedang berenang di laut dan bom meledak (kurang tahu apakah bom dilempar atau bagaimana). Air laut pun berubah menjadi merah darah. Pantai ini bernama Pantai Luwari. Cukup bagus tapi sayangnya banyak orang mabok.

Jadi, berhati-hatilah kalo ke Maluku saat akhir Desember karena kalo ngga hati-hati, kita yang seharusnya tidak bersalah, bisa jadi tersangka, hehe. Yang jelas orang mabok ngga akan pernah sadar apa yang dia lakuin, entah udah kecebur got terus naik lagi terus kecebur lagi. Mereka raja jalanan deh pokoknya.

Rabu, 10 Agustus 2011

Belitung : Ada Apa Dengan Motornya?

Ada apa sih dengan motor di Belitung? Pastinya ada hal yang menarik dengan motor di Belitung. Bukan karena motornya lebih keren daripada motor-motor di kota lain. Dan bukan juga karena yang mengendarai lebih maco-maco, hehe. Yang menarik adalah kewajaran masyarakat Belitung untuk mempunyai motor yang tidak berspion. Ya mungkin di Jakarta dan kota sekitarnya masih ada motor yang tidak lengkap kaca spionnya. Entah itu spion kiri atau kanan. Jarang sekali ditemukan kedua spionnya tidak ada. Kalau ada juga bisa dihitung pakai jari.

Kalau kalian nanti ke Belitung, ngga usah capek-capekin diri untuk menghitung berapa banyak motor yang tidak berspion. Karena hampir semua motornya tidak berspion. Kalau ada juga, paling cuma spion kanan atau spion kirinya aja.

Aduh.. trendy banget deh motor Belitung. Jenis motornya sama aja kaya yang biasa kita liat di TV. Tapi setelah keluar dari showroom motor atau ketika beli motor, biasanya spion memang sengaja dilepas oleh penjual motor. Saya sama sekali tidak mengerti mengapa hal ini terjadi. Entah untuk mengurangi biaya pembelian atau supaya si pengendara tidak merasa tertantang dengan pengendara yang ada di belakangnya (pemikiran asal-asalan).

Awalnya saya hanya memperhatikan beberapa motor saja yang tidak berspion. Yang saya perhatikan hanya motor anak-anak muda. Ya mungkin mereka merasa lebih gaul dengan motor tidak berspion. Tapi kok setelah diliat secara sadar, ternyata motor polisi juga tidak berspion. Sebenarnya siapa sih yang salah dan ngga tahu peraturan? Polisi pun tidak berspion, metalnya. Saya makin penasaran dengan hal yang mungkin sangat sangat dianggap wajar oleh masyarakat Belitung. Sayangnya, saya sudah menghapus foto motor-motor di rental tempat saya meminjam motor yang bisa dijadikan sebagai bukti otentik. Saat itu saya masih menyimpan rasa penasaran sampai akhirnya menemukan jawaban yang sebenarnya juga tidak masuk akal tentang motor tidak berspion.

Saya pun bertanya kepada pemilik penginapan. Dia berkata sudah menjadi hal yang biasa kalau motor tidak berspion. Karena menurut mereka,"Cukup dengan Doa Ibu saja kita selamat". Haaaah? Doa Ibu???! Sungguh sesederhana itukah alasan mencopot kaca spion yang kegunaanya cukup penting dari sebuah motor? Kaca spionnya terus dikemanain? Tapi saya pun tidak enak menuntut jawaban lebih jauh karena udah mentok di "Doa Ibu". Ibu memang Dewa deh.hahaha. Rasanya pengen langsung nanya sama polisi tapi ngga kepikiran waktu itu. Ya lagi-lagi, "Doa Ibu".

Minggu, 07 Agustus 2011

Maluku: Pertama Kali Naik Pesawat

Terakir saya ke Maluku itu jaman masih semester 3 sekitar tahun 2009. Ditambah lagi, ini kali pertama saya naik pesawat dan sendirian pula. Saya berangkat jam 2 pagi dari Soekarno-Hatta. Tapi sempet nunggu dulu di bandara selama 2 jam karena takut ketinggalan pesawat. Awalnya saya takut banget salah naik pesawat. Tapi ternyata ada bapak-bapak yang tujuannya sama juga kaya saya dan akhirnya saya ngobrol-ngobrol dikit sama dia. Kenapa ya saya selalu ketemu bapak-bapak kalo lagi kesepian pas jalan-jalan sendiri? Sama kaya waktu saya ke Jogja naik bis sendirian, samping saya bapak-bapak, baik banget. Ngajak ngobrol mulu plus bayarin makan pula, haha.

Kembali ke cerita lagi. Waktu menunjukan pukul 2 pagi, pesawat datang dan akhirnya berangkat. Wow, saya ga menyangka pesawat subuh-subuh itu dinginnya minta ampun. Padahal saya udah pake kaos kaki segala atas saran dari nyokap yang udah biasa PP Jakarta-Maluku. Saya duduk di tempat paling pinggir tapi bukan yang deket jendela. Waktu itu kursinya ada 3 dan samping saya om-om semua. Lagi-lagi saya mendapatkan partner pria, dua orang pula. Tapi mereka acuh tak acuh gitu sama saya. Yaudah, saya pake headset aja selama perjalanan dan berkali-kali menggigil kedinginan. Dan ngga ada tempat buat mengadu, haha.

Perjalanan dengan pesawat pun selesai dalam waktu 4 jam. Saya sampai di Ternate pukul 6 pagi. Bandaranya kecil banget. Sangat sederhana sekalilah pokoknya.  Disana ibu saya udah nunggu buat jemput saya. Setiba di bandara, saya langsung naik ojek menuju pelabuhan kurang lebih setengah jam. Tanpa pakai istrirahat saya langsung naik speed boat beranggotakan 10 orang. Aduh.. ombaknya ngga nahan banget waktu itu. Muka beberapa penumpang ada yang pucat karena mabok laut. 

Cukup 1 jam saya saja gw menumpangi speed boat ini. Dan sekarang saya sudah berada di Sofifi. Sofifi adalah salah satu daerah di Ternate yang biasanya jadi tempat transit Ternate-Tobelo (kota yang gw akan tuju). Sebentar menghela napas, saya beristirahat sekedar makan dan ke toilet. Perjalanan dilanjutkan kembali dengan menumpangi avanza yang disebut taksi sama orang-orang sana. Ya macam di Bali nyarter avanza gitulah buat jalan-jalan. Tapi kalo di Sofifi, avanza udah pada ngetem dan tinggal nunggu penumpang aja yang banyak (sesuai dengan jumlah kursi). Supir akan mengantarkan penumpang satu per satu sampai di depan rumah.

