"Journey, it's not about where you go, where you stay, but how you enjoy it with or without friends. Be grateful" - Mine

Sabtu, 06 Agustus 2011

Morotai: 'Tete'?

Morotai ( Timur Laut)
Morotai merupakan salah satu pulau terluar Indonesia yang berbatasan dengan Filipina. Morotai merupakan tempat kelahiran ibu saya. Saya juga agak bingung bagaimana ibu saya yang waktu itu masih gadis dan pedalaman, bisa punya pikiran untuk merantau ke Jakarta. Jarak dari Morotai ke Jakarta jauh dan tidaklah mudah untuk sampai ke pulau ini. Terlebih lagi untuk mereka yang tidak kuat berjam-jam berada di kapal yang jauh lebih kecil dari kapal Ferry. 

Perjalanan ke Morotai saya lakukan saat saya masih kelas 3 SD. Rute yang paling sering ditempuh untuk sampai di Morotai adalah jalur laut via Tobelo. Kebetulan, Tobelo adalah kota kelahiran ayah saya. Jadi, semua itu seperti sudah ditentukan Tuhan. Untuk sampai ke tempat kelahiran Ibu saya harus melalui tempat kelahiran Ayah saya, hehe.

Dari kota Tobelo, saya menumpangi sebuah kapal dengan daya tampung 12 orang. Langit masih gelap. Kira-kira jam 5 subuh kapal bergerak mengikuti arus lautan. Dilihat dari daya tampungnya, bisa dibayangkan sebesar apa kapal ini. Belum lagi ditambah barang-barang penumpang. Kapal ini pun terasa padat sekali. Kapal juga tidak seluruhnya beratap. Hanya ada ruang kecil beratap, yaitu tempat setir kapal. Matahari mulai bergerak menerangi lautan. Mata saya pun terbuka karena silaunya sinar matahari yang menyorot kapal kami. Sekitar jam 9, kulit saya mulai memerah. Saya pun berlindung ke tempat setir kapal untuk sebentar menghindar dari matahari yang membakar laut pagi menjelang siang itu.

sumber: internet
Saat terindah di kapal kecil itu adalah saya merasa dekat sekali dengan laut. Tapi terkadang timbul keparnoan akan binatang laut yang bisa menyerbu saya (pikiran anak kecil). Saya senangnya menurunkan tangan ke air laut dan sesekali melihat ikan-ikan berenang bebas di laut. Pokoknya untuk anak seumur saya, gambaran tentang ikan di laut yang cuma bisa dilihat di buku pelajaran atau majalah bobo menjadi kenyataan. Karena kapal kecil, ombak pun sangat terasa bahkan terkadang air tampias ke dalam kapal.

Setelah 5 jam berlalu, kapal pun menemukan labuhannya. Saya disambut dengan nenek dan keluarga yang mungkin sudah lama merendam kaki mereka di pinggir pantai. Saya lupa bagaimana ekspresi saya ketika disapa oleh keluarga di morotai. Yang pasti saya sangat kaku karena saya belum pernah bertemu mereka sebelumnya. Dan saya pun merasa sangat berbeda dengan mereka. Ibaratnya, badan saya bau permainan canggih anak Jakarta, mereka bau laut. 

Mereka sama sekali tidak tersentuh dengan hal-hal yang saya alami di Jakarta.Televisi saja cuma ada 1 di rumah Kepala Desa. Kalau mau nonton juga ngga bisa. Isinya bapak-bapak semua. Yang bikin beda lagi adalah warna kulit saya. Sepertinya semua mata tertuju kepada saya. Betul-betul seperti orang asing saat itu. Meskipun kehidupan sederhana, mereka betul-betul menikmatinya.

Saya yang pendiam terkadang hanya terpaku duduk melihat anak-anak asik bermain. Saya hanya bisa diam karena saya tidak mengerti apa yang mereka lakukan. Mereka mengambil lidi dan menusuk-nusukan lidi itu ke lubang pasir di pinggir pantai. Apa coba? Tusuk-tusuk lidi. Ternyata setelah beberapa lama mengamati (lemah otak), saya baru mengerti kalau mereka sedang merayu ‘katang’ atau disebut dengan kepiting. Lidi itu menarik perhatian kepiting untuk keluar dari dalam lubangnya. Setelah kepiting keluar, mereka pun mulai mempermainkan kepiting-kepiting kecil itu. Ada yang diadu, ada yang diiket pake tali kaya mobil-mobil kalo di Jakarta, ccckk.

Listrik masih sangat kurang. Setiap malam, masyarakat hanya berharap penerangan dari lilin yang biasanya dibuat dari kaleng coca-cola. Kaleng tersebut yang ditaro minyak dan sumbu. Dan asap dari lilin semacam itu bisa menghitamkan kulit. Jadi kalau pas bangun tidur, muka atau lubang hidung agak hitam ngga usah tanya kenapa, hehe. Yang membuat saya lebih terkejut adalah babi-babi berkeliaran bagai kucing di pinggir jalan. Yaampun, serem banget babi itam-itam kecil gitu berbaris lewat di tengah jalan. Takut banget diseruduk. Apalagi kalo malem-malem, keluar ga ada lampu, terus ada babi lewat, takut banget.

Nah, ada kebiasaan yang kurang baik meskipun itu memang sudah menjadi adat orang sana. Waktu itu kami sempat mengadakan ibadah di rumah. Setelah pendeta berkhotbah dan ibadah selesai, acara makan-makan pun dimulai. Tidak hanya makan-makan tentunya, pasti ada minum-minumya. Pendeta yang abis berkhotbah juga langsung mabok di tempat. Rumah nenek saya pun berubah sesaat seperti bar. Meja-meja digelar, perempuan dan laki-laki bermain kartu dan lainnya bermain Mahjong dengan minuman di kiri kanan mereka. Saya ingat sekali saya hanya bisa melihat dan terdiam. Ngga pernah ada di Jakarta, kalo abis berdoa langsung mabok-mabok. Dan perlu diketahui bahwa minuman khasnya bernama Cap Tikus.

Cap tikus ngga cuma ada di Maluku tapi juga di Manado. Saya kurang tau kenapa disebut cap tikus. Tapi yang jelas, kalo kebanyakan minum cap tikus bisa bikin mati. Ibaratnya kaya obat racun untuk tikus. Karena cairannya membakar paru-paru.

