"Journey, it's not about where you go, where you stay, but how you enjoy it with or without friends. Be grateful" - Mine

Selasa, 18 Oktober 2011

Gede Pangrango : Mau dong...

14-16 Oktober 2011 (adventure)

"Mungkin kita bukan yang pertama tapi momen ini akan jadi yang pertama untuk mengenal masing-masing kita demi mencapai satu tujuan, Puncak Gede Pangrango..."

 

Momen ini dimulai dengan pertemuan saya dan seorang lelaki di kursi bis Psr.Rebo-Cipanas. Baru saja saya duduk di sebelahnya, teman-teman yang duduk berbaris di belakang jok kami berteriak,"Dia homo kok...". Dalam hati saya,"kok alay banget ya ini anak-anak", kaya baru liat cewek aja, haha. Bis pun berjalan dan percakapan dimulai. Ternyata dia, sebut saja Aming, mempunyai tujuan yang sama seperti saya dan teman-teman menuju Cipanas, tempat dimana jalur Gn.Putri berada. Suatu keberuntungan bisa bertemu Aming dan teman-teman karena sesungguhnya saya dan kawan-kawan Suma belum ada yang begitu paham dengan jalur Gn.Putri. Waktu itu kami cuma berharap dengan lembaran-lembaran kertas yang isinya jalur dan waktu pendakian milik teman kami. Ngeliat kertasnya aja udah kaya mau ujian besok, haha.

Hampir 2 jam lebih berada di dalam bis, ya pokoknya sampe di Cipanas (cepetin dikit ya ceritanya). Sampailah kami di Cipanas, suhu udara sudah mulai berubah. Ternyata, jumlah anak-anak UIN (Aming n'friends) cukup banyak, mana jantan semua lagi, ngga ada yg awewe barang sebiji gitu. Nasib saya menjadi wanita paling cantik edisi perjalanan kali ini,hehe. Selanjutnya, kami pun melanjutkan perjalanan dengan menyewa angkot menuju TNGP Gn. Putri. Kami bermalam hingga subuh menjemput tubuh yang diselimuti dinginnya angin saat itu. Mau dong........

Langit pun mulai terang. Pagi itu, saya, lisan, ryan, dika, dan oky memutuskan untuk bergabung secara resmi dengan tim UIN yang diketuai oleh Asep alias Bolang (Anggota Arkadia). Perasaan ini cukup aman karena paling tidak ada 1 anak mapala yang bisa memimpin perjalanan. Inilah anggota tim UIN : Asep, Aming, Fatih, Ipul, Gaston, Kwen, Ibenk, Seto. Kami semua bergabung dan resmi membentuk Grup PURPACALA (Pura-pura Pecinta Alam). Mantap !

Dengan doa dan niat besar di dalam hati ini, kami bersiap menuju target pertama... JAYA KENCANA!! (udah gede, salah lagi) SURYA KENCANA kalee...Pul ! haha. Baru saja beberapa menit kami melewati jalan setapak pinggir sawah, nafas mulai engap. Mungkin badan masih kaget dan pemanasan kurang. Pemanasan pake rokok sih... haha.

Beberapa jam kemudian....

"Bisa biasa aja ngga sih tanjakannya!" terucap dari bibir ini yang kayanya udah pengen diantup lebah hutan yang juga ngga santai beterbangan. "Gue mending dipukulin polisi bedarah-darah deh, langsung slese..!" seru Seto yang nampaknya butuh truk gandeng buat narik badannya sampe Surken.

Perjalanan kian menanjak. Sudah tidak terhitung berapa kali kami beristirahat. Kami pun bertemu banyak pendaki-pendaki dengan umur yang beragam, mulai dari bocah kira-kira umur 6 tahun hingga ibu-ibu 40 tahunan. Wah, niat semakin semakin besar melihat umur kami yang masih muda dan... nampaknya umur bukan jaminan, haha. Ternyata tidak semua anggota tim Purpacala melakukan persiapan joging yang cukup untuk pendakian ini. "Bangun aja jam 11 siang, ga sempet joging.." hayo sapa ini yang ngomong hayo. Dari Coki-Coki sampe Madurasa dikonsumsi untuk menambah persediaan tenaga.


Pendakian melalui jalur Gn. Putri memang lebih cepat dibandingkan Cibodas tapi sekalinya nanjak panjang banget. Ga nahan coy, betis. Koyo mulai menjalar di beberapa bagian tubuh. Oia, ada satu barang yang belum disebutkan dari tadi, Kacamata Hitam, mamen. Kayanya ini aksesoris yang Penting Banget buat Gaston, Asep, Ibenk, Ipul selama pendakian.