Ibu saya langsung ajak naik avanza. Saya duduk di kursi terdepan samping supir. Sedangkan, dia bercampur dengan penumpang yang lain. Wah, ada bule cowo di dalam mobil. Yang bikin gw kaget, itu bule pinter ngomong Maluku. Ngga boong, lancar banget. Ternyata keluarganya udah tinggal menetap di Ternate. Dia berasal dari Australia. Orangtuanya bekerja sebagai dokter dan membantu pengobatan masyarakat sekitar. Saya dan penumpang lainnya sempet dikenalin sama keluarganya waktu dia udah tiba di rumahnya. Ternyata emang bule asli. Emak bapak kakak adik tante om-nya dikenalin ke kita semua.

Selama perjalanan, dia ngebacot mulu. Sempet dia ngobrol bahasa Inggris sama saya. Tapi taulah aksen Inggrisnya orang Australia rada susah ditangkep pendengaran.  Oia, dia bekerja sebagai anggota militernya Aussi. Sebenarnya dia datang ke Ternate cuma untuk berlibur aja.

Udah 2 jam berlalu saya belum sampe juga di Tobelo. Jalur satu arah yang meliuk-liuk benar-benar membuat bosan. Wah, parahnya ada oma-oma yang muntah di dalam mobil. Alhasil kita langsung membuka kaca lebih lebar daripada sebelumnya untuk bisa menghindar dari bau muntah.

Penumpang satu per satu mulai sampai di tempat tujuannya. Ternyata yang paling terakhir turun adalah saya. Total perjalanan dengan avanza adalah 3,5 jam. Dan saya baru sadar, kok orang-orang pada bawa koper sedangkan saya cuma bawa satu backpack export kaya mau main ke kampus aja, haha. Ya pokoknya kalo di total jam perjalanan saya untuk sampe di Tobelo dari Jakarta via Ternate adalah 9 jam plus-plus istirahat, ngetem lalalala.

Akhirnya, saya sampai di rumah warisan kakek nenek yang sekarang ditempatin sama ayah dan ibu saya di Tobelo. Rumahnya masih berlantai tegel dan tipenya khas rumah di kampung. Jadi rumahnya terdiri dari beberapa bagian. Rumah sendiri, kamar mandi sendiri, dan dapur juga terpisah. Yang bikin rumah ini enak adalah suasana di belakang rumah karena udah laut. Ayah sengaja buat sebuah pondok dan jembatan supaya kita bisa nikmatin pemandangan laut. Dia juga punya kapal yang biasa dipakai buat mancing ikan.

Saya salut sama ayah saya karena dia ngerti banget bawa perahu mungkin karena udah terbiasa juga. Cuma kalo udah di laut kan, semua arah jadi sama. Ngga tau ujungnya dimana, haha. Pernah ayah saya bawa perahunya dari Tobelo ke Morotai lewatin Samudera Pasifik. Waktu itu keluarga saya dari Sorong mempercayakan bokap untuk mengantarkan mereka ke Morotai. Berat banget perjuangan menuju Morotai. Ya ibaratnya, kalo dulu tentara Jepang sama Inggis pake kapal-kapal besar buat sampai di Morotai, ayah saya cuma pake perahunya yang perlindungannya masih kurang meyakinkan. Bisa meninggal kalo ngga tahu gimana ngalahin ombak-ombak besar. Karena ombak yang besar, tas isi baju-baju sodara saya basah semua. Dan tante saya bilang,”Depe (baca: depe, kaya Dewi Persik) ombak putih-putih, rasanya kita so mo mati saja!”. Terjemahan: ombaknya putih-putih (hempasan ombak warna putih-putih) sekali, kita rasanya pengen mati aja. Tapi ayah saya memang pelaut ulung. Dia berani banget nerjang ombak dan keluarga saya bisa selamat sampai di Morotai, hehe.

Pelajaran Dibalik Kebodohan


Gw mau share hal bodoh yang dua kali gw lakukan dengan blog ini. Ini semua akibat gw iseng pengen ganti label tulisan blog gw. Kalo kalian bisa liat, di samping kanan blog gw ada beberapa menu, kaya magang, opini, traveling, dsb. Awalnya label traveling itu gw kasi nama caper (catatan perjalanan) sebelum semua tulisan perjalanan gw ilang. Mau nangis rasanya pas liat catatan perjalanan kehapus semua, huaaaa.

Parah-parah dari 16 tulisan cuma 2 yang di-backup di laptop. Alhasil gw langsung nanya google gimana caranya ngembaliin tulisan2 itu. Karena otak gw udah ngga mungkin untuk nulis ulang semua perjalanan tersebut. Akhirnya, gw nemuin satu jalan dari google, yaitu dengan googling tulisan gw satu per satu. Ternyata semuanya mash kerekam di google. Lo ketik judul artikel lo, trus klik tembolok, nanti tulisan akan muncul. Selanjutnya, lo copy paste aja ke word atau langsung ke blog lo. Dan posting satu-satu deh. Ini cara kalo lo ngga punya backup tulisan blog di blog atau laptop lo.

Nah, karena gw udah terkena imbas hal bodoh di atas, gw langsung tanya google gimana caranya nge-backup semua tulisan blog gw. Kata google, buka setting-basic-pilih export blog. Nanti tinggal klik download blog. Hasilnya lo akan punya seemua data tulisan di blog dalam bentuk XML. Ingat,tulisan hanya sampai tulisan terakhir yang lo posting di blog. Jadi, kalo mau, rajin-rajin export biar tulisan selalu ke-backup.


Kebodohan gw selanjutnya adalah gw melakukan hal yang sama lagi seperti kebodohan pertama. Karena gw sotoy mau ganti label lg untuk label magang, gw menghapus lagi semua tulisan magang gw. Haduh, mati banget bodohnya. Abis gw penasara banget sama ganti mengganti label. Tapi karena gw udah punya backup blog, gw ngga begitu khawatir. Gw langsung menuju setting-basic-import blog-masukan file backup xml. Selanjutkan, check list kotak automatically published as imported blog. Nanti secara otomatis, semua tulisan di blog lo dari awal sampe yang terakir lo backup muncul lagi. Cool... hahaha.


Jadi, intinya export blog : untuk mem-backup semua data tulisan di blog. import blog : untuk mem-publish kembali semua tulisan yang udah di export.


Mulailah mem-backup tulisan blog kalian, dari sekarang !



