"Journey, it's not about where you go, where you stay, but how you enjoy it with or without friends. Be grateful" - Mine

Minggu, 30 September 2012

Thailand: Tips Berkomunikasi dengan Orang Thai

Seperti kita ketahui, bahasa Thailand tidak ditulis dengan huruf latin. Hurufnya kurang lebih seperti huruf-huruf sansekerta yang keriting-keriting itu. Kebanyakan orang asing akan merasa tersiksa melihat petunjuk-petunjuk jalan yang nama jalannya ditulis dengan huruf-huruf sansekerta. Itulah yang saya rasakan ketika bekerja di Thailand selama dua minggu. Mau kemana-mana susah. Mau tidak mau, harus betul-betul tau nama jalan yang kita tuju terutama ketika menumpang kendaraan umum, seperti bus, taksi, tuk-tuk atau ojeg.

Tiket Perahu dari Dynasty Hotel-Pratunam 20 baht
Bagaimana kalau mau belanja di Thailand? Jangan samakan hidup belanja di Thailand dengan Singapur karena tidak semua penjual baju, makanan, atau minuman bisa berbicara bahasa Inggris. Keahlian berbahasa inggris orang Thai cukup lemah. Namun, beberapa penjual mengerti angka-angka dalam bahasa Inggris untuk menjual barang mereka. Tapi jangan panjang-panjang juga berbicara bahasa Inggris dengan mereka. Dijamin ngga ngerti. Sebenarnya sama aja kaya kita yang mungkin hanya ngerti sedikit angka dalam bahasa Thailand tapi tidak mengerti kalau si penjual nyerocos panjang udah kaya senjata perang.

Lalu gimana menghadapi kenyataan ketidaklakuan huruf latin dan bahasa Inggris di Thailand? Sedikit tips cara berkomunikasi dengan orang Thai untuk kalian yang ingin berlibur ke Thailand.

1. Sapaan dan Terimakasih 
Orang Thai terkenal dengan keramahannya karena mereka selalu menyapa dengan sapaan khas mereka. Semua sapaan selamat dari pagi hingga malam atau selama datang disamakan semuanya dalam bahasa Thailand, yaitu "Sawadee Kaa" (perempuan) dan "Sawadee Kap" (laki-laki). Perempuan selalu menggunakan akhiran -Kaa sedangkan laki-laki selalu menggunakan akhiran -Kap. Begitu pula dengan ucapan Terima Kasih bahasa Thailand. Laki-laki berkata,"Kop Khun Kap" sedangakan perempuan berkata,"Kop Khun Kaa". Dan orang Thailand kalau bilang "Iya" cukup berkata "Kaa!" atau "Kap!"

2. Belajar menghafal angka Thailand
Belajar angka sangat berguna ketika ingin membeli makanan, naik ojek (tawar harga), atau belanja baju. Karena keperluan untuk membeli dan berbelanja sangat mendesak di Thailand, berikut saya akan informasikan bahasa jual-beli singkat di Thailand.

Buyer: Ani torai ka/kap? (how much the cost?)\
Seller: Song roy baht (twenty hundred baht)
Buyer: Lo dai ka/kap? (can I bargain?)
Seller: Dai (Yes, you can)/ Mai Dai (No, you can't)

Berikut angka-angka dalam bahasa Thai:
1: Neng. 2: Song. 3: Sam. 4: Si. 5: Ha. 6: Hok. 7: Cet. 8: Pet. 9: Kao. 10: Sip
Puluhan: Sip. contoh: 50=Ha Sip, 45=Si Sip Ha
Ratusan: Roy. contoh: 100=Neng Roy, 200=Song Roy, 250=Song roy ha sip, 275=Song Roy Cet Sip Ha, dan sebagainya....

Cobalah menggunakan bahasa inggris terlebih dahulu untuk membeli barang. Ada penjual yang ditanya pakai Bahasa Inggris, balasnya pakai bahasa Thai. Ada penjual yang ditanya pakai bahasa Thai, balasnya pakai bahasa Inggris. Serba salah. Tapi kalau tukang ojek, kondektur bus dan perahu udah pasti tidak bisa bahasa Inggris. Tukang taksi hanya sedikit yang bisa bahasa Inggris. Saya pernah naik taksi sendirian sekitar pukul 21.00 WIB menuju hotel. Saya bilang alamat hotel saya: "Ramkamheng Sam Sip Ha", "Ramkamheng 35". Si supir dengan usahanya yang keras mengajak saya berbicara bahasa Inggris. Terpaksa malam itu saya harus belajar listening bahasa Inggris ala Thailand. Nyeraaah! Yang penting dia bisa antar saya sampai depan hotel apapun yang dia katakan, saya menjawab sebisa yang saya mengerti.

Saya juga sempat melakukan tawar menawar dengan tukang ojek. Namun tidak berpengaruh sama sekali dan saya harus bayar ojek Neng Roy Ha Sip atau 150 baht (Rp45.000). Saya paling takut kalau ada tukang ojek berbicara bahasa Thai. Lebih baik bisu. Sialnya, kacamata saya terbang karena angin kencang saat naik ojek. Untungnya waktu itu, saya sedang dalam perjalanan pulang ke hotel. Kalau tidak, bisa-bisa jadi orang buta dan bisu malam itu. hehe

3. Tulis Alamat Tujuan atau Hotel Dimana Kita Tinggal


Airport Link dalam Huruf Thailand
Ketika kalian ingin bepergian ke suatu tempat dengan kendaraan umum, hafalkan nama tempat tujuan. Apabila sulit, minta teman, orang Hotel, atau siapa pun yang bisa menulis huruf Thailand di secarik kertas. Hal ini untuk mempermudah komunikasi dengan tukang ojeg, perahu, tuk-tuk, taksi, atau kondektur bus. Hal ini juga memperkecil kemungkinan kalian nyasar ketika kembali ke hotel. Maka dari itu, yang paling praktis sebenarnya minta saja kartu nama hotel karena disitu sudah pasti ada alamat bahkan peta letak hotel tersebut. Simpan di tempat yang mudah dan cepat dijangkau. Usahakan jangan ditaro di dompet. Karena kalau dibutuhkan harus mengeluarkan dompet yang mana tidak aman.