Pada dasarnya, Cap Tikus berasal dari Pohon Saguer atau Aren yang tumbuh di hutan. Air dari buah dan batang Saguer dimasak dalam tabung-tabung. Saya sempat bermain ke hutan dan melihat Alm. kakek menyuling air saguer. Awalnya air berwarna keruh. Air tersebut bisa disuling berhari-hari, hingga nanti akhirnya bisa berubah menjadi jernih, sejernih air putih. Kakak saya pernah sedikit mencoba karena dia pikir itu air putih. Sedikit saja sudah bikin pusing apaagi satu gelas penuh bahkan bergelas-gelas.

Dan ternyata lagi, dulu kakek saya punya 12 ekor anjing. Mereka diurus menjadi anjing-anjng tangguh pemburu babi hutan. Tapi karena faktor kebutuhan manusia, anjing pun juga ikut disantap. Oia, saya tidak pernah memanggil kakek dengan panggilan kakek, melainkan ‘Tete’. Oops.. jgn berpikir jorok Memang kita orang maluku memanggil kakek dengan kata ‘Tete’. Jadi buat yang nanti sampai di Maluku, jangan kaget kalo ada orang ngomong:”Tete saya”. Aneh sih di pendengaran, apalagi kalo perempuan yang ngomong, hehehe.

Morotai mungkin akan lebih diperhatikan setelah pemerintah mengadakan Sail Morotai tahun depan. Dari berita yang ada, pemerintah akan mengeluarkan dana besar untuk memperbesar daya listrik di Morotai. Saya berharap tahun depan bisa datang kesana dan mengembalikanmemori kecil di Desa Leo-Leo, Morotai Selatan.

Papua: Cerita Sederhana dari Kota Sorong



Juni 2009


Di tahun 2009, Raja Ampat belum begitu tenar seperti sekarang. Acara jalan-jalan dan majalah travelling belum banyak menyoroti tempat ini. Saya juga sangat kurang informasi mengenai Raja Ampat. Maka dari itu, ketika saya ke Sorong, saya tidak mempunyai keinginan yang besar untuk mengunjungi Raja Ampat. Ditambah lagi, cuaca di Sorong kurang baik karena hujan terus mengguyur kota yang hanya memiliki satu KFC ini. Tante saya bilang waktu KFC pertama kali buka franchise di Sorong, orang-orang bela-belain ngantri sampe malam. Antreannya panjang sampe keluar KFC. Mereka sangat antusias dengan makanan baru ini. 

Banyak yang berpikir kalo kita menyebut Papua pasti langsung mengarah kepada sebuah pulau yang masih primitif. Padahal Papua dimana Suku Asmat dan Suku Dani tinggal, berbeda jauh dengan Papua Barat. Jadi, Pulau Irian Jaya itu terdiri dari dua provinsi, yaitu Provinsi Papua Barat (Irian Jaya Barat), ibukota Sorong dan Propinsi Papua Timur atau Papua. Nah, masyarakat Suku Dani dan Asmat hidupnya di Papua. Wah, pokoknya kalau mau kesana perjalanannya dari Jakarta-Makasar-Sorong-Wamena dan ditambah jalur laut lainnya, hehe.

Di Sorong, perumahan tidak begitu padat. Pasti selalu ada tanah-tanah kosong yang terbuka untuk diolah. Di kota ini, saya bertemu dengan keluarga yang udah 8 tahun ngga ketemu. Ada tiga keluarga ibu saya yang tinggal disana. Anak pertama saya panggil dengan Mama Tua (Matua) Marice, Anak kedua saya panggil dengan Papa Tua (Patia) Iman, dan yang terakhir Papa Ade (Pade) Andris. Mereka bertiga merantau ke dari Mortai ke Sorong.

Matua Marice adalah anak tertua di keluarga ibu saya. Dia punya 6 anak dan semuanya sudah menikah. Matua yang satu ini berwatak keras. Keliatan sih dari mukanya, agak garang, hehe. Kalo kata ibu saya, dia itu Tukang Pukul. Kalo suaminya pulang ke rumah mabok-mabok, dia pasti langsung pukul suaminya. Sayangnya, yang namanya baku pukul dan baku hantam antar suami istri itu tidak terlalu menjadi sorotan tetangga. Serem sih, tapi istri-istri menjadi keras kanga dianggap wajar aja soalnya suaminya juga bandel (belum cukup umur untuk ngomong hal ini).

Matua sangat suka cerita dan bercanda. Matua bertanya-tanya kepada saya,"Ade..ko (kamu) pake apa itu di gigi?". "Ini namanya kawat gigi, ma". "Apa?Kenapa gigi dikasi kawat?". "Supaya rapi ma". "Yah tara (tidak) usah sudah, pake-pake bagitu (begituan), ko copot saja nanti ganti sama gigi babi".hahaha. Dalam hati, frontal abis nih orang ngomongnya, haha. Dia pernah cerita, suatu kali, dia turun dari kapal dan salah membawa tas. Tas yang dia ambil tas Pak Haji. Isinya Al-quran sama sorban. Inti isi ceritanya cuma marah-marah sama ngejek Pak Haji (maaf).haha

Nah, kalo Patua Iman, beda lagi ceritanya. Hobinya bikin anak. Sumpah deh, anaknya udah 12. Padahal terakir kali ketemu sama dia, aaknya masih 6,haha. Istrinya berbadan lebar dan luas. Sangat pas menjadi ibu rumah tangga dengan anak 12,haha. Umur tiap anaknya juga cuma beda setahun sampe dua tahun aja. Terus saya bingung gitu ngapalin namanya. Udah mukanya mirip-mirip. Ditambah lagi, anak pertamanya udah punya anak. Jadi dia udah punya cucu juga, terus tinggal disitu juga. Saya nyesel banget semua foto saya bersama anak-anaknya ilang di kamera digital, huh.

Kalo Pade Andris, dia adalah anak lelaki terkecil di keluarga ibu. Saya tinggal di rumahnya selama di Sorong. Istri dari Pade Andris adalah orang Ambon asli. Makin berwarna aja deh keluarga saya. Karena bahasa orang Ambon beda lagi sama Papua dan Maluku Utara. Ah.. pusing, haha. Selama disana saya apa adanya aja deh pake bahasa Indonesia. Pade memutuskan untuk tinggal di Sorong karena gaji yang besar dalama pekerjaannya disini.

Meskipun pendapatan terjamin, biaya kehidupan jadi kena dampaknya. Harga pakaian dan makanan lebih mahal dibanding Jakarta. Untuk biaya warnet 15.000 per jam. Saya shock banget pas dikasitau tarifnya segitu. Untung saya bisa menahan main internet wak tu disana dan memilih untuk menggunakan pulsa handphone aja.