#016 creativeNOTpassive

Digital memang sudah menguasai pasar dunia. Sekarang orang-orang seolah udah punya hidup kedua dengan alat-alat digital. Kalo dulu, anak-anak SD nyari tugasnya guntingin gambar-gambar atau artikel di koran dan lemnya pake nasi (pengalaman), sekarang kaya gitu udah jauh tertinggal. Sekarang anak-anak sekolah udah canggih pake internet. Bahkan di sekolah-sekolah mahal udah berlaptop semua. Semua orang berlomba untuk mendapatkan hidup yang lebih praktis dan mobile.

Yang namanya dunia digital memang milik semua umur. Yang paling lumrah untuk penggunaan digital saat ini adalah handphone. Bisa dilihat kalangan apapun sekarang punya handphone. Apalagi gadget yang satu ini sekarang tidak terlepas dari koneksi internet plus aplikasi jejaring sosial masa kini, seperti facebook dan twitter. Orang Indonesia menduduki peringkat nomor dua terbesar pengguna Facebook dan peringkat ketiga terbesar pengguna Twitter. Bahkan ada masyarakat yang membeli handphone tertentu karena ada aplikasi khusus untuk facebook dan twitter tanpa harus masuk ke browser lagi.

Masyarakat Indonesia seperti dikatakan dalam sebuah seminar digital marketing, adalah BIG, CRAZY, and YOUNG. BIG yaitu jumlah penduduk Indonesia yang banyak. CRAZY yaitu masyarakat Indonesia selalu tergila-gila dengan hal-hal baru yang masuk ke Indonesia seperti waktu pertama kali friendster atau facebook masuk ke Indonesia. Kalau mau yang lebih konkrit lagi sih, kita bisa liat video Sinta dan Jojo dan Briptu Norman yang meledak di Indonesia. Padahal biasa aja tapi tanggapan dari masyarakat dan media Indonesia yang begitu fantastis. Selanjutnya, YOUNG yaitu masyarakat Indonesia masih terbilang muda dalam perkembangan teknologi makanya jiwa keingintahuan akan hal baru sangatlah besar.

Ada beberapa pihak yang memanfaatkan sifat dari masyarakat Indonesia tersebut untuk menggerakan dunia digital di Indonesia. Misalnya, penjualan RBT sebuah lagu di Indonesia bisa mencapai 1 triliun rupiah, jauh lebih rendah dibanding hasil penjualan tiket konser seorang artis yaitu 1 milyar rupiah. Selain itu, untuk penjualan CD bajakan juga mencapai angka yang besar senilai 2 trilliun dibanding original CD yaitu kurang dari 1 milyar rupiah. Angka-angka di atas menunjukan bahwa masyarakat Indonesia lebih suka dengan sesuatu yang berbau praktis dan cepat. Ya dengan kata lain, Indonesia ngga mau susah meskipun memang jauh lebih ngirit uang.

Hal lain juga dialami oleh para TKI di luar negeri. Mereka juga bela-belain beli handphone yang ada televisinya. Alasannya adalah mereka sangat ingin menonton channel Indonesia yang menayangkan Sinetron Indonesia . Menurut info yang ada, harga handphone tersebut tidaklah murah tapi mereka tetap membelinya. Ada lagi sebuah toko yang bernama Tesco di korea. Tesco adalah toko yang hampir mirip dengan Hypermart atau Carefour di Indonesia). Tesco menggunakan teknologi Visual Store yang diletakan di tempat-tempat strategis seperti subway. Hal ini dikarenakan orang-orang Korea tidak mempunyai waktu yang banyak untuk berbelanja kebutuhan mereka sehari-hari. Klik disini untuk melihat Tesco : Visual Store in South Korea dan perhatikan bagaimana cara mereka berbelanja. Apakah Indonesia mampu menyamai Korea Selatan?

Nah, beda lagi dengan cara marketing sebuah film bioskop yang dilakukan oleh Dream Works Animation. Saya baru pertama kali melihat marketing yang fantastis oleh sebuah production house melalui trailer di Youtube. Kilk disini untuk melihat Jack Black Youtube Epicness ! (ikuti petunjuk yang diberikan orang dalam video, jika bingung tanya saya. Dijamin anda akan tercengang melihat video di atas).

Bisa dibilang zaman sekarang adalah Consumer Power. Perusahaan-perusahaan pun berlomba-lomba untuk mengerti keinginan konsumen yang mereka ingin wujudkan dalam setiap produk yang dijual. Sekarang televisi juga sudah banyak ditinggal karena orang-orang lebih tertarik dengan internet.

Sabtu, 06 Agustus 2011

Morotai: 'Tete'?

Morotai ( Timur Laut)
Morotai merupakan salah satu pulau terluar Indonesia yang berbatasan dengan Filipina. Morotai merupakan tempat kelahiran ibu saya. Saya juga agak bingung bagaimana ibu saya yang waktu itu masih gadis dan pedalaman, bisa punya pikiran untuk merantau ke Jakarta. Jarak dari Morotai ke Jakarta jauh dan tidaklah mudah untuk sampai ke pulau ini. Terlebih lagi untuk mereka yang tidak kuat berjam-jam berada di kapal yang jauh lebih kecil dari kapal Ferry. 

Perjalanan ke Morotai saya lakukan saat saya masih kelas 3 SD. Rute yang paling sering ditempuh untuk sampai di Morotai adalah jalur laut via Tobelo. Kebetulan, Tobelo adalah kota kelahiran ayah saya. Jadi, semua itu seperti sudah ditentukan Tuhan. Untuk sampai ke tempat kelahiran Ibu saya harus melalui tempat kelahiran Ayah saya, hehe.

Dari kota Tobelo, saya menumpangi sebuah kapal dengan daya tampung 12 orang. Langit masih gelap. Kira-kira jam 5 subuh kapal bergerak mengikuti arus lautan. Dilihat dari daya tampungnya, bisa dibayangkan sebesar apa kapal ini. Belum lagi ditambah barang-barang penumpang. Kapal ini pun terasa padat sekali. Kapal juga tidak seluruhnya beratap. Hanya ada ruang kecil beratap, yaitu tempat setir kapal. Matahari mulai bergerak menerangi lautan. Mata saya pun terbuka karena silaunya sinar matahari yang menyorot kapal kami. Sekitar jam 9, kulit saya mulai memerah. Saya pun berlindung ke tempat setir kapal untuk sebentar menghindar dari matahari yang membakar laut pagi menjelang siang itu.

sumber: internet
Saat terindah di kapal kecil itu adalah saya merasa dekat sekali dengan laut. Tapi terkadang timbul keparnoan akan binatang laut yang bisa menyerbu saya (pikiran anak kecil). Saya senangnya menurunkan tangan ke air laut dan sesekali melihat ikan-ikan berenang bebas di laut. Pokoknya untuk anak seumur saya, gambaran tentang ikan di laut yang cuma bisa dilihat di buku pelajaran atau majalah bobo menjadi kenyataan. Karena kapal kecil, ombak pun sangat terasa bahkan terkadang air tampias ke dalam kapal.