Perlu diketahui pula bahwa orang Thai tidak mengenal kata Bangkok sebagai ibukotanya. Alasannya adalah Bangkok lebih dikenal orang Thai dengan nama Kunthep. Wisatawan asing dan peta menyebutnya Bangkok. Tidak perlu tahu tulisannya bagaimana yang penting bisa bicaranya. Namun, di sisi lain, kita perlu tahu tulisan-tulisan tertentu seperti nama jalan untuk kepraktisan dan keamanan. Berhati-hati juga dengan barang bawaan ketika berbelanja atau menumpangi kendaraan umum karena sekali lagi, kota Bangkok tidak seperti Singapur yang aman dan rapi.

Thailand: Telur Dadar Penyelamat

Dua minggu di Thailand membuat saya gerah bertemu Tom Yum. Makanan satu ini memang selalu hadir di setiap meja makan restoran Thailand. Meskipun Tom Yum dari satu restoran ke restoran lain menyajikan Tom Yum yang berbeda-beda, saya tetap berkata tidak untuk Tom Yum. Rasa asam yang berlebih tidak menggoda lidah saya untuk mencicipi Tom Yum tiap kali makan.

Rasa makanan Thailand kurang pas dengan lidah saya. Makanan Thailand jarang menggunakan kecap manis. Menurut info yang saya dapatkan dari teman, Thailand cuma punya kecap asin. Kebanyakan rasa asin bukan dari garam tapi dari rasa kecap asin, Mau dibilang apapun enaknya Tom Yum tetap tidak sehati. Sama aja kaya perasaan saya dengan makanan Jepang Sushi. Intinya, saya kurang sejiwa dengan Tom Yum dan Sushi.

Tom Yum memang makanan khas Thailand. Tapi sesungguhnya menu masakan Thailand tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Disana juga ada kangkung sebagai sayur andalan di tiap restoran. Dan satu lagi makanan yang sepertinya semua orang Indonesia pasti suka. Ya, telur dadar!
A: "Jauh-jauh ke Thailand makan telur dadar?"
B: "Emang orang Thailand ngga boleh goreng telur dadar?"
hahaha

Bagi tamu yang pernah saya bawa saat tour, telur dadar itu jadi penyelamat ketidaknafsuannya dengan makanan Thailand. Mau dimana pun restorannya, mahal atau murah pasti ada telur dadar. Perjumpaan dengan telur dadar di meja-meja makan restoran Thailand terasa seperti makan di meja makan negara sendiri. Dan tidak ada telur dadar yang tersisa di meja makan orang Indonesia. hehehe

Sabtu, 29 September 2012

Thailand: Mimpi Punya Kebun Anggur Sendiri

Pelataran Rumah Suspansa
Amazing! Saya benar-benar kagum sama artis Thailand yang punya kebun Anggur di Nong Nooch Tropical Garden, Pattaya. Yaampun, indah banget tempatnya. Selain kebun anggur disana ada danau yang kalau kena sinar matahari warnanya jadi mirip-mirip silver. Jujur saya tidak sempat melihat danau itu tapi saya berkunjung ke rumah si artis yang sekarang dijadikan sebagai tempat wisata. Tidak perlu keluar uang untuk berkunjung ke kawasan rumah si artis yang bernama Suspansa (dia tidak tinggal disini).

Kalau mau mencicip jus anggur atau minuman anggur murni bisa langsung dicoba disini. Karena kalian bisa beli banyak produk-produk berbau anggur di tempat ini. Tidak hanya yang berupa cairan tetapi juga selai atau kue-kue lezat. Tempat ini sungguh menarik untuk dijadikan sebagai tempat tinggal masa tua. Tidak lagi bekerja dan mengurusi kebun anggur. haha

Tapi jangan salah Suspansa masih berumur 55 tahun. Dia sudah punya kebun anggur yang hanya bisa dilihat dan tidak boleh dipetik anggurnya oleh wisatawan. Kalau mau ke kebun anggur harus bayar lagi. Dan untuk biaya masuknya saya kurang tahu, hehe. Saya ke tempat yang gratisan aja udah bagus seperti ini apalagi ke kebun anggurnya.



Thailand: Unique Animal Shows

Dua jam lamanya perjalanan ditempuh dari Bangkok sampai di Pattaya. Pattaya merupakan kota favorit wisatawan selain kota Bangkok. Yang terkenal di Pattaya bukan hanya pantainya yang memiliki panjang 300 km. Tapi masih banyak tempat wisata menarik lainnya yang terlihat sederhana namun tidak dapat dijumpai di Jakarta.

Pernahkah kalian berpikir untuk memasukan kepala kalian ke dalam mulut mahluk lain? Tentu saja mahluk hidup selain manusia. Bagaimana kalau mahluk itu adalah sejenis hewan karnivora yang terlahir untuk menikmati daging-daging segar. Tanpa berbasa-basi lagi mari kita sambut, buaya-buaya pekerja yang sehari-harinya bisa kita jumpai di Crocodile Show di Sriraca Tiger Zoo. Mereka tampil di depan ribuan mata manusia yang berdebar-debar melihat seorang laki-laki dan perempuan memasukan kepalanya ke dalam mulut buaya-buaya tersebut.