Waktu itu saya mau pergi ke toko pakaian mirip Ramayana di Jakarta. Tante saya bilang nanti kita naik taksi saja. Dalem hati, bagus deh naik taksi soalnya siang itu lagi terik. Pas udah nyebrang jalan. Saya perhatiin kok ngga ada taksi satu pun yang lewat. Setelah beberapa menit, tante saya memberhentikan angkot. Dan dia mengajak saya naik. Terus saya nanya sama tante kenapa kita ngga jadi naik taksi. Dia ketawa dan bilang, "Ampuuun... kitorang disini bilang angkutan umum itu taksi, ya seperti ini". Rasanya pengen lompat ke danau pas tau Taksi itu ternyata Angkot,haha. Angin sepoi-sepoi di Taksi ala Papua. Saya tersenyum melihat coretan-coretan spidol di Taksi yang ngga jauh berbeda sama tulisan-tulisan alay di angkot Jakarta.

Selama disana, saya berkunjung ke Tanjung semacam pantai dan tempat usaha karaoke om saya yang punya ruang cukup mewah (dilengkapi Kulkas dan Kamar Mandi di dalamnya).

Maluku: Berhari-hari di dalam Kapal Laut

Dari kecil sebenarnya saya sudah terbiasa untuk melakukan perjalanan jauh apalagi untuk sampai ke Maluku, tempat kelahiran orang tua saya. Sewaktu saya masih kelas 3 SD (1998), saya sekeluarga pergi ke Maluku untuk berlibur. Saat itu harga pesawat masih mahal dan keuangan kami sangat terbatas. Akhirnya, kami menumpangi Kapal Ceremai dari Tanjung Priok menuju Ternate, Halmahera Utara. Berapa lama watu yang saya habiskan untuk tiba di Ternate? 5 hari saya terkungkung di dalam kapal tersebut.

Meskipun perjalanan sangat lama, saya senang menikmati perjalanan tersebut. Beda sekali di waktu sekarang ini.   Kita cepat merasa bosan untuk beberapa jam saja menyebrang dengan Kapal Ferry. Atau bahkan untuk beberapa jam saja dengan pesawat. Seperti yang pernah saya rasakan ketika perjalanan menuju Sorong, Papua. Saya harus transit ke Bandara Sultan Hassaudin dan menunggu pesawat yang delay beberapa jam. Total perjalanan 5 jam untuk sampai di Sorong dengan pesawat.

Saya ingat sekali bagaimana keadaan kelas ekonomi di kapal 12 tahun silam. Tempat tidurnya mirip seperti kursi kereta ekonomi luar kota hanya lebih empuk di punggung. Posisi tidurnya macam di asrama-asrama. Hati-hati salah tidur, bisa jadi salah peluk istri atau suami orang lain. Maka dari itu setiap penumpang biasanya memberikan batas-batas antar penumpang yang lain misalnya dengan menggunakan kardus barang.

Saat-saat yang paling tidak menyenangkan adalah ketika ombak sedang asyik mengombang-ambingkan kapal. Biasanya anak-anak yang lebih kecil dari saya malah lari-larian di kapal. Saya memilih untuk duduk dan menonton mereka saja. Saya sempat mabok dan muntah. Selain itu, kamar mandi kelas ekonomi memang begitu adanya. Selalu tidak bisa membiarkan hidung menjadi senang dengan wanginya. Bayangin aja, orang satu dek kapal mandi dan melakukan hal lainnya disitu. Hal lain yang menyebalkan adalah ketika kita antre untuk mengambil makanan yang diberikan gratis dari kapal. Meskipun saya ditemani dengan orang tua saya, saya tetap merasa risih dengan orang-orang bertampang seram dan suara keras (maklum orang Timur). Apalagi kalo mereka udah mulai menaikan nada suara mereka gara-gara ada yang nyerobot ngantre. Rasanya badan ini ingin tersedot ke dalam mulut orang-orang itu.

Meskipun untuk beberapa hari saya harus merasakan hal-hal yang tidak menyenangkan di atas, hati ini selalu tenang dan senang ketika keluar dari dek di sore hari menjelang matahari terbenam. Angin kencang dan laut biru adalah suasana yang selalu membuat saya rindu untuk menumpangi kapal laut. Hanya ada saya dan kapal yang membawa saya menikmati Awan, Langit, Laut, Bukit-Bukit serta Gunung yang begitu cantik di hari senja. Bau laut dan mesin kapal yang khas juga selalu mengingatkan saya terhadap perjalanan dengan kapal laut untuk pertama kalinya 12 tahun silam.

(nb: sesekali saya menyusup dan menikmati panggung musik yang biasa hanya bisa dinikmati oleh mereka yang membayar lebih mahal)

Gili Trawangan : Bahasa Indonesia?

Foto Tersangka : Bude
Eh pada tau nggak sih sebenarnya Gili Trawangan itu apa?Dimana?dan ada apa disana? Bai banget kalo hari gini ngga tau Gili Trawangan. Tempat yang satu ini udah jadi inceran seluruh wisatawan dunia. Bangga banget bukan, Indonesia punya tempat yang udah istimewa di mata para wisatawan asing.

Saking istimewanya di mata wisatawan asing, Gili Trawangan hanya sedikit mempunyai wisatawan lokal. Waktu saya berkunjung kesana, wisatawan lokal bisa dhitung jumlah pake jari tangan ya, janga jari kaki. Sedikit sekali. Wisatawan asing berjubel-jubel liburan disini. Hampir saya menyangka kalau pulau ini bukan di Indonesia. Saya sedang berada di luar negeri yang para penjual cinderamata dan makanan berasal dari Indonesia (khayalan). Sungguh ini bukan pulau sembarang pulau. Pulau ini cantik, romantis, dan elegan sekali. Saya menggangap kalau pulau ini lebih eksostis dan glamour dari Bali. Lihat saja bahasa sehari-hari yang mereka gunakan.

Untuk membeli tahu goreng saja, saya harus berbahasa Inggris dengan seorang ibu asli Lombok (panggil : Bude). "Sepen thousands". "Seven thousands kali, Bude," begitu ia disapa oleh warga sekitar. Hampir semua masyarakat harus mampu berbahasa Inggris. Percakapan dalam Bahasa Inggris benar-bena menjadi penopang dalam mata encaharian mereka. Jasa penginapan, watersport, dan restoran sangat memerlukan komoditas masyarakat yang bisa berbahasa Inggris. Karena jika tidak, mereka tidak akan bisa berkomunikasi dengan para turis yang rata-rata berasal dari Italia dan Perancis.