Setelah 5 jam berlalu, kapal pun menemukan labuhannya. Saya disambut dengan nenek dan keluarga yang mungkin sudah lama merendam kaki mereka di pinggir pantai. Saya lupa bagaimana ekspresi saya ketika disapa oleh keluarga di morotai. Yang pasti saya sangat kaku karena saya belum pernah bertemu mereka sebelumnya. Dan saya pun merasa sangat berbeda dengan mereka. Ibaratnya, badan saya bau permainan canggih anak Jakarta, mereka bau laut. 

Mereka sama sekali tidak tersentuh dengan hal-hal yang saya alami di Jakarta.Televisi saja cuma ada 1 di rumah Kepala Desa. Kalau mau nonton juga ngga bisa. Isinya bapak-bapak semua. Yang bikin beda lagi adalah warna kulit saya. Sepertinya semua mata tertuju kepada saya. Betul-betul seperti orang asing saat itu. Meskipun kehidupan sederhana, mereka betul-betul menikmatinya.

Saya yang pendiam terkadang hanya terpaku duduk melihat anak-anak asik bermain. Saya hanya bisa diam karena saya tidak mengerti apa yang mereka lakukan. Mereka mengambil lidi dan menusuk-nusukan lidi itu ke lubang pasir di pinggir pantai. Apa coba? Tusuk-tusuk lidi. Ternyata setelah beberapa lama mengamati (lemah otak), saya baru mengerti kalau mereka sedang merayu ‘katang’ atau disebut dengan kepiting. Lidi itu menarik perhatian kepiting untuk keluar dari dalam lubangnya. Setelah kepiting keluar, mereka pun mulai mempermainkan kepiting-kepiting kecil itu. Ada yang diadu, ada yang diiket pake tali kaya mobil-mobil kalo di Jakarta, ccckk.

Listrik masih sangat kurang. Setiap malam, masyarakat hanya berharap penerangan dari lilin yang biasanya dibuat dari kaleng coca-cola. Kaleng tersebut yang ditaro minyak dan sumbu. Dan asap dari lilin semacam itu bisa menghitamkan kulit. Jadi kalau pas bangun tidur, muka atau lubang hidung agak hitam ngga usah tanya kenapa, hehe. Yang membuat saya lebih terkejut adalah babi-babi berkeliaran bagai kucing di pinggir jalan. Yaampun, serem banget babi itam-itam kecil gitu berbaris lewat di tengah jalan. Takut banget diseruduk. Apalagi kalo malem-malem, keluar ga ada lampu, terus ada babi lewat, takut banget.

Nah, ada kebiasaan yang kurang baik meskipun itu memang sudah menjadi adat orang sana. Waktu itu kami sempat mengadakan ibadah di rumah. Setelah pendeta berkhotbah dan ibadah selesai, acara makan-makan pun dimulai. Tidak hanya makan-makan tentunya, pasti ada minum-minumya. Pendeta yang abis berkhotbah juga langsung mabok di tempat. Rumah nenek saya pun berubah sesaat seperti bar. Meja-meja digelar, perempuan dan laki-laki bermain kartu dan lainnya bermain Mahjong dengan minuman di kiri kanan mereka. Saya ingat sekali saya hanya bisa melihat dan terdiam. Ngga pernah ada di Jakarta, kalo abis berdoa langsung mabok-mabok. Dan perlu diketahui bahwa minuman khasnya bernama Cap Tikus.

Cap tikus ngga cuma ada di Maluku tapi juga di Manado. Saya kurang tau kenapa disebut cap tikus. Tapi yang jelas, kalo kebanyakan minum cap tikus bisa bikin mati. Ibaratnya kaya obat racun untuk tikus. Karena cairannya membakar paru-paru.

Pada dasarnya, Cap Tikus berasal dari Pohon Saguer atau Aren yang tumbuh di hutan. Air dari buah dan batang Saguer dimasak dalam tabung-tabung. Saya sempat bermain ke hutan dan melihat Alm. kakek menyuling air saguer. Awalnya air berwarna keruh. Air tersebut bisa disuling berhari-hari, hingga nanti akhirnya bisa berubah menjadi jernih, sejernih air putih. Kakak saya pernah sedikit mencoba karena dia pikir itu air putih. Sedikit saja sudah bikin pusing apaagi satu gelas penuh bahkan bergelas-gelas.

Dan ternyata lagi, dulu kakek saya punya 12 ekor anjing. Mereka diurus menjadi anjing-anjng tangguh pemburu babi hutan. Tapi karena faktor kebutuhan manusia, anjing pun juga ikut disantap. Oia, saya tidak pernah memanggil kakek dengan panggilan kakek, melainkan ‘Tete’. Oops.. jgn berpikir jorok Memang kita orang maluku memanggil kakek dengan kata ‘Tete’. Jadi buat yang nanti sampai di Maluku, jangan kaget kalo ada orang ngomong:”Tete saya”. Aneh sih di pendengaran, apalagi kalo perempuan yang ngomong, hehehe.

Morotai mungkin akan lebih diperhatikan setelah pemerintah mengadakan Sail Morotai tahun depan. Dari berita yang ada, pemerintah akan mengeluarkan dana besar untuk memperbesar daya listrik di Morotai. Saya berharap tahun depan bisa datang kesana dan mengembalikanmemori kecil di Desa Leo-Leo, Morotai Selatan.

Papua: Cerita Sederhana dari Kota Sorong



Juni 2009


Di tahun 2009, Raja Ampat belum begitu tenar seperti sekarang. Acara jalan-jalan dan majalah travelling belum banyak menyoroti tempat ini. Saya juga sangat kurang informasi mengenai Raja Ampat. Maka dari itu, ketika saya ke Sorong, saya tidak mempunyai keinginan yang besar untuk mengunjungi Raja Ampat. Ditambah lagi, cuaca di Sorong kurang baik karena hujan terus mengguyur kota yang hanya memiliki satu KFC ini. Tante saya bilang waktu KFC pertama kali buka franchise di Sorong, orang-orang bela-belain ngantri sampe malam. Antreannya panjang sampe keluar KFC. Mereka sangat antusias dengan makanan baru ini. 