Pawang Laki (Baju Merah),
 Pawang Perempuan (Sedang Memasukan
Kepalanya
ke dalam Mulut Buaya)
Nekat demi mencari nafkah memang banyak ditemukan di kehidupan manusia jaman sekarang. Ngga kebayang kalau kepala laki-laki dan perempuan ini suatu hari tergigit buaya. Entah bagaimana buaya-buaya ini dilatih sampai bisa mengerti apa yang diperintahkan oleh sang pawang. Kira-kira ada enam buaya yang saya liat waktu menonton pertunjukan ini. Pertunjukan yang tidak boleh dilewatkan ketika berkunjung ke Sriraca. Bosan melihat si Buaya dan pawangnya yang siap mati, mari kita berjalan sebentar menuju Pig Show.


Pig Show menawarkan pertunjukan antara lain, melihat balapan lari babi dan babi berhitung. Babi kecil hingga yang segede-gede bagong ada disini. Hitam putih agak pink semuanya ada. Hanya sebentar melihat pertunjukan babi. Ada lagi babi menyusui macan dan macan menyusui babi. Nah loh apa tuh maksudnya?

Sejujurnya saya tidak langsung melihat proses susu menyusui antar hewan-hewan fenomenal di atas. Di dalam sebuah kanang kaca besar, seekor macan betina hidup berdampingan dengan seekor anak babi. Di sisi lain, terdapat kandang kaca besar dimana seekor anak macan hidup berdampingan bersama seekor babi betina. Sebenarnya apa yang terjadi?*puter otak*

Namanya Sriraca Tiger Zoo tapi kok ngga ada Tiger Show-nya? Tiger Show pasti ada dong. Tapi Tiger Show-nya tidak berbeda jauh dengan kebun binatang di Indonesia. Tribun-tribun Tiger Show penuh hingga membanjiri aspal dari gedung show tersebut. Elephant Show disini tidak semenarik di Nongnooch Village. Maka dari itu, saya langsung menuju Nongnooch Village usai cuci mata di Sriraca.

Jadwal Show di Sriraca Tiger Show
Ya begitulah, Thailand memang punya wisata-wisata unik dengan nilai kreatifitas tinggi. Umumnya paket-paket tour ke Thailand memasukan Sriraca Tiger Zoo sebagai pilihan wisata. Harga tiket masuk Sriraca Tiger Show (iclude semua show) kurang lebih 210 bath atau Rp 60.000. Jangan kaget ketika masuk tempat wisata ini, ada laki-laki yang sibuk sekali memotret kalian. Jangan ge-er karena semua pengunjung pasti difoto. haha. Bergayalah sepuasnya! Karena wajah kalian akan terpampang di pintu keluar. Mau punya oleh-oleh dari Sriraca Tiger Zoo? Beli aja hasil foto kalian yang sudah dicetak tempel di suvenir Sriraca Tiger Zoo. Bagi yang tidak membeli foto mereka, siap-siap ditarik untuk masukin kepala ke mulut buaya loh! hahaha

Rabu, 19 September 2012

Rinjani: Hal-Hal Kecil Penting Untuk Pendakian



Bukit Teletubies, Padang Savana
Meskipun aktivitas trekking gunung sifatnya into the wild dan petualangan tapi yang namanya fisik itu tetap harus dijaga. Perlindungan fisik selama mendaki juga tidak hanya dari dalam tubuh, yaitu dengan makan-makanan yang bergizi untuk kekuatan tubuh. Tetapi kita juga perlu mengonsumsi perlindungan dari luar demi menjaga kulit tubuh, seperti misalnya pemakaian sunblock SPF agak tinggi selama mendaki Rinjani. Penggunaan sunblock sangat disarankan karena rata-rata pendaki baik saat naik atau turun gunung pasti melewati siang hari. Hal ini sangat berguna untuk mewaspadai kulit terbakar meskipun mungkin cuaca Rinjani di siang hari tidak selamanya panas.

Rekomendasi
Sunblock Wajah
Setiap pagi sebelum mulai pendakian, saya selalu menggunakan dua sunblock yang berbeda. Ada yang untuk wajah dan ada yang untuk kulit. Mungkin perempuan lebih peduli daripada laki-laki kalau masalah kulit. Tapi kalau terlalu cuek juga tidak baik. Buat mereka yang malas pakai sunblock, siap-siap Rinjani membakar tubuhmu.

Baju lengan panjang dan celana panjang memang lebih nyaman untuk dipakai selama pendakian. Ya, sekali lagi, bagi yang mau tanning gratis ala pendaki-pendaki bule, boleh saja pakai kaos lengan pendek dan hot pants! hehehe. Karena banyak bule yang cuek aja padahal panas dan debu Rinjani itu sangat menyebalkan. Bahkan saya pernah liat bule ber-tanktop tanpa bra saat ingin pergi dari Segara Anak. Topi, slayer, buff, dan kacamata juga perlu dibawa dan dipakai saat mendaki. Ingat sekali waktu saya pertama kali membersihkan hidung dengan sehelai tisu ketika sedang beristirahat di pos 1. Saya agak kaget dan setengah percaya kalau tisu itu langsung menghitam. Ternyata lubang hidung saya udah kaya knalpot. Ini mungkin karena saya jarang menggunakan penutup hidung selama mendaki. Serba salah juga sebenarnya kalau pakai slayer, saputangan, atau masker untuk menutup bagian pipi dan hidung karena nafas juga sesak. Intinya kita juga harus bisa menyesuaikan pemakaian alat-alat yang kita perlukan sesuai kebutuhan.