Anehnya, wisatawan lokal selalu disapa dengan, "Selamat Pagi Indonesia!" oleh para penjaga resto. Saya seolah-olah mendapat sebuah ucapan spesial di negeri orang. Padahal yang mengucapkan kalimat tersebut orang Indonesia dan saya sedang berada di salah satu pulau di Indonesia.

Saya sempat berpikir, apakah bahasa Indonesia akan menjadi jarang digunakan oleh masyarakat Gili Trawangan, mengingat warga tersebut lebih dominan menggunakan Bahasa Sasak (sesama suku) dan Bahasa Inggris (percakapan dengan wisatawan asing).

Dieng : Too Sweet Too Forget

Juni 2011
Suhu udara mencapai 15 derajat. Kamar dimana saya beristirahat seperti dikelilingi 3 AC. Tidak dapat dibayangkan betapa dinginnya di luar ruangan. Waktu menunjukan pukul 4 pagi. Seperti yang sudah direncanakan sebelumnya kami akan berangkat melihat sunrise di Dieng.

Setelah semua bangun dan membawa perlengkapan menuju lokasi sunrise kami bersiap menuju lokasi. Sebenarnya sudah ada beberapa rombongan sudah ada yang jalan terlebih dahulu dan kami merasa kami akan terlambat untuk melihat sunrise. Namun, pemilik penginapan memberitahukan bahwa kami hanya membutuhkan waktu 20 menit dari penginapan menuju lokasi sunrise. Akhirnya, kami pun bergegas masuk ke mobil dan mtancap gas ke TKP.
Keadaan masih gelap diliputi kabut di sisi kiri kanan jalan. Kami mencoba mengikuti petunjuk jalan yang diberitahukan oleh penjaga penginapan. Semakin lama kok semakin sulit rute jalan yang kami lewati. Jalannya menanjak dan banyak batu serta berlubang. Jalan menyempit dan sesekali gas harus memaksa. Corolla tahun 89 seakan terkejut menerima cobaan yang berat di pagi itu. Sedan itu bagaikan mobil Strada yang beroda kecil. Jalur semakin gelap. Dengan keterbatasan alat penerangan yang kami punya, kami terus menelusuri jalur yang tidak berpenghuni sama sekali. Akhirnya, kami sampai di sebuah area yang di depannya benar-benar kosong tidak jelas.
Kami satu per satu turun dari mobil untuk mengecek jalur tersebut. Kami cukup dikecohkan oleh kabut pagi itu. Selama 15 menit kami stuck di area ini. Langit sudah terlihat lebih terang dari sebelumnya. Aduh sayang sekali kalau kami tidak sempat menikmati sunrise di Dieng. Akhirnya, ada sebuah cahaya mengarahkan pandangannya ke arah kami. Kami pun perlahan mendekati cahaya tersebut. Dan ternyata ada sekelompok mas-mas bersarung dan berkupluk. Segera kami bertanya area macam apa ini, hehe. Ternyata kami salah besar. Area tersebut bukanlah jalur menuju Sunrise melainkan area pertambangan Pertamina. Pantas saja sepinya minta ampun.
Tanpa menghabiskan waktu yang lebih banyak lagi, kami segera tancap gas, putar balik, dan mencari lokasi sunrise yang sesungguhnya. Layaknya orang asing, kami pun terus bertanya-tanya ke warga sekitar, dimana kami bisa melihat sunrise. Jalan terasa lebih mulus dari sebelumnya. (singkat cerita) Kami sampai di lokasi sunrise. 
Daerah di sekeliling tempat ini ditumbuhi dengan tanaman kentang yang daunnya terlihat seperti daun bayam. Kami pun langsung mendaki bukit dengan cekatan mengingat hari sudah mulai terang. Sampai di atas bukit cukup atas, kami menikati Sunrise Dieng walau dengan sedikit napas tergopoh-gopoh. Agung, supir handal, mengeluarkan kamera pocketnya dan kami pun berfoto-foto.
Tanaman Kentang

Setelah puas menikmati sunrise, kami turun dan menuju lokasi wisata berikutnya. Waktu kira-kira menunjukan pukul 8. Kami menuruni bukit dan kembali menumpangi mobil.
Corola 1989

Tempat wisata berikutya merupakan icon wisata Diengyaitu Telaga Warna (hijau). Jiwa petualang kami sangat besar disini. Kami pikir jalur dari wisata ini adalah jalan lurus yang bisa mengelilingi danau. ternyata, sudah ada jalur khusus yang disediakan oleh pengelola wisata utuk menikmati objek wisata ini. Waktu itu kami benar-benar mengelilingi danau dengan jarak beratus-ratus meter dengan trek rumput-rumput basah dan tanah agak becek. Ditambah lagi kami sampai mengunjungi sebuah pesanggrahan yang terlihat sangat keramat. 

Pesanggrahan

Rawa Basah

Tambang Belerang

Telaga Warna
Yang seharusnya pengunjung hanya membutuhkan waktu kurang lebih 15 menit untu berjalan santai disini, kami sukses menghabiskan waktu 1 jam untuk kembali ke tempat semula. Tetapi semua perjalanan entah salah atau benar, pasti selalu ada hikmahnya. Kalau saya dan kawan-kawan tidak kesasar, kami tidak akan mempunyai foto-foto menarik semacam ini, yang mungkin tidak pernah dimiliki oleh semua orang yang sudah pernah mengunjungi Telaga Warna.

Kami pun berkunjung ke Kawah Singkidah dan Candi Arjuna setelah mengunjungi Telaga Warna



Candi Arjuna

Thanks to: Hafiz (kiri), Asthari (kanan), dan Agung (paling kanan). Guys... You're The Best !

Dieng : Unik !


Juni 2011

"Dieng itu unik. Hampir mirip puncak. Tapi kayanya gw gak pernah ke puncak (tempat wisata bukan puncak gunung) yang lingkungannya sedingin ini. Masyarakat disini selalu pake jaket tebal, sarung, atau kain apa aja yg bisa menghangatkan tubuh".
Perjalanan menuju Dieng bener-bener kaya naik turun kehidupan. Untuk menuju lokasi, gw naik mobil selama 3 jam, Jogja-Wonosobo. Harus banget ada orang-orang yg bisa nyiptain candaan-candaan yg tentunya gak bikin garing garing suasana. Pas banget ujan deres banget waktu itu. Kabut, jalan nanjak, tikungan sempit, dan dingin, semakin menambah keseruan perjalanan ke Dieng.

Keadaan suram perlahan membaik. Kita bisa menikmati pemandangan kabut yg mengatasi tumpukan pepohonan hijau dan hamparan sengkedan nan cantik. Sore hari indah kali Dieng ini. Semakin ke atas semakin dingin. Jalan udah kaya gak ada ujungnya. Untungnya Agung sebagai supir handal berhasil melewati tantangan-tantangan yg ada.