Banyak yang berpikir kalo kita menyebut Papua pasti langsung mengarah kepada sebuah pulau yang masih primitif. Padahal Papua dimana Suku Asmat dan Suku Dani tinggal, berbeda jauh dengan Papua Barat. Jadi, Pulau Irian Jaya itu terdiri dari dua provinsi, yaitu Provinsi Papua Barat (Irian Jaya Barat), ibukota Sorong dan Propinsi Papua Timur atau Papua. Nah, masyarakat Suku Dani dan Asmat hidupnya di Papua. Wah, pokoknya kalau mau kesana perjalanannya dari Jakarta-Makasar-Sorong-Wamena dan ditambah jalur laut lainnya, hehe.

Di Sorong, perumahan tidak begitu padat. Pasti selalu ada tanah-tanah kosong yang terbuka untuk diolah. Di kota ini, saya bertemu dengan keluarga yang udah 8 tahun ngga ketemu. Ada tiga keluarga ibu saya yang tinggal disana. Anak pertama saya panggil dengan Mama Tua (Matua) Marice, Anak kedua saya panggil dengan Papa Tua (Patia) Iman, dan yang terakhir Papa Ade (Pade) Andris. Mereka bertiga merantau ke dari Mortai ke Sorong.

Matua Marice adalah anak tertua di keluarga ibu saya. Dia punya 6 anak dan semuanya sudah menikah. Matua yang satu ini berwatak keras. Keliatan sih dari mukanya, agak garang, hehe. Kalo kata ibu saya, dia itu Tukang Pukul. Kalo suaminya pulang ke rumah mabok-mabok, dia pasti langsung pukul suaminya. Sayangnya, yang namanya baku pukul dan baku hantam antar suami istri itu tidak terlalu menjadi sorotan tetangga. Serem sih, tapi istri-istri menjadi keras kanga dianggap wajar aja soalnya suaminya juga bandel (belum cukup umur untuk ngomong hal ini).

Matua sangat suka cerita dan bercanda. Matua bertanya-tanya kepada saya,"Ade..ko (kamu) pake apa itu di gigi?". "Ini namanya kawat gigi, ma". "Apa?Kenapa gigi dikasi kawat?". "Supaya rapi ma". "Yah tara (tidak) usah sudah, pake-pake bagitu (begituan), ko copot saja nanti ganti sama gigi babi".hahaha. Dalam hati, frontal abis nih orang ngomongnya, haha. Dia pernah cerita, suatu kali, dia turun dari kapal dan salah membawa tas. Tas yang dia ambil tas Pak Haji. Isinya Al-quran sama sorban. Inti isi ceritanya cuma marah-marah sama ngejek Pak Haji (maaf).haha

Nah, kalo Patua Iman, beda lagi ceritanya. Hobinya bikin anak. Sumpah deh, anaknya udah 12. Padahal terakir kali ketemu sama dia, aaknya masih 6,haha. Istrinya berbadan lebar dan luas. Sangat pas menjadi ibu rumah tangga dengan anak 12,haha. Umur tiap anaknya juga cuma beda setahun sampe dua tahun aja. Terus saya bingung gitu ngapalin namanya. Udah mukanya mirip-mirip. Ditambah lagi, anak pertamanya udah punya anak. Jadi dia udah punya cucu juga, terus tinggal disitu juga. Saya nyesel banget semua foto saya bersama anak-anaknya ilang di kamera digital, huh.

Kalo Pade Andris, dia adalah anak lelaki terkecil di keluarga ibu. Saya tinggal di rumahnya selama di Sorong. Istri dari Pade Andris adalah orang Ambon asli. Makin berwarna aja deh keluarga saya. Karena bahasa orang Ambon beda lagi sama Papua dan Maluku Utara. Ah.. pusing, haha. Selama disana saya apa adanya aja deh pake bahasa Indonesia. Pade memutuskan untuk tinggal di Sorong karena gaji yang besar dalama pekerjaannya disini.

Meskipun pendapatan terjamin, biaya kehidupan jadi kena dampaknya. Harga pakaian dan makanan lebih mahal dibanding Jakarta. Untuk biaya warnet 15.000 per jam. Saya shock banget pas dikasitau tarifnya segitu. Untung saya bisa menahan main internet wak tu disana dan memilih untuk menggunakan pulsa handphone aja.

Waktu itu saya mau pergi ke toko pakaian mirip Ramayana di Jakarta. Tante saya bilang nanti kita naik taksi saja. Dalem hati, bagus deh naik taksi soalnya siang itu lagi terik. Pas udah nyebrang jalan. Saya perhatiin kok ngga ada taksi satu pun yang lewat. Setelah beberapa menit, tante saya memberhentikan angkot. Dan dia mengajak saya naik. Terus saya nanya sama tante kenapa kita ngga jadi naik taksi. Dia ketawa dan bilang, "Ampuuun... kitorang disini bilang angkutan umum itu taksi, ya seperti ini". Rasanya pengen lompat ke danau pas tau Taksi itu ternyata Angkot,haha. Angin sepoi-sepoi di Taksi ala Papua. Saya tersenyum melihat coretan-coretan spidol di Taksi yang ngga jauh berbeda sama tulisan-tulisan alay di angkot Jakarta.

Selama disana, saya berkunjung ke Tanjung semacam pantai dan tempat usaha karaoke om saya yang punya ruang cukup mewah (dilengkapi Kulkas dan Kamar Mandi di dalamnya).

Maluku: Berhari-hari di dalam Kapal Laut

Dari kecil sebenarnya saya sudah terbiasa untuk melakukan perjalanan jauh apalagi untuk sampai ke Maluku, tempat kelahiran orang tua saya. Sewaktu saya masih kelas 3 SD (1998), saya sekeluarga pergi ke Maluku untuk berlibur. Saat itu harga pesawat masih mahal dan keuangan kami sangat terbatas. Akhirnya, kami menumpangi Kapal Ceremai dari Tanjung Priok menuju Ternate, Halmahera Utara. Berapa lama watu yang saya habiskan untuk tiba di Ternate? 5 hari saya terkungkung di dalam kapal tersebut.

Meskipun perjalanan sangat lama, saya senang menikmati perjalanan tersebut. Beda sekali di waktu sekarang ini.   Kita cepat merasa bosan untuk beberapa jam saja menyebrang dengan Kapal Ferry. Atau bahkan untuk beberapa jam saja dengan pesawat. Seperti yang pernah saya rasakan ketika perjalanan menuju Sorong, Papua. Saya harus transit ke Bandara Sultan Hassaudin dan menunggu pesawat yang delay beberapa jam. Total perjalanan 5 jam untuk sampai di Sorong dengan pesawat.