Buff Pelindung Wajah, Kuping, dan Leher
Potong kuku sebelum mendaki. Berjam-jam mendaki di Rinjani tidak hanya membuat hidung menjadi knalpot dan muka cemong tetapi juga kuku-kuku kotor. Karena tangan kita tidak jarang berpegangan kiri kanan batu atau mungkin terperosot ketika mendaki. Maka dari itu, jangan aneh kalau nanti kuku jadi coklat-coklat hitam apalagi yang kukunya panjang-panjang. 

Botol Splash

Oia, waktu itu satu botol hand sanitizer saya, habis terpakai sampai saya pulang ke Jakarta. Alasannya karena tiap kali tiba di camping ceria, saya dan teman-teman langsung bersihin tangan pakai hand sanitizer. Hand sanitizer dan tisu kering setidaknya bisa mengurangi penggunaan tisu basah yang lebih urgent digunakan untuk membersihkan wajah, alat-alat masak, dan buang air. Tips lain untuk perempuan yang mungkin agak mau ribet sedikit, sediain botol semprot ukuran kecil berisi air mentah yang saya sebut "splash-splash". Saya sendiri waktu itu pakai semprotan splash-splash ini untuk membersihkan dan menyegarkan wajah yang sudah kotor. Kemudian lap wajah pakai tisu kering. Sebotol kecil ini cukup sampai kita turun Rinjani. Setidaknya 4x semprot air ini ke wajah bisa save 1 tisu basah dan sampah juga kan.

Otot pegal linu? Pakai salep pegal-pegal malam hari sebelum tidur. Biar besok paginya segar. Pilih salep yang agak mahal karena harga ngga pernah bohong. Karena percuma juga kan banyak-banyak pakai yang ecek-ecek tapi pegalnya ngga berkurang (pengalaman). 

Semua perlengkapan tubuh di atas memang sudah menjadi perlengkapan biasa para pendakian gunung. Tetapi kali ini sifatnya cukup memaksa untuk dibawa dan digunakan di Rinjani. Jadi, jangan lupa bawa mereka semua ke Rinjani. Dan jangan hanya melindungi tubuh saat naik gunung tapi tetap waspada saat turun gunung baik dalam atau luar tubuh.

Rinjani: Mancing, Makan, Berendam

Gunung Baru Jari dan Segara Anak
Naik gunung merupakan kegiatan traveling yang memberikan sensasi berbeda. Apalagi kalau yang sudah sering naik gunung. Pasti selalu punya pengalaman berbeda tiap kali naik gunung. Karena tiap gunung di Indonesia itu pasti punya keindahannya masing-masing. Bedanya orang yang berwisata ke gunung dan ke pantai itu adalah orang yang ke gunung itu biasanya lebih sangat terkagum-kagum dengan ciptaan Tuhan yang begitu dahsyatnya dan lebih dahsyatnya lagi adalah ketika kita bisa menikmati itu semua. Dan salah satu bukti kedahsyatan-Nya adalah Danau Segara Anak di ketinggian 2.008 mdpl TNGR.

Cahaya Merasuk ke Segara Anak
Ini dia bonus yang bisa dinikmati oleh para pendaki setelah berlelah-lelah menapaki Puncak Rinjani 3.726 mdpl. Dari Plawangan Sembalun (pos menuju puncak), saya turun menuju danau yang luasnya 1.100 hektar. Kurang lebih 3 jam melewati bebatuan dan pasir dari Plawangan Sembalun sampai di Segara Anak. Di sisi timur danau ini terdapat sebuah gunung yang meletus tahun 1994, yaitu Gunung Baru Jari. Gunung berketinggian 2.236 mdpl tersebut masih aktif dan terus berkembang.

Lagi-lagi soal pemandangan, Rinjani benar-benar meluluhkan hati saya. Pagi hari pukul 06.00 WIT, saya bersama beberapa teman, berusaha keluar dari tenda di camp site segara anak. Kami memutuskan untuk melakukan jalan pagi dan menikmati indahnya matahari pagi yang masih setengah sadar. Serasa mimpi tapi realita betul. Danau ini adalah danau yang tadi kemarin pagi saya lihat dari atas Puncak Rinjani. Semua angle danau ini tidak ada yang tidak bagus. 

Pagi itu, saya melihat indahnya danau luas dengan gunung mengelilinginya bak pegunungan-pegunungan Swiss dan Canada. Sulit untuk dideskripsikan lagi bagaimana saat matahari bangun memancarkan cahayanya ke gunung, bukit, pohon, dan danau. Magic! Bisa ngga saya punya rumah masa depan letaknya di depan danau seperti ini? Dijamin tidak ada binatang buas disini. Jadi, kalau punya bayangan ada beruang grizzly muncul di kawasan Segara Anak salah besar.

Asik Dapat Ikan!
Para pendaki dan porter mulai memancing pagi itu. Ikan gurame dan nila bisa dipancing hanya dengan kail dan umpan ubi. Ada beberapa pendaki yang mencoba berendam di danau ini. Mereka tampak segar sekali seketika mencelupkan diri ke dalam danau. Perlu diketahui bahwa danau ini memiliki kedalaman 160-230 meter. Jadi usahakan jangan begitu dalam jika mau berendam. Dan jangan meminum air di danau ini karena masih mengandung belerang meskipun hanya sedikit.



Kenikmatan mata pun turun ke kenikmatan perut. Bonus yang bisa anda dapatkan jika mengunjungi Danau Segara Anak adalah makan ikan sepuasnya. Asal sabar mancing saja, ikan pasti ada. Kalau saya memang lebih memilih untuk berdoa untuk teman-teman saya yang atas kesadaranya masing-masing ingin mencoba sensasi mancing di Segara Anak, hehehe. Dengar-dengar ada yang bilang kalau ada orang yang tidak mendapatkan ikan sama sekali, orang itu dinobatkan sebagai orang tersial. Ya, secara logika emang sial sih kalau di danau seluas dan sedalam itu tidak sama sekali mendapatkan ikan. Mungkin kurang amal kali tuh orang.