Tujuan awal kita ke Dieng adalah mencari penginapan Bu Djono (info dr temen). Mencari penginapan Bu Djono tidak semudah membalikan kambing ke kandangnya. Bu Djono mirip buronan Nusakambangan, dicari-cari susahnya minta ampun. Ternyata, penginapan Bu Djoni, eh Bu Djono itu letaknya strategis bgt. Letaknya ga jauh dari lokasi wisata Dieng. Dan penginapan Bu Djono sebenernya cuma buat patokan aja kalo kita udah deket lokasi wisata Dieng, ngok.

Kita ga nginep di Bu Djono. Penginapan Bu Djono kurang menarik tampak luar. Akhirnya kita menginap di belakang Bu Djono yaitu Dieng Pass. Pas banget nyamannya dan harganya. Ber-4 200rb. Ada TV, air anget, dan selimut pastinya.

Sampai di Dieng, kita bingung mau kemana karena hari udah menjelang magrib. Akirnya cuma jalan-jalan kaki ga jelas sama makan. Dan untuk pertama kalinya dalam sebuah perjalanan gw tidur kaya anak SD yg bsok pagi mau berangkat sekolah. Jam 8 gw udah tidur.cck. Padahal kalo di Jakarta atau Jogja, jam 8 malam kita baru "bangun". Mau tahu alasannya?

Udara di Dieng malam hari sangat dingin. Aktivitas masyarakat pun berhenti lebih cepat dibanding kota-kota lain.  Listrik di jalan juga terbatas. Ditambah lagi tidak ada ATM untuk transaksi uang cepat. Yang ada kantor pos sama mas-mas ganteng kuplukan sama sarungan. Begitulah alasannya. Dan kita pun tidur sesekali terbangun liat jam,"Astaga baru jam 12 malam, kirain jm 4 subuh!!"

Singapur : "Semua Indah Pada Waktunya"

ION Mall merupakan salah satu mall terbesar di Singapur. Tepat di Orchard Road (orang Indonesia sering punya foto di plang Orchard Road untungnya gw lupa untuk foto disana, haha), Ion Mall dan berbagai macam tempat shopping  berdiri untuk menarik perhatian masyarakat Singapur dan tentunya wisatawan asing. Kita bisa menemukan berbagai jenis mall dengan isi yang beragam.

Mulai dari barang-barang fashion bermerk sampe barang-barang aneh yang dipajang tapi tidak untuk dijual. Terus buat apa kalo ga dijual? Itu dia gw jg bingung. Jadi, waktu itu gw masuk ke sebuah cooking tools shop atau alat-alat masak (ribet bgt pake bahasa Inggris). 
Cooking Tools Shop
Alat-alat masaknya unik-unik banget. Aapalgi peralatan makan yg bentuknya bikin jadi malas pake piringnya, sendoknya, gelasnya, saking uniknya. Terus nyokap gw nyuruh gw buat nanya harga ke penjaga tokonya. Terus doi bilang,”This is not for sale, we only put this for sight seeing”. Krik-krik…cape deh dalam hati. Jadi itu kaya semacam pameran aja padahal tempatnya bener-bener kaya toko jualan.

Saking canggihnya Mall di Singapur ada yang punya jalan bawah tanah untuk tembus ke mall lainnya. Kerjasama dagang yang sangat cerdas. Sebenarnya eksperimen mencoba jalan bawah tanah ini gw temukan atas dasar ketidaksengajaan bersama kakak dan adik gw. Agak konyol sih kalo diingat.

Waktu itu bokap dan nyokap lagi berada di sebuah toko baju. Mereka lama banget di toko itu. Gw sama pasukan udah bosaaan banget nunggu mereka. Akhirnya, kita muter-muter di lantai yang sama. Pas balik kesana, kami tidak menemukan orangtua kami *mata berbinar*. Was-was deh mereka kemana. Yang paling buat gw khawatir adalah ortu gw ga tau bahasa Inggris. Paling bokap Cuma tau, Excuse me, itu aja dibecandaiin sama dia jadi,”Kyusmi”. Waduh kacau-kacau gimana caranya nemuin mereka. Gw udah bolak-balik ke toko trakir ketemu mereka sampai diliatin sama SPG-nya. Mereka ngga ada juga.

Akhirnya, gw berinisiatif untuk lapor ke information, bilang kalo nyokap sama bokap gw ilang. “Can you help me? My parents have lost in this mall”. Mas-mas information-nya kaya artis Korea gitu, imut-imut. Dia blg,”Where did you meet them last?”. “In TOPSHOP”. “Okay, can you write your name, and your parents’ name?”. Dia ngeluarin kertas secarik, dan gw nulis data diri.

Alat komunikasi ! Handphone handphone, yaampun nyokap kan bawa HP, tapi nomernya bukan nomer Singapur. Mati daaaahhh, gimana hubunginnya. Stuck, parah. Mereka dimanaaa???
Information boy tadi cuma blg, nanti saya akan kirim email ke lantai dasar siapa tahu mereka juga dapet laporan keilangan jg. Buset pake email segala. Kalo di Indonesia tinggal diumumin satu Mall khan. Rebeeek. Di Singapur ngga ada tuh pengumuman Masjid macam itu, hahaha.  Pada saat-saat seperti ini, gw kangen orang-orang Indonesia yg punya rasa empati berlebih, hiks.

Udah 2 jam kurang gw muter-muter mall ini sampe keluar mall, masuk lg, keluar lg, masuk lg. Akhirnya, gw coba Tanya ke bagian informasi lantai 1. Ternyata mereka udah tau gw siapa. “Oh, you are Stenisia, right?” (terkenal bgt gw). “Yes, we have an email that says you have lost your parents aound here”. Iyaaa.. pinterrr bgt deh lo (pengen ngomong kaya gt tapi ga enak, haha).

Kalo tadi mirip artis Korea, sekarang yg ngomong sama gw kaya saudara jauhnya Syahrukhan . Singapur bener-bener kumpulan imigran deh. Petugas informan ini baik banget. Dia kaya ngerti perasaan GUE BANGET yg lg keilangan induk. Dia sampe nelpon ke hotel dimana gw stay. Dan bodohnya gw ngga tau alamat hotel gw. Yg gw tau Cuma nama hotelnya. Habis gw piker, hotel itu Cuma ada satu di Singapur. Ternyata cabanganya berpuluh-puluh. Eaaa… pengen jedotin kepala rasanya. Garuk tembok, emaaaaaakkkk bapaaak dimaanaaah!

