"Journey, it's not about where you go, where you stay, but how you enjoy it with or without friends. Be grateful" - Mine

Kamis, 22 Desember 2011

#04 Orang Bajo : Perkenalan Masyarakat Pulau Nain

Pulau Nain yang konon katanya telah berdiri sekitar seratus lima puluh tahun yang lalu ini terbagi menjadi dua bagian dengan jumlah penduduk dan luas wilayah yang hampir sama. Bagian pertama ditinggali oleh suku Siau (berasal dari nama pulau-pulau yang terletak di sebelah utara Manado dan merupakan bagian dari pulau Sanghir) yang beragam Kristen, dan bagian lainnya dihuni oleh suku Bajo yang beragama Islam. Masyarakat suku Bajo sangat identik dengan kedekatannya dengan lautan sehingga tempat tinggal suku Bajo dibangun di atas air atau selalu dekat dengan laut. Mereka menolak untuk tinggal di daratan dan mengikuti pola hidup orang daratan karena bagi masyarakat ini, lautan memiliki peran vital dalam kehidupan mereka. 

Salah satu bentuk keterikatannya dengan lautan ditunjukkan melalui kebiasaan masyarakat suku Bajo yang lebih senang mengkonsumsi ikan dibandingkan daging, dan hanya sedikit mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan. Keunikan dari masyarakat Bajo di pulau Nain adalah tidak adanya konsep kekeluargaan dalam pinjam meminjam barang. Dengan kata lain, jika salah seorang anggota keluarga meminjam perahu atau jala dari salah satu anggota keluarag atau orang lain untuk menangkap ikan di laut, maka, mereka tidak bisa mendapatkan pinjaman tersebut secara cuma-cuma, melainkan harus membayarnya. 

Tidak hanya itu, masyarakat suku Bajo juga memiliki kepercayaan bahwa setiap hasil tangkapan ikan yang mereka peroleh dari berlayar harus diserahkan sebagiannya kembali ke lautan. Hal ini senada dengan sebuah ungkapan yang hidup dalam masyarakat suku Bajo, yaitu sesudah para nelayan kembali dari menangkap ikan, sebagian hasilnya harus “dikembalikan kepada jala”. Demikianlah perkenalan singkat Zacot dengan suku Bajo di pulau Nain. Namun, beberapa minggu berusaha menjalin hubungan masyarakat suku Bajo di pulau Nain, Zacot merasakan ada banyak misteri yang sulit untuk diungkapkan olehnya dalam mengidentifikasi suku tersebut. Hal inilah yang kemudian memunculkan berbagai macam pertanyaan di benak Zacot sehingga akhirnya ia memutuskan untuk menemukan jawabannya pada masyarakat suku Bajo di desa Torosiaje.

#03 Orang Bajo: Tak Ada Jarak di antara Kita

“Tak ada jarak di anatara kita”. Ungkapan ini mungkin cocok untuk menggambarkan seberapa terbukanya tiap individu-individu orang Bajo. Mereka adalah masyarakat dengan keterbukaan dan solidaritas tinggi antar sesama penduduk. Hal ini dapat dilihat dalam cara mereka berkomunikasi dan bersikap di kehidupan sehari-hari.

sumber : internet

Orang Bajo terbiasa untuk berkomunikasi tanpa melihat langsung lawan bicaranya. Mereka dapat berada di jarak yang tidak saling berdekatan. Misalnya, seseorang dapat berada di bawah rumahnya jika ia berperahu, atau rumahnya di sebelah lain “jalan”, atau bahkan lebih jauh lagi, di sebelah lain desa (lereng yang berlawanan). Zacot menceritakan bahwa seorang Bajo mengajak ia berbicara dengan jarak 20 meter dari hadapannya. Lalu bagaimana mereka dapat berkomunikasi? Mudah saja, orang Bajo memang sudah dilatih sejak kecil untuk berkomunikasi dengan suara keras dan lantang. Budaya mengeluarkan suara keras dan teriakan sama pentingnya dengan pelajaran berjalan, mendayung dan menangkap ikan bagi anak-anak Bajo. Mungkin lingkungan mereka akan terlihat seperti pasar, bukan hanya karena lalu-lalang aktivitas penduduk tetapi juga teriakan-teriakan perbincangan jarak jauh yang semakin meramaikan suasana. Bagaimana ya jika suatu hari mereka semuanya harus dipindahkan ke daratan dengan pemukiman yang berdekat-dekatan. Nampaknya cukup seru untuk melihat mereka berbincang dengan suara keras walau jarak terasa begitu dekat.
Kebiasaan berkomunikasi lainnya adalah kebiasaan orang Bajo mengomentari setiap pembicaraan. Tidak ada pembicaraan yang tidak dikomentari dan dibahas antar orang Bajo. Tidak ada yang tertutup antar satu individu dengan individu lainnya. Setiap hal harus dikomentari di depan umum bahkan dengan suara keras. Orang Bajo juga suka menyelidiki urusan orang lain, mencari tahu, bertanya-tanya tentang segala sesuatu yang bersangkutan dengan orang lain. Ini merupakan hak setiap orang. Masing-masing mereka bahkan tidak mengggu seseorang untuk bertanya tentang dirinya, melainkan menceritakan langsung tentang keadaan mereka ke orang lain. Bias dibayangkan bagaimana terbukanya tiap individu orang Bajo akan kehidupan pribadi dan keluarga mereka. Apakah mungkin tidak akan pernah ada istialh ‘aib’ di antara orang-orang Bajo ini?
Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, orang Bajo melakukan barter sesuai kebutuhan yang diperlukan. Proses barter biasanya dilakukan dengan cara mengirimkan seorang anak perempuan ke rumah tetanggga (lawan barter) untuk meminta ikan, air atau jeruk, dll. Pada kesempatan itu orang yang ditujunya berhak untuk meminta rempah-rempah atau sesuatu yang kebetulan sedang dibutuhkan dan tak dipunyainya saat itu. Apabila ia tidak memiliki barang yang diminta, ia akan berjanji untuk memberikan barang tersebut di kesempatan lain. Dengan begitu pengunjung tidak akan mengurangi persediaan tuan rumah.