Ikan-ikan tangkapan pun siap dibersihkan! Ikan yang masih segar sudah bersih, akhirnya siap untuk dibumbui kombo, yaitu dengan tepung ayam dan ikan instan. Kurang lebih 10 ekor ikan yang kami goreng. Surprise!! Lezatnya makan ikan segar di Segara Anak triple-triple-kombo nikmat. Padahal bumbu tepung instan itu juga asal dicampur aja. Kapan lagi mancing di gunung bisa langsung goreng dan makan tanpa harus pakai alat pancing pula.

Hot Spring
Sudah bosan makan ikan goreng. Saya bergegas menuju hot spring. Ini dia bonus selanjutnya yang anda dapatkan jika berkunjung ke Danau Segara Anak! Hot springnya luas tinggal pilih mau di spot mana. Di depan atau agak belakang ada. Kalau ke Hot Spring, coba berpindah spot sedikit ke belakang. Disana ada air terjun panasnya loh. Sauna plus-plus! Sesaat mari kita merebahkan badan yang sudah mulai meringis hampir menangis ini.

Rinjani memang bikin sakit hati treknya tapi Rinjani benar-benar tidak ingin membuat pendaki kecewa ketika bermain ke rumahnya. Buktinya, para pendaki tidak hanya mendaki tetapi juga dapat bonus-bonus menarik di Danau Segara Anak. Nanti kalau ada waktu ke Rinjani lagi, saya mau berlama-lama di Segara Anak saja. No Summit! thanks. hahaha

foto: Novita Eka Syahputri, Devina Dwi Soraya

Rinjani: Yang Kuat Yang Ber-Swallow!

Bagaimana bisa naik Rinjani hanya beralaskan swallow? Bisa, jalur trekking yang cukup ekstrim bisa ditaklukan dengan sepasang sandal jepit swallow. Dan, para pendaki ulung pemilik sandal tersebut adalah para porter Rinjani. Porter-porter Rinjani adalah penduduk lokal lombok yang mencari nafkah dengan cara membantu para wisatawan baik mancanegara maupun domestik untuk sampai ke tujuan Rinjani yang diinginkan.

Kenapa saya bilang begitu karena Rinjani memiliki lokasi wisata yang bisa dipilih untuk dikunjungi tanpa harus sampai di Puncak Rinjani terlebih dahulu, seperti misalnya Segara Anak, Hot Spring, Goa Susu, dan lain sebagainya. Tetapi rata-rata pendaki Rinjani sudah siap menguji nyali mereka menapaki jalur Puncak Rinjani yang sifatnya PHP alias pemberi harapan palsu. Saya betul-betul merasakan multi-fatamorgana ketika mendaki puncak berpasir, berbatu, dan ber***sek tersebut. haha

Profil Porter Rinjani
Kembali ke perbincangan mengenai kedekatan porter dan swallow. Kalau kita para pendaki menggunakan sepatu trekking dengan segala merk dan sendal trekking dengan segala bentuk, sang porter Rinjani hanya mengenakan sandal swallow dengan satu warna. Kenapa bisa sampai kompak gitu milih warna sandal swallow? Ini bukan masalah pilihan tapi takdir. hahaha. Jadi, trek Rinjani itu kan beragam. Ada yang savana, ada yang bebatuan sampai yang semi rock climbing, yang pasir perosotan juga ada.

Walaupun beragam seperti itu, hampir semua trek Rinjani berpasir. Hanya kadar pasirnya saja berbeda-beda. Nah, kalau sepasang kaki porter ber-swallow tanpa kaos kaki terkena pasir terus-menerus berjam-jam, apa jadinya warna kaki porter tersebut. Bisa dibayangkan warnanya. Maka dari itu, hampir semua warna sandal porter itu sama, abu-abu keputih-putihan (gambar kanan).

Porter-porter ini biasanya disewa oleh turis-turis asing yang bela-belain ke Indonesia untuk mendaki Rinjani. Padahal orang-orang Indonesia juga belum tau letak Rinjani itu di pulau mana sebelah mana Indonesia. Setidaknya masih ada teman-teman pecinta alam dan penikmat alam yang dari mulut ke mulut mempromosikan salah satu daya tarik wisata Pulau Lombok ini. Dan penduduk lokal yang berprofesi sebagai porter sesungguhnya salah satu pendukung pariwisata Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) sekaligus mendapatkan keuntungan finansial.

Para porter membawa berbagai keperluan camping dan logistik. Bisa dikatakan porter ini seperti ibu rumah tangga yang sedang mengurus anak-anaknya. Karena porter-porter ini seketika menjadi chef dadakan di gunung sana. Menurut info, menu makanan untuk bule-bule juga bisa disesuaikan dengan permintaan. Kalau mereka menu american, porter harus bisa menyediakannya, nikmatnya. Selain itu, porter juga harus mampu berbahasa inggris demi kemudahan berkomunikasi dengan para turis. Banyaklah yang bisa disumbangkan para porter untuk pendaki bule-bule tersebut. Bahkan pendapatan seorang porter Rinjani mampu membeli rumah untuk anak istrinya.