 Gw bilang beberapa tempat yg berdekatan dgn hotel Bencoolen, hotel dimana gw menginap.  Wah, hebat si Syahrukhan kw 5 nemuin hotel gw. Akhirnya dia nelpon dan blg kalo slah satu pengunjungnya lg tersesat disini. Gw lupa deh sebenernya buat apa si Syahrukhan nelpon ke hotel. Sama sekali tidak menemukan solusi. Intinya adalah solusi bisa terpecahkan hanya dengan 2 cara : Pertama, nyokap bokap lapor ke information center, nyebutin nama gw dan pasti mereka langsung bisa menemukan gw. BAHASA INGGRIS GA BISA, TAMAT cara pertama. Cara Kedua, percaya aja kalo “Semua itu Indah Pada Waktunya”.hahaha

Waktu berjalan… gw udah bosen ditanya-tanya sama Syahrukhan. Nyokap bokap ngga kunjung dateng. Akhirnya, gw bersama pasukan perempuan tangguh (kakak, gw, dan adik) cabut dari mall. Kita nyamperin mobil travel yg udah janjian ketemu jam 5 di sebrang mall. Dengan muka lelah kita curhat sama si supir, orang Melayu asli. 20 menit kemudian…. gw berasa ngeliat sepasang pelari tangguh yang segera akan melewati 
garis finish. Mereka adalah nyokap bokap gw…. Jalan menuju ke arah mobil, haha.

Mereka pun curhat tentang kegagalan mereka mencari kita dan sekali lagi semua memang indah pada waktunya bukaaaaan??? Mom and Dad... You're The BEST !




Jalan-jalan sebelum akhirnya terpisah


Tambahan:
-          Kita muter-muter di lantai bawah ION Mall sampai akhirnya muncul di mall lain, aneh bgt.
-          Bokap sampe ngerokok di pinggir jalan, pikirnya siapa tahu kita lewat . Padahal kita dengan setia nunggu di dalam Mall.
-          (peristiwa di hari lain) Bokap cuma bawa SG$ 2 ke Circle K buat beli rokok. Harga rokok SG$ 10 paling murah. Bokap melangkah keluar dengan pasrah. Yes, bokap ga bisa ngerokok.hehehe.


Singapur : Universal Studio


Kalau dibandingi sama Dufan, permainannya lebih dikit. Tapi biar dikit, canggihnya cukup membuat adrenalin tertantang dan mulut menganga (ati-ati llebah masuk). Gw ceritain beberapa permainan yang di Indonesia gak ada.

Pertama, Revenge of The Mummy. Permainan ini ada di dalam ruangan gelap. Jalurnya antrinya panjang. Muter-muter biki pusing. Untung waktu itu gak terlallu rame jadi masih bisa sabar ngantrinya. Ini kaya macam istana boneka di dufan (harus tau istana boneka dulu ya berarti, hehe). Kalo istana boneka di dufan pake perahu kecil, ini pake kereta atau disebut roaller coaster. Ketika posisi sudah siap, roaller coaster mulai bergerak perlahan melaju dengan cepat. Gw pikir ini kaya roaller coaster biasalah yah macam di dufan cuma bedanya ini indoor dan ga tinggi. Ternyata, dahsyat banget. Masa udah maju menanjak, dimundurin turun ke bawah. Ini adegan paling crucial menurut gw selama di wahana ini. Mana ada api-api nyembur panas keluar dari samping kanan kiri dinding. Oia, gw duduk paling depan bertiga sama adek kakak gw. Udah gak tau deh ekspresi kaya apa jadinya kalo kerekam di layar wahana ini.hehe. Gw bersyukur banget, nyokap bokap mebgambil keputusan yang sangat sangat tepat. Kalo gak mereka udah ikutan naik sama kita bertiga dan bisa terjadi hak-hak yang tidak diinginkan.

Kedua, Studio Steven Spielberg, lupa namanya apa. Karena ini studi, otomatis tempatnya kecil dan terbatas. Yang menakjubkan adalah bagaimana dengan ruang kecil dan terbatas, Spielberg bisa menciptakan ruang imajinasi ke dalam sebuah film. Adegan-adegan petir, badai, kapal terbakar di laut, atau monumen Hollywood kena badai terus ancur bisa lo liat disini. Ditambah lagi dengan bunyi gemuruh, ledakan, dan suara penyiar berita yg lagi bacain laporan berita kalau kota lagi kacau, dan sebagainya. Wow.. sebuah pertunjukan yang singkat, padas, dan jelas. Memuaskan... Spielberg sama timnya bener-bener keren banget bisa menghidupkan adegan studio ke dalam adegan kehidupan nyata.

Ketiga, Water World di arena Jurassic Park. Bisa dibilang mirip kaya pertunjukan Cowboy di Safari (berarti harus tau pertunjukan cowboy dulu ya,hehe). Bedanya ini di air yang diibartkan kaya laut. Sebelum dimulai, beberapa pemainnya nyamperin penonton terus tanpa muka bersalah nyemprotin air ke penonton. Malah ada yang disiram 1 ember. Iseng-iseng banget pokoknya. Itu aja belum mulai pertunjukan, gw udah dibuat deg-degan, takut diserang air. Pertunjukannya bercerita. Singkatnya ada pertempuran di laut terus ada yang ditangkap dan harus diselamatkan. Tokoh-tokohnya lincah setengah mati. Gerakan mereka luwes banget buat meranin karakternya. Udah kaya atlir Parkour aja. Efek-efek meledak dan kejar-kejaran action udah hatam banget deh pokoknya. Lagi-lagi, teknologi berbicara disini.

Keempat, Far Far Away-4D Shrek. Nah, kalo ini, negeri khayalan banget. Bukan 3D lagi tapi 4D. Real banget loh. Udah kaya nonton manusia aja. Kursi penonton sesekali digerakan untuk mengikuti alur cerita. Misalnya, kalo ada adegan nunggang kuda, kita juga berasa kaya lagi nunggang kuda. Ada lg adegan dikerebutin laba-laba, nanti ada aba-labanya keluar dari bawah kursi. Hidup banget deh gambarnya. Jangan meleng deh pokoknya nanti akan ketinggalan momen-momen seru disini.




visit for more information: Universal Studio Singapore

Bali dan Bunaken : Parasailing dan Snorkeling

Agustus 2009

Snorkeling, Bunaken
Gw baru pertama kali snorkeling di Bunaken. Waktu itu gw dari Sorong, Papua cabut ke Manado gara-gara diajak liburan disana. Akhirnya, gw liburan untuk beberapa hari aja ke Manado dan menginap di tempat tante. Asiknya punya keluarga yang merantau di pulau-pulau Tengah dan Timur Indonesia.hehe

Karena Bunaken merupakan tempat yang paling tenar dari Manado, gw slangsung manas-manasin tante gw untuk pergi kesana. Dan kita pun pergi cuma berlima. Dari pelabuhan dekat kota Malalayang, kita menumpangi sebuah perahu yang ukurannya, sejujurnya bisa muat 10 orang. Gw sih asoy-asoy aja mumpung gratis jadi gak mikirin biaya naik kapalnya berapa. hehe.