Saya ingat sekali bagaimana keadaan kelas ekonomi di kapal 12 tahun silam. Tempat tidurnya mirip seperti kursi kereta ekonomi luar kota hanya lebih empuk di punggung. Posisi tidurnya macam di asrama-asrama. Hati-hati salah tidur, bisa jadi salah peluk istri atau suami orang lain. Maka dari itu setiap penumpang biasanya memberikan batas-batas antar penumpang yang lain misalnya dengan menggunakan kardus barang.

Saat-saat yang paling tidak menyenangkan adalah ketika ombak sedang asyik mengombang-ambingkan kapal. Biasanya anak-anak yang lebih kecil dari saya malah lari-larian di kapal. Saya memilih untuk duduk dan menonton mereka saja. Saya sempat mabok dan muntah. Selain itu, kamar mandi kelas ekonomi memang begitu adanya. Selalu tidak bisa membiarkan hidung menjadi senang dengan wanginya. Bayangin aja, orang satu dek kapal mandi dan melakukan hal lainnya disitu. Hal lain yang menyebalkan adalah ketika kita antre untuk mengambil makanan yang diberikan gratis dari kapal. Meskipun saya ditemani dengan orang tua saya, saya tetap merasa risih dengan orang-orang bertampang seram dan suara keras (maklum orang Timur). Apalagi kalo mereka udah mulai menaikan nada suara mereka gara-gara ada yang nyerobot ngantre. Rasanya badan ini ingin tersedot ke dalam mulut orang-orang itu.

Meskipun untuk beberapa hari saya harus merasakan hal-hal yang tidak menyenangkan di atas, hati ini selalu tenang dan senang ketika keluar dari dek di sore hari menjelang matahari terbenam. Angin kencang dan laut biru adalah suasana yang selalu membuat saya rindu untuk menumpangi kapal laut. Hanya ada saya dan kapal yang membawa saya menikmati Awan, Langit, Laut, Bukit-Bukit serta Gunung yang begitu cantik di hari senja. Bau laut dan mesin kapal yang khas juga selalu mengingatkan saya terhadap perjalanan dengan kapal laut untuk pertama kalinya 12 tahun silam.

(nb: sesekali saya menyusup dan menikmati panggung musik yang biasa hanya bisa dinikmati oleh mereka yang membayar lebih mahal)

Gili Trawangan : Bahasa Indonesia?

Foto Tersangka : Bude
Eh pada tau nggak sih sebenarnya Gili Trawangan itu apa?Dimana?dan ada apa disana? Bai banget kalo hari gini ngga tau Gili Trawangan. Tempat yang satu ini udah jadi inceran seluruh wisatawan dunia. Bangga banget bukan, Indonesia punya tempat yang udah istimewa di mata para wisatawan asing.

Saking istimewanya di mata wisatawan asing, Gili Trawangan hanya sedikit mempunyai wisatawan lokal. Waktu saya berkunjung kesana, wisatawan lokal bisa dhitung jumlah pake jari tangan ya, janga jari kaki. Sedikit sekali. Wisatawan asing berjubel-jubel liburan disini. Hampir saya menyangka kalau pulau ini bukan di Indonesia. Saya sedang berada di luar negeri yang para penjual cinderamata dan makanan berasal dari Indonesia (khayalan). Sungguh ini bukan pulau sembarang pulau. Pulau ini cantik, romantis, dan elegan sekali. Saya menggangap kalau pulau ini lebih eksostis dan glamour dari Bali. Lihat saja bahasa sehari-hari yang mereka gunakan.

Untuk membeli tahu goreng saja, saya harus berbahasa Inggris dengan seorang ibu asli Lombok (panggil : Bude). "Sepen thousands". "Seven thousands kali, Bude," begitu ia disapa oleh warga sekitar. Hampir semua masyarakat harus mampu berbahasa Inggris. Percakapan dalam Bahasa Inggris benar-bena menjadi penopang dalam mata encaharian mereka. Jasa penginapan, watersport, dan restoran sangat memerlukan komoditas masyarakat yang bisa berbahasa Inggris. Karena jika tidak, mereka tidak akan bisa berkomunikasi dengan para turis yang rata-rata berasal dari Italia dan Perancis.

Anehnya, wisatawan lokal selalu disapa dengan, "Selamat Pagi Indonesia!" oleh para penjaga resto. Saya seolah-olah mendapat sebuah ucapan spesial di negeri orang. Padahal yang mengucapkan kalimat tersebut orang Indonesia dan saya sedang berada di salah satu pulau di Indonesia.

Saya sempat berpikir, apakah bahasa Indonesia akan menjadi jarang digunakan oleh masyarakat Gili Trawangan, mengingat warga tersebut lebih dominan menggunakan Bahasa Sasak (sesama suku) dan Bahasa Inggris (percakapan dengan wisatawan asing).

Dieng : Too Sweet Too Forget

Juni 2011
Suhu udara mencapai 15 derajat. Kamar dimana saya beristirahat seperti dikelilingi 3 AC. Tidak dapat dibayangkan betapa dinginnya di luar ruangan. Waktu menunjukan pukul 4 pagi. Seperti yang sudah direncanakan sebelumnya kami akan berangkat melihat sunrise di Dieng.