Namun, dibalik itu semua, pendakian Rinjani dengan sandal jepit swallow mungkin bayaran yang mahal untuk mereka. Itu baru satu anggota tubuh, belum anggota tubuh lain, seperti pundak yang menanggung beban berkilo-kilo demi kebahagiaan para pendaki. Salut dengan porter-porter yang berkali-kali naik-turun Rinjani tanpa ada busa alas kaki. Jadi pelajarannya adalah alas kakimu tidak menentukan presetasimu! It's all about passion :)

Rinjani: Semua Tentang Ambil Air, Hemat Air, dan Buang Air

Ambil air, hemat air, dan buang air merupakan hal tricky selama saya di Rinjani. Lima hari empat malam adalah waktu terlama saya stay di gunung. Air minum harus pintar-pintar dihemat tapi kalau terlalu hemat juga pencernaan bisa sulit. Kalau terlalu banyak minum juga, harus rajin-rajin ambil air. Itu juga kalau ada sumber air di tempat dimana kita mendirikan tenda. Kalau tidak ada dan stock air pribadi sudah habis harus siap-siap tahan haus. Serba salah.

Di Rinjani sendiri, hampir semua air yang berasal dari mata air di beberapa pos bisa saya minum. Yang paling segar itu sumber air di Plawangan Sembalun. Di Segara Anak juga ada sumer air yang letaknya tidak jauh dari camping ground dan hot spring. Usahakan ketika turun Rinjani, manfaatkan air dengan sebaik mungkin. Jika turun jalur Senaru, saya baru bisa ketemu sumber air sebelum pintu hutan senaru. Ada sumber air tapi airnya berwarna namun tidak berasa. Sugesti haus mungkin sudah merasuk pikiran saya jadi tidak peduli lagi yang penting minum. Tipsnya, kalau ada jus-jusan atau nutrisari dicampur saja biar lebih nikmat. Tapi usahakan bertanya-tanya kalau memang mau minum langsung dari mata air takutnya masih mengandung belerang.

Taktik minum hemat itu adalah punya persediaan air minum 600 ml di luar carrier. Sewaktu-waktu haus bisa cepat dikonsumsi. Ketika lelah trekking, coba untuk berhenti dan diam sejenak. Hirup udara segar dan tatap pemandangan sekitar jalur trekking Rinjani.   Kalau memang haus sekali, baru minum. Kalau kita berhenti kemudian langsung minum, pasti air yang diminum akan lebih banyak daripada kalau kita berheti kemudia tarik napas dan diam sejenak. Trik yang teman saya sarankan ini cukup terbukti untuk menghemat persediaan air saat mendaki atau menuruni Rinjani.

Benar kata orang kalau air itu memang sumber kehidupan. Tapi kalau di gunung, tidak semua air itu bisa menjadi sumber kehidupan tergantung bagaimana kita menyiasatinya. Ada air yang memang bisa dikonsumsi dan ada air yang sesungguhnya sangat-sangat tidak disarankan untuk dikonsumsi, misalnya air yang sudah "dibuang". hahaha

Mengapa saya berkata seperti itu karena mungkin ini menjadi pengalaman yang tidak terlupakan untuk saya dan teman-teman selama melakukan aktivitas "buang air" di Rinjani. Tanpa malu-malu dan sudah sewajarnya aktivitas ini dilakukan oleh manusia. Nah, kalau di gunung, hanya tempat pembuangannya saja berbeda tapi prosesnya tetap sama. Bagi yang ingin hiking, harus sudah siap untuk buang air alami tanpa air. Alasannya sederhana, kita buang air tapi kita juga harus tetap hemat air kan di gunung. Katanya harus hemat air kok malah buang air, nah loh. hahaha

Tips buang air pertama, yaitu harus selalu sedia tisu basah yang banyak. Tapi jangan buang-buang tisu juga setelah dipakai untuk membersihkan. Tips kedua, kalau sudah buang air di tanah jangan lupa dikubur lagi. Meskipun memang ada saja orang-orang yang meninggalkan ranjau kasat mata menyebalkan. Yang terpenting adalah tidak boleh merasa jijik. Karena bahaya juga kalau menahan sisa pencernaan selama di gunung. Beda cerita kalau memang belum ingin dikeluarkan, simpan saja baik-baik sampai waktu yang memungkin. Semua itu memang lebih indah pada waktunya, hehe.

Beruntung kalau bisa dapat air banyak seperti misalnya ketika saya berhasrat untuk buang air di dekat Segara Anak, Rinjani. Saya bisa mengisi botol kosong dengan air danau dan pakai sepuasnya. Tapi kalau di pos-pos yang tidak terjangkau air bersih, cuma tisu basah penyelamat manusia-manusia sakit perut.

Beberapa pos di Rinjani juga menyediakan WC umum. Tapi siap-siap masuk ke dalam pintu neraka. Keharumannya double attack. haha. Teman saya yang sempat menikmati keadaan dalam WC  Segara Anak bilang, kalau lubang WC itu sesungguhnya hanya lubang tanah yang jauh ke dalam dan penuh dengan kumpulan-kumpulan kotoran para pendaki beserta porter. Tak terbayangkan setengah mati jika jatuh ke dalam sana. hueek. Waktu itu saya sama sekali tidak tertarik untuk masuk ke WC umum dengan ciri khas kotak besi berwarna hijau tua. Cerita lucu dari salah seorang teman saya yang ternyata dikejar monyet sesaat ingin mengeluarkan sampah perutnya di salah satu wilayah Segara Anak. hahaha. Lain halnya lagi bagi teman saya yang sangat lancar pencernaannya dan keseringan buang air. Ujung-ujungnya jadi sakit dan keras. Memang tidak ada yang tidak butuh perjuangan selama di gunung bahkan untuk "membuang air" sekalipun.

Beda cerita lagi dengan saya. Memasuki hari ke-5, saya baru bisa buang air Tapi rasanya tidak aman sekali ketika sesosok mahluk putih kecoklat-coklatan berekor berkaki empat mendekati saya ketika proses sedang dilaksanakan. Dia mengendus-ngendus dan nampaknya dia setengah mabuk dan gila, kawan...