Untuk sampai di Bunaken dibutuhkan waktu 2 jam perjalanan. Waktu itu ombak cukup kuat dan air laut sering tampias ke dalam kapal. Setelah 2 jam berlalu, kita sampai di Pantai Bunaken. Kapal bersandar dan kami pun mulai menyusuri pantai. Yaampun, kotor banget pantainya. Sampah dimana-mana. Dan banyak penjual cinderamata berjejer di pinggir pantai.
Kami pun bergegas untuk menyewa peralatan snorkeling dan pelampung. Setelah itu kami langsung ke tengah laut teapt di atas Taman Laut Bunaken. Untuk sebuah pengalam pertama mencoba snorkeling, gw bener-bener tercengang liat keindahan kehidupan bawah laut (meskipun gak bawah-bawah juga sih). Bener-bener kaya berada di sebuah taman yang dipenuhin ikan, anemon, dan bintang laut. Saat itu, gw sangat menikmati keindahan alam yang Tuhan ciptain sambil ngasi makan ikan-ikan kecil dengan roti. Wah indah deh pokoknya cuman sayangnya pantai bunaken tidak begitu terurus saat itu.

Januari 2010

Selain snorkeling, olahraga menyenangkan lainnya di tempat wisata adalah Parasailing. Dan untuk pertama kalinya gw mencoba adventure sport ini di Pantai Nusa Dua, Bali. Gokil banget. Awalnya gw cuma ngeliatin orang-orang yang udah di atas langit dengan parasut. Di atas langit, dibawah laut. Dalam hati gw, "Wah keren banget pasti kalo gw di atasa sana!"

Persiapan sama Si Beach Boy
Oke, dengan segala kesotoyan gw, gw mencoba Parasailing. Mas-mas alias Beach Boy item mengkilat pun mulai menuntun gw ke tempat pemasangan parasut. bla..bla...bla... dijelasin caranya gimana nanti pas mau diterbangin dan mendarat kembali. Intinya, parasut gw bakal ditarik sama sebuah speed boat gitu. Terus nanti pas mau mendarat harus ngeliat bendera yg melambai. Ada 2 bendera, biru sama merah. Biru : tarik tali parasut sebelah kanan, Merah : tarik tali parasut sebelah kiri. Oke capcusssss. Dengan membaca doa dalam hati, gw dan parasut pun terbang, haha.

Gw udah berada di atas langit dan gak tau berapa ketinggiannya. Tinggi banget pokoknya. Angin kencengnya minta ampun. Semua orang keliatan kaya titik-titik. Sumpah keren banget deh emang berada di langit lepas. Tapi kok lama banget ya gak turun-turun. Gw makin parno deh. Mana sendirian terbangnya. Ternyata gw udah 2 kali puteran, parah. Anginnya masih kencang gw ga bisa langsung turun.

Parasailing, Nusa Dua, Bali


Pas angin udah agak reda, beach boy langsung lambai-lambaian bendera. Mampus mata gw kan rabun, gak pake kacamata. Gw gak tau warna apa tu bendera. Astagaaa.. panik banget gw. Yaudah akhirnya gw sembarang tarik aja tali kanan-kiri-kanan-kiri. Alhasil gw mendarat bukan di pinggir pantai dimana pasri berpijak tetapi di laut yang sedada bersama parasut. Gw diketawain sama semua orang karena baru gw yang salah mendarat.hahaha

Falling in Love with Economy Train

Jika ingin jalan-jalan murah tentunya dengan budget minim di P. Jawa tumpangilah segera Kereta Ekonomi. Dijamin puas dan di dompet pas, pastinya ! Gw udah cukup berteman baik dengan macam-macam kereta ekonomi yang menyajikan segala sesuatunya serba ekonomi. Ekonomi itu fasilitasnya. Ekonomis itu harga tiketnya. Ekonomi itu pedagang-pedagang kreatif andalannya. Ekonomis itu murah-murah makanannya. dan Ekonomi itu fantastis keceriaannya.

Ada beberapa jalur perjalanan yang udah gw lewati dengan kenikmatan kereta ekonomi. Luar biasa rasanya ! hehe. Jakarta-Jogja (9 jam), Jakarta-Solo (11 jam), Jakarta-Semarang (11 jam)Jakarta-Malang (20 jam), Jogja-Banyuwangi (15 jam), Surabaya-Jakarta (17 jam).

Suasana di dalam Kereta
Pedagang yang berlalu-lalang pastinya akan semakin mengisi kesunyian kereta. Mungkin semula kereta hanya bersuhu 30 derajat celcius. Setelah para pedagang beraksi, suhu bisa mencapai 39 derajat celcius. Kereta semakin panas bukan karena jumlah mereka yang banyak tapi karena semangat mereka yang membara ketika berjualan. Penuh kreatifitas adalah moto hidup para penjual. Mereka berteriak berulang kali tanpa henti sampai mati dagangan harus dibeli.
Produk-produk yang tersedia antara lain :
- Kopi
- Pop Mie
- Mijon, Mison, Maizon
- Tisu, rokok, dsb
- Nasi
-Sticker
- Asbak
- Aksesoris : jepitan, topi, dsb

Kegigihan para pedagang memang gak ada matinya. Jika kereta penuh dan penumpang terpaksa duduk di tengah jalan, pedagang akan tetap bersikeras melewati para penumpang tak peduli sopan atau tidak.ccck.

Selain itu, penumpang yang biasa ga dapet tempat duduk biasanya maksa nyempil di tempat duduk penumpang yg duduk. Kita harus saling berbagai jangan sampe ada yang mati gara-gara ga duduk sama sekali di kereta api, ironis.

Para pengamen, mereka kadang nyebelin. Kdang maksa untuk diberi uang. Makanya kalo naik kereta harus siap sedia bawa koin secukupnya untuk bayar suara mereka walau terkadang gak enak di pendengaran. Belum lagi kalo Waria yg ngamen. Beuh... tantangan lebih besar. Apalagi buat cowok-cowok. Daripada dicolek, mending kasi uang atau rokok juga boleh. Pasrahin aja daripada ditabok.