 Wah, apalagi si Ipul, pendaki dengan aksesoris terbanyak. Mp3, BB, Headset, Kacamata, Topi, Aki (buat isi batre gadgetnya, haha). Ipul ini manusia paling aktif selama perjalanan. Aktif dan terampil mengeluarkan suara-suara teman sepergaulannya, Beruk. Wuuuuuukk....! Bunyi ini sangat penting untuk menjadi tanda dimana keberadaan anggota lain yang terpencar-pencar. Ibarat mobil, bacotnya Ipul tuh kaya mobil-mobil 4WD, haha.

"Istirahat dulu, makan.. ini ada nasi uduk, bakwan.." ucap salah satu penjual nasi uduk yang tawarannya tidak sama sekali menggoda kami. Kaki terasa bosan berpijak di akar-akar liar Gn. Putri. Tidak semua kami menggunakan sepatu treking. Ada yang pake sendal gunung, running shoes, dan sepatu kuliah (satu-satunya sepatu yang dimiliki, pasrah amat mas). Beberapa saat kemudian.. "Nasi uduk.. nasi uduk..". Saya, oky, lisan, dika, dan ryan pun menyerah dan sangat bernafsu untuk makan nasi uduk si akang. "Beli.. beli.. beli..". Astaga, nasi uduk paling datar sedunia akherat. Ya mau gimana lagi, adanya kaya gitu. Telornya tipis terus cuma 1/4 telor dadar aja pake bihun dan sambal dikit. Tapi biar secuil, perut juga nerima. Waktu itu posisi sudah dekat dengan Simpang Maleber. Dan kami pun menghabiskan nasi uduk beserta bakwan yang nampaknya memberikan secercah harapan untuk segera sampai di Surya Kencana.

Singkat cerita...

Kami berhasil mencapai padang edelweis yang saat itu cukup terik. Edelweis nampaknya tidak sedang bermekaran. Sejenak melepas carrier, berbaring sambil menunggu beberapa teman yang belum kunjung tiba. Sebenarnya, apa yang sedang terjadi di bawah sana wahai Seto, Aming, Fatih, Kwen? Mereka tak kunjung datang. Asep mengajak untuk mencari tempat untuk berkemah.

Mata tidak lelahnya melihat sekeliling padang. Hati terobati dengan ciptaan Tuhan yang begitu indah di atas sini. "Kalo aja gue tinggal di bawah kaki gunung, tiap weekend gue main kesini kaya bocah-bocah yang denger-denger udah 11 kali ke Puncak Gede". Lama-lama jadi manusia akar deh tuh bocah-bocah, haha.
Spot kami berkemah terletak di balik semak-semak yang agaknya telah memberi kehangatan di malam minggu itu. Tiga kemah didirikan. Satu kemah kecil digunakan khusus untuk meletakan barang-barang saya dan kawan-kawan Suma, sekaligus menjadi tempat peristirahatan Oky (anak baru tidur sama barang dulu, anget loh). Suara angin dan kawan-kawan baru mulai bersahabat di telinga saya. Sambil memasak dan menikmati logistik masing-masing, celotehan "Mau dong" mulai dilempar satu-persatu. Adaaaaa aja yang di-Mau dong-in, haha. Fatih, chef tim UIN, terlihat setia memasak makanan untuk anak-anaknya. Macam warkop atau burjo (di Jawa) yang setia melayani pelanggan 24 jam. Dan Saudara Ipul mencoba untuk bercerita. Namun, nampaknya sangat gagal dan garing berat pokoknya. Tahun depan coba lagi ya, Pul.

Satu per satu kami mulai masuk ke dalam tenda, beristirahat menyimpan tenaga untuk perjalanan menuju Puncak Gede. Kami semua terlelap dan... Sunrise nampaknya sudah sangat rise kawan-kawan..haha. Semua terbangun lewat dari waktu yang ditentukan. Tapi besarnya niat untuk mencapai puncak tetap melekat di hati dan jiwa ini, lebay. Kami semua dengan cepat packing alat-alat kelompok dan pribadi.