Dia semakin mendekat dan akhirnya semakin intim dengan saya yang sedang menikmati surga duniawi di balik pohon. ASTAGA.. dasar binatang! Anjing itu mendekati saya, entah dia lapar atau iseng (ngga paham lagi). Mahluk berkaki empat ini tidak mau menjauh dari saya padahal sudah saya usir dengan tokat kayu. Finally, saya buru-buru pergi meninggalkan lapak surga duniawi saya. Baru kali ini, boker digangguin dan lebih parahnya lagi anjing itu me-recycle alias memakan hasil sampah perut saya. Harus marah, tertawa, atau sedih kali ini saya pilih ketiga-tiganya. hahaha.


Dear, Anjing Pintu Hutan Senaru:

"How was the taste? It was a special edition 5 days package from Rinjani for you! Lain kali jangan ganggu saya! hahaha

Rabu, 12 September 2012

Thailand: Transportasi, Agama, dan Orientasi Seksual

Ketiga, Bangkok punya MRT dan BTS, Jakarta has nothing. Di Bangkok, saya sama sekali tidak mencoba MRT. Saya dan teman-teman lebih suka naik BTS yang tidak dapat ditemukan di negara canggih macam Singapur. Sebenarnya bedanya MRT dan BTS hanya masalah penempatan keretanya saja. Kalau MRT di bawah tanah. Kalau BTS di atas udara. Harga tiket BTS tergantung jarak tempat yang ditempuh. Siapkan koin-koin untuk memudahkan bertransaksi langsung dengan mesin pengambilan tiket BTS. Kalau tidak ada koin bisa ditukar terlebih dahulu di kasir.

Kejadian paling lucu itu terjadi pada salah satu teman saya. Waktu itu saya sedang menunggu teman saya yang lain di Stasiun Mo Chit. Teman saya ini ingin mencari toilet akirnya dia masuk ke stasiun dengan tiket tujuan Stasiun Chit Lom seharga 35 baht. Saya memang masih menunggu di luar dan belum menggunakan tiket masuk kereta tersebut. Karena teman saya ini cerdas, dia keluar lagi dari tempat tunggu kereta yang akan kita tumpangi yaitu dengan cara memasukan tiket masuk itu ke tempat yang sama. Alhasil tiketnya tertelan karena secara otomatis tiket tersebut menjadi tiket keluar stasiun. Pelajarannya adalah tiket BTS dipakai dua kali, pertama, sebagai tiket masuk, dan kedua sebagai tiket keluar. Sebenarnya sama saja seperti tiket kereta di Jakarta. Bedanya ini pakai mesin, di Jakarta pakai tukang cek tiket. Pengecekan tiket melalui mesin lebih adil sebenarnya karena pengalaman saya beli tiket kereta di Jakarta mahal-mahal tapi tidak diperiksa.

Apabila kita tidak memiliki kendaraan pribadi untuk menuju airport, kita dengan mudah bisa menggunakan BTS Airport Link. Airport link telah menjadi penyelamat saya ketika harus menjemput tamu di airport seorang diri. Kalau naik BTS dari airport link, uang kertas bisa langsung dimasukan ke dalam mesin penarikan tiket. Nikmatnya perjalanan menuju airport Suvarnhabumi dengan BTS. Kapan Jakarta punya transportasi seperti ini.

Selain MRT dan BTS, kita juga bisa menumpangi tuk-tuk untuk berjalan-jalan di kota. Transportasi ini banyak berkeliaran di jalan raya kota Bangkok dimana memiliki sifat yang tidak jauh berbeda dengan bajaj Jakarta. Mereka dikenal dengan tukang salip jalanan. Namun, tidak semua tukang tuk-tuk jujur. Waspada ketika ingin menyewa tuk-tuk karena supir tuk-tuk bisa membawa kita berkeliling ke tempat-tempat berbelanja yang tidak ingin kita kunjungi sebenarnya. Tarif tuk-tuk standar 30-50 baht.

Keempat, kentalnya agama Budha di Bangkok cukup terasa dengan banyaknya kuil-kuil untuk berdoa dan sesajen. Suasana religius seperti ini tidak mungkin didapatkan di Jakarta. Hiruk pikuk kota Bangkok tidak mematikan kegiatan berdoa masyarakat Budha di Bangkok. Hal ini terbukti dengan kegiatan doa di Patung Four Face Budha yang terletak tidak jauh dari kawasan belanja Pratunam. Patung Budha ini memiliki 4 wajah yang melambangkan cinta, keluarga, kesehatan, dan keuangan. Setiap masyarakat atau turis dengan agama apapun dapat berdoa disini sesuai dengan apa yang mereka yakini masing-masing. Masyarakat Bangkok ada yang berdoa di tempat ini sebelum mereka berangkat ke kantor dan kembali berdoa di Four Face Budha setelah pulang kerja. Jadi, Four Face Budha buka dari pagi buta hingga malam hari.

Waria Thailand versi Korea di
Alcazar Show Pattaya
Selain, sisi religius agama Budha di Bangkok, hal lain yang tidak ditemukan di Jakarta adalah kebebasan orientasi seksual. Jangan heran kalau suatu saat melihat lesbi duduk bersama di dalam bis atau waria-waria cantik menjadi pedagang toko baju. Budaya Indonesia tidak bisa menerima kebebasan orientasi seksual seperti ini. Terkadang kita justru meremehkan waria-waria yang tidak terurus di jalan-jalan ibukota. Di Thailand, waria sangat dihargai keberadaannya. Mereka dianggap sama seperti masyarakat lainnya yang straight laki-laki dan straight perempuan. Bahkan pemerintah menjadikan mereka sebagai pendukung pariwisata di Thailand. Misalnya, di Bangkok dan Pattaya, kita bisa menyaksikan waria cabaret show dimana para waria ini berakting teater musikal di atas panggung pertunjukan. Siapa yang ingin foto dengan waria-waria cantik ini? Saya mau!