Entah kenapa gw kurang suka sama profesi penjual yg satu ini, "Bayfresh Man". Rasanya gw pengen ngasi penjelasan ke dia: "Jadi gini loh mas, mbak... ini kereta udah pengap, udara gak terlalu cepat bergerak di dalam sini, jadi kalo bayfresh lo disemprot terlalu banyak, gw bisa mati keracunan disini". haha. Ya tapi mau gmana lagi, itu satu-satunya pekerjaan yg mereka sukai dan mereka lakukan, gw gak bisa marah-marah. dilematis.

Interaksi antar penumpang juga dapat mengisi kebosanan. Pastikan mata anda sigap melihat setiap penumpang yang duduk dekat anda... bisa jadi mereka mirip atau persisi seperti artis-artis ibukota, tokoh kartun, atau mahluk-mahluk lainnya...


Kenyamanan Kursi Ekonom

Fasilitas terbaik yg disajikan oleh kereta ekonomi adalah Jok Kursi 90 derajat. Pastinya sangat sesuai sekali dengan harga tiket kereta. dengan kemiringan 90 derajat, dijamin anda akan terhindar dari penyakit tulang Lordosis (tulang bongkok) atau penyakit tulang lainnya. Jika baterai habis dan akhirnya merasa ansos karena ga bisa BBM-an atau sms-an sama pacar, restorasi memberikan solusi untuk anda. Tapi malas bgt bayar 5.000 buat nge-charge. Lakukan tindakan ini kalo udah mentok aja, kan katanya mau murah.
Tetep BBM-an


Intinya antisisapi, eh antisipasi perjalanan panjang di kereta ekonomi akan lebih banyak, jadi bersiaplah untuk lebih mengenal orang-orang dan suasana yang bisa dibilang manis, asam, asin di kereta ekonomi.

Cerita Pendek Sekali

Awalnya gw dan dia cuma iseng2 aja atau lebih tepatnya sekadar perlu kalo ketemu. Pertemuan kita pun terasa tidak begitu spesial. Tepatnya biasa dan menyebalkan. Dibilang biasa karena ya dia memang biasa bgt ga bisa memenuhi kualitas yang seharusnya bisa didapatkan oleh seorang gw. Dibilang menyebalkan, tentu saja menyebalkan. Ketika bertemu, pasti ada saja yang tidak membuat gw tenang dan nyaman. Namun, waktu terus berjalan. Entah mengapa gw tiba-tiba merasakan ada hal yg berbeda ketika bertemu dengannya. Mungkin pertemuan2 yg sekarang lebih bersifat saling membutuhkan.

Gw memang sedang butuh, dan cuma dia yg bisa mencukupinya. Saat keadaan memaksa, hanya dia yang terlintas di pikiran gw. ya emang cuma dia, mau gimana lg dong. Pengennya si bukan dia, tp gw ga bisa merubah takdir. Frekuensi pertemuan pun terus meningkat. Terutama semenjak gw kuliah. Dia udah setia nemenin perjalanan-perjalanan manis yg udah gw jalankan. Dia berarti buat gw. Saking berartinya, gw bersedia menghabiskan waktu berjam-jam untuk berada di sisinya. Waktu berjalan selalu terasa lebih lama dari biasanya. Dia sungguh telah membuatku mati gaya hampir sakit jiwa. Terlalu!(ala Roma Irama). Dia adalah Kereta Ekonomi Dalam dan Luar Kota! Hehehehe.

 Mohon maaf apabila ada pihak-pihak yang merasa terbohongi,terculasi,tertimpa,atau bahkan tertukar setelah membaca tulisan pertama gw ini.hehehe

Solo : Selain Kuliner?


Mungkin kalian bingung kalo ke Solo mau kemana lagi selainwisata kuliner. Ada satu tempat yg cukup menyenangkan di Solo. mungkin tidak seluas tempat-tempat mirip di Jakarta tetapi tempat ini punya sesuatu yang Jakarta tidak punya. Tempat ini mirip Waterboom di Jakarta. Untuk yang udah pernah ke Waterboom pasti tau dong kaya apa aja isi wahananya. Cuma air dan lintasan perosotan yang tinggi, meliuk-liuk, dan panjang. Biasanya setiap pengunjung yang ingin mencoba wahana di arena ini harus menggunakan ban dan bisa saling berpasangan. Lintasan pun cenderung berada di arena terbuka dengan terangnya cahaya matahari yang terkadang membakar kulit. Terus apa ada yang beda di Solo?

Di Solo kalian bisa temukan sebuah arena yang hampir mirip tapi tak serupa dengan Waterboom, namanya Water World. Kalo di Jakarta, Waterboom punya dua cabang yaitu di Cikarang dan Pantai Indah Kapuk, Water World hanya ada satu-satunya di Solo. Jadi untuk orang-orang Jogja yang pengen main permainan air ala Waterboom, harus keSolo dulu. Nama lengkap dari tempat wisata ini adalah Water World Pandawa. Kalian bisa liat patung-patung besar Pandawa yang menambah ornamen keindahan dan kemegahan Water World. Dari semua wahana yang ada, gw sangat teramat kagum dengan satu wahana, yaitu Blackhole. Baik Waterboom maupun arena bermain air di Jakarta lainnya tidak memiliki wahana seperti Blackhole.

Seperti namanya Blackhole atau lubang hitam, wahana ini membentuk terowongan hitam panjang yang gelap di dalamnya. Tidak ada cahaya sama sekali. Jadi pas meluncur di blackhole ini, kalian ngga bakal ngeliat apa-apa. Makin serem kalo arusnya cepet banget terus agak parno karena takut kepentok apa gitu. Rasanya pengen cepet-cepet keluar ngeliat cahaya matahari, hehe. Tapi setelah berhasil keluar dari Blackhole, gw sama temen gw malah nyobain lagi. Untung waktu itu lagi sepi dan puas banget main di Water World.


Harga Tiket Khusus Pelanggan Indosat
Hari biasa : 35.0000, Weekend : 50.000


Diluar Pelanggan Indosat
Hari biasa : 50.000, Weekend: 100.000

Suka-suka aja. Terserah gue! Blog blog gue geto looooh...: Leonardo Di Caprio

Suka-suka aja. Terserah gue! Blog blog gue geto looooh...: Leonardo Di Caprio: "Ada org Papua mangaku kalo dia Leonardo Dicaprio...(pemain film titanic itu lho...(^_^)) Suatu hari orang Papua itu meninggal. Tiba di akh..."