Sinar matahari yang ditepis kabut memberikan kenikmatan tersendiri di pagi cerah Surken. Badan serasa ditusuk-tusuk dan muka berasa ditampar angin sejuk pagi itu. Kami pun merekam beberapa momen bersama di Surken. Tiga belas, bukanlah angka sial, jumlah tiga belas menjadi kekuatan untuk menggapai Puncak yang kami semua impikan. Setelah Asep memberikan pidato mujarabnya, kami menyatukan doa dan niat, dengan bersama meneriakan,"PURPACALA!" Berangkat...

Ibarat manusia bisa hidup tanpa oksigen, menuju puncak mustahil bila tidak ada jalur menanjak. "Baru jalan dikit aja udah engap, parah-parah" ucap Si Bolang, lelaki berkerudung biru yang mencari gadis berkerudung merah di Puncak Gede, hehe.

Dengan sekuat tenaga, sampailah di puncak. Selamat!
Saya sesaat terdiam dan mencoba menjawab pertanyaan yang sempat saya tanyakan ke Lisan,"Kenapa orang bisa suka naik gunung ya kalo nanjaknya aja menderita banget?". Memang cuma puncak yang bisa menjawab. Rasa bangga dan kebersamaan bercampur. Dika dan Ryan segera mengambil dslr-nya dan menjepret momen-momen indah kami semua. Tak ketinggalan, Fatih juga menjepret kawan-kawannya yang nampaknya sangat antusias terlihat dengan gaya Gaston yang bertelanjang dada, bercelana sobek-sobek, plus kacamata hitam andalannya..

Setelah puas jeprat-jepret dengan berbagai angle dan komposisi, kami bersiap menuruni puncak menuju kandang badak. Wah, Seto tersenyum lebar banget kayanya kalo turun. Turun tuh emang lebih enak jauh daripada naik, mau dong diturunin...


Persediaan air menipis. Saya sampai lupa minum atau ngga yah pas turun. Terakir minum pocari pas di puncak. Di kandang badak, Fatih buka lapak warkop lagi, hehe. Batre music gadget-nya Ipul masih aja nyala. Beneran pake aki nih kyanya. 'Kemana..kemana..." suara  "Ipulnya lagi nyari logistik di Bantargebang, yu". hahaha. parah-parah.

Botol-botol yang kosong terisi kembali. Cukup untuk masak dan persediaan air untuk turun.

Duh cowok-cowok penyakitnya emang di dengkul ya kalo turun. Makanya jangan cuma sehat fisik aja, mental juga dong, hahaha, sotoy. Sempat kami beristirahat di air panas untuk berendam dan mengisi perut. Semua logistik berat dikeluarkan. Kami makan bersama hasil masakan Fatih, Aming, dan Gaston. Wuidiiih.. mantap. Kentang pake sosis, kornet, sama indomi goreng dibagi bertiga belas. Setelah perut terisi kembali, kami kembali menuruni jalur cibodas.

Hari makin gelap sehingga langkah harus sedikit dipercepat. Kali ini Fatih yang bertugas membawa "Carrier Keramat UIN" yang sebelumnya lebih banyak digendong sama Asep. "Cepet..cepet..sampe yaampun, udahan", berbisik di dalam hati.


Alhamdulilah, Puji Tuhan, Awignamastu !

Kami sampai satu per satu di TNGP Cibodas. Lega banget rasanya bisa melihat kehidupan yang sesungguhnya bukan cuma hutan, batu,beserta akar-akarnya. Keringat yang mengucur pun mengering sesaat. Misi pun terselesaikan. Kami pun keluar dari TNGP Cibodas, menapaki jalan aspal pedesaan. Malam Senin ini, kami habiskan dengan makan bersama di rumah makan yang sudah menjadi langganan Fatih dan Asep, yaitu Mang Iding.


Pesan Kesan untuk Anggota Purpacala dari UIN...

Asep : entah harus bahagia atau derita bawa carrier keramat hampir selama perjalanan naik lewat putri, udah biasalah ya sep, kan Arkadia, parah-parah..
Fatih : cocok punya istri yang ga bisa masak..
Aming : tempat duduk membawa berkah..
Gaston : denger-denger tasnya ransel tapi isinya air semua? Pantes air cepet abis, hehe
Kwen : galau mas...
Seto : mending dipukulin polisi drpd naik gunung, yakin?
Ibeng : joging kalo mau naik lain kali
Ipul : no comment-lah, hahaha

saya bersama tim UIN
Seto, Kwen, Gaston, Ipul, Ibenk, Fatih, Asep


saya bersama tim SUMA UI
Oky, Lisan, Ryan, Dika

foto oleh febrian alsah, fatihadi, stenisia, mahardhika