Setelah semua bangun dan membawa perlengkapan menuju lokasi sunrise kami bersiap menuju lokasi. Sebenarnya sudah ada beberapa rombongan sudah ada yang jalan terlebih dahulu dan kami merasa kami akan terlambat untuk melihat sunrise. Namun, pemilik penginapan memberitahukan bahwa kami hanya membutuhkan waktu 20 menit dari penginapan menuju lokasi sunrise. Akhirnya, kami pun bergegas masuk ke mobil dan mtancap gas ke TKP.
Keadaan masih gelap diliputi kabut di sisi kiri kanan jalan. Kami mencoba mengikuti petunjuk jalan yang diberitahukan oleh penjaga penginapan. Semakin lama kok semakin sulit rute jalan yang kami lewati. Jalannya menanjak dan banyak batu serta berlubang. Jalan menyempit dan sesekali gas harus memaksa. Corolla tahun 89 seakan terkejut menerima cobaan yang berat di pagi itu. Sedan itu bagaikan mobil Strada yang beroda kecil. Jalur semakin gelap. Dengan keterbatasan alat penerangan yang kami punya, kami terus menelusuri jalur yang tidak berpenghuni sama sekali. Akhirnya, kami sampai di sebuah area yang di depannya benar-benar kosong tidak jelas.
Kami satu per satu turun dari mobil untuk mengecek jalur tersebut. Kami cukup dikecohkan oleh kabut pagi itu. Selama 15 menit kami stuck di area ini. Langit sudah terlihat lebih terang dari sebelumnya. Aduh sayang sekali kalau kami tidak sempat menikmati sunrise di Dieng. Akhirnya, ada sebuah cahaya mengarahkan pandangannya ke arah kami. Kami pun perlahan mendekati cahaya tersebut. Dan ternyata ada sekelompok mas-mas bersarung dan berkupluk. Segera kami bertanya area macam apa ini, hehe. Ternyata kami salah besar. Area tersebut bukanlah jalur menuju Sunrise melainkan area pertambangan Pertamina. Pantas saja sepinya minta ampun.
Tanpa menghabiskan waktu yang lebih banyak lagi, kami segera tancap gas, putar balik, dan mencari lokasi sunrise yang sesungguhnya. Layaknya orang asing, kami pun terus bertanya-tanya ke warga sekitar, dimana kami bisa melihat sunrise. Jalan terasa lebih mulus dari sebelumnya. (singkat cerita) Kami sampai di lokasi sunrise. 
Daerah di sekeliling tempat ini ditumbuhi dengan tanaman kentang yang daunnya terlihat seperti daun bayam. Kami pun langsung mendaki bukit dengan cekatan mengingat hari sudah mulai terang. Sampai di atas bukit cukup atas, kami menikati Sunrise Dieng walau dengan sedikit napas tergopoh-gopoh. Agung, supir handal, mengeluarkan kamera pocketnya dan kami pun berfoto-foto.
Tanaman Kentang

Setelah puas menikmati sunrise, kami turun dan menuju lokasi wisata berikutnya. Waktu kira-kira menunjukan pukul 8. Kami menuruni bukit dan kembali menumpangi mobil.
Corola 1989

Tempat wisata berikutya merupakan icon wisata Diengyaitu Telaga Warna (hijau). Jiwa petualang kami sangat besar disini. Kami pikir jalur dari wisata ini adalah jalan lurus yang bisa mengelilingi danau. ternyata, sudah ada jalur khusus yang disediakan oleh pengelola wisata utuk menikmati objek wisata ini. Waktu itu kami benar-benar mengelilingi danau dengan jarak beratus-ratus meter dengan trek rumput-rumput basah dan tanah agak becek. Ditambah lagi kami sampai mengunjungi sebuah pesanggrahan yang terlihat sangat keramat. 

Pesanggrahan

Rawa Basah

Tambang Belerang

Telaga Warna
Yang seharusnya pengunjung hanya membutuhkan waktu kurang lebih 15 menit untu berjalan santai disini, kami sukses menghabiskan waktu 1 jam untuk kembali ke tempat semula. Tetapi semua perjalanan entah salah atau benar, pasti selalu ada hikmahnya. Kalau saya dan kawan-kawan tidak kesasar, kami tidak akan mempunyai foto-foto menarik semacam ini, yang mungkin tidak pernah dimiliki oleh semua orang yang sudah pernah mengunjungi Telaga Warna.

Kami pun berkunjung ke Kawah Singkidah dan Candi Arjuna setelah mengunjungi Telaga Warna



Candi Arjuna

Thanks to: Hafiz (kiri), Asthari (kanan), dan Agung (paling kanan). Guys... You're The Best !

Dieng : Unik !


Juni 2011

"Dieng itu unik. Hampir mirip puncak. Tapi kayanya gw gak pernah ke puncak (tempat wisata bukan puncak gunung) yang lingkungannya sedingin ini. Masyarakat disini selalu pake jaket tebal, sarung, atau kain apa aja yg bisa menghangatkan tubuh".
Perjalanan menuju Dieng bener-bener kaya naik turun kehidupan. Untuk menuju lokasi, gw naik mobil selama 3 jam, Jogja-Wonosobo. Harus banget ada orang-orang yg bisa nyiptain candaan-candaan yg tentunya gak bikin garing garing suasana. Pas banget ujan deres banget waktu itu. Kabut, jalan nanjak, tikungan sempit, dan dingin, semakin menambah keseruan perjalanan ke Dieng.

Keadaan suram perlahan membaik. Kita bisa menikmati pemandangan kabut yg mengatasi tumpukan pepohonan hijau dan hamparan sengkedan nan cantik. Sore hari indah kali Dieng ini. Semakin ke atas semakin dingin. Jalan udah kaya gak ada ujungnya. Untungnya Agung sebagai supir handal berhasil melewati tantangan-tantangan yg ada.

Tujuan awal kita ke Dieng adalah mencari penginapan Bu Djono (info dr temen). Mencari penginapan Bu Djono tidak semudah membalikan kambing ke kandangnya. Bu Djono mirip buronan Nusakambangan, dicari-cari susahnya minta ampun. Ternyata, penginapan Bu Djoni, eh Bu Djono itu letaknya strategis bgt. Letaknya ga jauh dari lokasi wisata Dieng. Dan penginapan Bu Djono sebenernya cuma buat patokan aja kalo kita udah deket lokasi wisata Dieng, ngok.

Kita ga nginep di Bu Djono. Penginapan Bu Djono kurang menarik tampak luar. Akhirnya kita menginap di belakang Bu Djono yaitu Dieng Pass. Pas banget nyamannya dan harganya. Ber-4 200rb. Ada TV, air anget, dan selimut pastinya.

Sampai di Dieng, kita bingung mau kemana karena hari udah menjelang magrib. Akirnya cuma jalan-jalan kaki ga jelas sama makan. Dan untuk pertama kalinya dalam sebuah perjalanan gw tidur kaya anak SD yg bsok pagi mau berangkat sekolah. Jam 8 gw udah tidur.cck. Padahal kalo di Jakarta atau Jogja, jam 8 malam kita baru "bangun". Mau tahu alasannya?

Udara di Dieng malam hari sangat dingin. Aktivitas masyarakat pun berhenti lebih cepat dibanding kota-kota lain.  Listrik di jalan juga terbatas. Ditambah lagi tidak ada ATM untuk transaksi uang cepat. Yang ada kantor pos sama mas-mas ganteng kuplukan sama sarungan. Begitulah alasannya. Dan kita pun tidur sesekali terbangun liat jam,"Astaga baru jam 12 malam, kirain jm 4 subuh!!"

Singapur : "Semua Indah Pada Waktunya"

ION Mall merupakan salah satu mall terbesar di Singapur. Tepat di Orchard Road (orang Indonesia sering punya foto di plang Orchard Road untungnya gw lupa untuk foto disana, haha), Ion Mall dan berbagai macam tempat shopping  berdiri untuk menarik perhatian masyarakat Singapur dan tentunya wisatawan asing. Kita bisa menemukan berbagai jenis mall dengan isi yang beragam.

Mulai dari barang-barang fashion bermerk sampe barang-barang aneh yang dipajang tapi tidak untuk dijual. Terus buat apa kalo ga dijual? Itu dia gw jg bingung. Jadi, waktu itu gw masuk ke sebuah cooking tools shop atau alat-alat masak (ribet bgt pake bahasa Inggris). 
Cooking Tools Shop
Alat-alat masaknya unik-unik banget. Aapalgi peralatan makan yg bentuknya bikin jadi malas pake piringnya, sendoknya, gelasnya, saking uniknya. Terus nyokap gw nyuruh gw buat nanya harga ke penjaga tokonya. Terus doi bilang,”This is not for sale, we only put this for sight seeing”. Krik-krik…cape deh dalam hati. Jadi itu kaya semacam pameran aja padahal tempatnya bener-bener kaya toko jualan.

Saking canggihnya Mall di Singapur ada yang punya jalan bawah tanah untuk tembus ke mall lainnya. Kerjasama dagang yang sangat cerdas. Sebenarnya eksperimen mencoba jalan bawah tanah ini gw temukan atas dasar ketidaksengajaan bersama kakak dan adik gw. Agak konyol sih kalo diingat.

Waktu itu bokap dan nyokap lagi berada di sebuah toko baju. Mereka lama banget di toko itu. Gw sama pasukan udah bosaaan banget nunggu mereka. Akhirnya, kita muter-muter di lantai yang sama. Pas balik kesana, kami tidak menemukan orangtua kami *mata berbinar*. Was-was deh mereka kemana. Yang paling buat gw khawatir adalah ortu gw ga tau bahasa Inggris. Paling bokap Cuma tau, Excuse me, itu aja dibecandaiin sama dia jadi,”Kyusmi”. Waduh kacau-kacau gimana caranya nemuin mereka. Gw udah bolak-balik ke toko trakir ketemu mereka sampai diliatin sama SPG-nya. Mereka ngga ada juga.

Akhirnya, gw berinisiatif untuk lapor ke information, bilang kalo nyokap sama bokap gw ilang. “Can you help me? My parents have lost in this mall”. Mas-mas information-nya kaya artis Korea gitu, imut-imut. Dia blg,”Where did you meet them last?”. “In TOPSHOP”. “Okay, can you write your name, and your parents’ name?”. Dia ngeluarin kertas secarik, dan gw nulis data diri.

Alat komunikasi ! Handphone handphone, yaampun nyokap kan bawa HP, tapi nomernya bukan nomer Singapur. Mati daaaahhh, gimana hubunginnya. Stuck, parah. Mereka dimanaaa???
Information boy tadi cuma blg, nanti saya akan kirim email ke lantai dasar siapa tahu mereka juga dapet laporan keilangan jg. Buset pake email segala. Kalo di Indonesia tinggal diumumin satu Mall khan. Rebeeek. Di Singapur ngga ada tuh pengumuman Masjid macam itu, hahaha.  Pada saat-saat seperti ini, gw kangen orang-orang Indonesia yg punya rasa empati berlebih, hiks.

Udah 2 jam kurang gw muter-muter mall ini sampe keluar mall, masuk lg, keluar lg, masuk lg. Akhirnya, gw coba Tanya ke bagian informasi lantai 1. Ternyata mereka udah tau gw siapa. “Oh, you are Stenisia, right?” (terkenal bgt gw). “Yes, we have an email that says you have lost your parents aound here”. Iyaaa.. pinterrr bgt deh lo (pengen ngomong kaya gt tapi ga enak, haha).

Kalo tadi mirip artis Korea, sekarang yg ngomong sama gw kaya saudara jauhnya Syahrukhan . Singapur bener-bener kumpulan imigran deh. Petugas informan ini baik banget. Dia kaya ngerti perasaan GUE BANGET yg lg keilangan induk. Dia sampe nelpon ke hotel dimana gw stay. Dan bodohnya gw ngga tau alamat hotel gw. Yg gw tau Cuma nama hotelnya. Habis gw piker, hotel itu Cuma ada satu di Singapur. Ternyata cabanganya berpuluh-puluh. Eaaa… pengen jedotin kepala rasanya. Garuk tembok, emaaaaaakkkk bapaaak dimaanaaah!

 Gw bilang beberapa tempat yg berdekatan dgn hotel Bencoolen, hotel dimana gw menginap.  Wah, hebat si Syahrukhan kw 5 nemuin hotel gw. Akhirnya dia nelpon dan blg kalo slah satu pengunjungnya lg tersesat disini. Gw lupa deh sebenernya buat apa si Syahrukhan nelpon ke hotel. Sama sekali tidak menemukan solusi. Intinya adalah solusi bisa terpecahkan hanya dengan 2 cara : Pertama, nyokap bokap lapor ke information center, nyebutin nama gw dan pasti mereka langsung bisa menemukan gw. BAHASA INGGRIS GA BISA, TAMAT cara pertama. Cara Kedua, percaya aja kalo “Semua itu Indah Pada Waktunya”.hahaha

Waktu berjalan… gw udah bosen ditanya-tanya sama Syahrukhan. Nyokap bokap ngga kunjung dateng. Akhirnya, gw bersama pasukan perempuan tangguh (kakak, gw, dan adik) cabut dari mall. Kita nyamperin mobil travel yg udah janjian ketemu jam 5 di sebrang mall. Dengan muka lelah kita curhat sama si supir, orang Melayu asli. 20 menit kemudian…. gw berasa ngeliat sepasang pelari tangguh yang segera akan melewati 
garis finish. Mereka adalah nyokap bokap gw…. Jalan menuju ke arah mobil, haha.

Mereka pun curhat tentang kegagalan mereka mencari kita dan sekali lagi semua memang indah pada waktunya bukaaaaan??? Mom and Dad... You're The BEST !




Jalan-jalan sebelum akhirnya terpisah


Tambahan:
-          Kita muter-muter di lantai bawah ION Mall sampai akhirnya muncul di mall lain, aneh bgt.
-          Bokap sampe ngerokok di pinggir jalan, pikirnya siapa tahu kita lewat . Padahal kita dengan setia nunggu di dalam Mall.
-          (peristiwa di hari lain) Bokap cuma bawa SG$ 2 ke Circle K buat beli rokok. Harga rokok SG$ 10 paling murah. Bokap melangkah keluar dengan pasrah. Yes, bokap ga bisa ngerokok.hehehe.