Selasa, 11 September 2012

Thailand: Siap2 Baht Lenyap Cepat!

"Ingat! Kalau 1000 baht sudah pecah, hati-hati akan habis sesaat"

Tiba di pusat kota Bangkok, menyusuri jalan-jalan Sukhumvit yang dipadati kendaraan bermoor, padatnya pedagang di kiri kanan jalan, mall-mall berjejer di sepanjang jalan, kurang lebih sama dengan keadaan di Jakarta. Lalu apa yang berbeda dengan Jakarta? Dan kenapa banyak orang Indonesia datang ke Bangkok?

Pertama, di kota Bangkok banyak sekali pilihan tempat berbelanja. Mulai dari yang harganya selangit dengan kualitas produk juga selangit sampai ke produk-produk yang harganya murah meriah dengan kualitas online shopping. Jujur saya belum puas berbelanja di Bangkok. Meskipun sudah dua sampai tiga kali mengunjungi tempat belanja yang sama, ada saja barang-barang yang tidak terlihat oleh mata saya. Ada saja yang unik, dan ada saja yang murah. Itulah hal terburuk yang saya dapati di kota Bangkok. Baht-baht saya melayang dengan cepat namun batin memang puas, hahaha.

1. Platinum dan Chatucak Market
Platinum dan Chatucak Market adalah dua tempat favorit belanja saya di Bangkok. Belanja murah dengan kualitas bagus adalah kebahagian para wanita, haha.Platinum bisa dibilang mirip seperti ITC Kuningan atau Mangga Dua. Harga Jelly Shoes yang dijual di Jakarta Rp 90.000-Rp100.000,-, disini cuma seharga Rp35.000-Rp40.000,- . Betul-betul suatu pembohongan besar, hahaha. Bagaimana tidak, banyak sekali reseller Indonesia yang berbelanja di Bangkok dan mendapatkan keuntungan yang tidak terlalu besar namun dalam jumlah yang banyak. Sekarang saya tahu, darimana asal barang-barang online shopping itu. Baju-baju perempuan jaman sekarang ala cherrybelle tumpah ruah di tempat ini. Ala-ala Korea murah meriah bahan bagus tidak menyesal dengan harga kurang dari Rp100.000,-. Di sebelah kanan luar Platinum, ada juga pedagang baju dan aksesoris kaki lima. Yang saya aneh setengah mati di Bangkok ini, kenapa barang yang dijual di kaki lima kualitasnya juga bagus-bagus. Jadi tinggal pilih mau belanja di jalan Pratunam dulu atau masuk ke Platinum dulu, haha.

Untuk laki-laki tidak usah takut karena teman saya yang laki-laki juga sibuk sekali mencari sepatu dengan bahan-bahan suede dan warna beragam. Apa yang didapatkan di Jakarta dengan harga diatas ratusan ribu rupiah, di Platinum dan Chatucak Market justru jauh di bawah harga-harga tersebut. Kalau Platinum buka jam 08.00-20.00, berbeda dengan Chatucak yang hanya buka setiap Sabtu dan Minggu. Jangan kaget kalau ingin berbelanja di pasar yang satu ini. Padat merayap dengan bentuk pasar berlabirin. Barang bekas, kw, kw super, dan asli semua dijual disini. Meskipun bentuknya sedikit mirip dengan Pasar Senen, tapi kualitasnya tidak sama dengan Pasar Senen. Kisaran harga baju yaitu 100-250 baht. Karena pasar ini semi outdoor, siap-siap bawa payung kalau nanti turun hujan. Menuju Chatucak bisa dengan BTS turun di Stasiun Mo Chit karena Chatucak Market tepat di bawah jembatan BTS.

2. Mah Boon Krong (MBK)
MBK merupakan mall yang nampaknya banyak diperbincangkan dalam paket tour ke Bangkok. Padahal menurut saya barang-barangnya biasa saja kalau dibandingkan dengan Platinum. Entah kenapa tiap turis Indonesia harus sekali ke MBK. Mungkin karena letak MBK yang strategis berada dekat dengan mall-mall lain seperti Siam Paragon dan Siam Discovery. Harga barang-barang di MBK dan mall-mall ini tidak terlalu bersaing. Hanya ada satu toko yang menurut saya wajib dikunjungi oleh ibu-ibu dan kakak-kakak sekalian, yaitu NARAYA (lantai dasar Tokyu). Naraya ini menjual produk tas, dompet, topi, dan aksesoris lainnya. Produk-produk buatan Jepang ini hanya bisa ditemukan di Hongkong dan Thailand. Motif bunga-bunga jadi favorit desain produk Naraya. Bukan karena produk Jepang lalu harganya mahal, salah besar. Justru produk Naraya banyak menjadi incaran wisatawan untuk berbelanja oleh-oleh. Salah satu wisatawan itu adalah saya. hahaha. Di lantai 6 MBK, kita bisa liat Madame Tussauds dimana banyak patung-patung lilin orang-orang terkenal dan arti-artis dunia tampil disini. Tamu bebas foto dengan patung-patung tersebut dan ada juga tawaran untuk mencetak langsung hasil foto dengan Obama di kantor kerjanya.

3. Asiatique
 Ada lagi pasar malam di Bangkok namanya Asiatique. Tempat belanja ini baru saja dibangun. Kebetulan saya lupa tahun berapa. Yang jelas disini juga barang-barangnya unik-unik. Ada yang bisa ditawar ada yang tidak. Nah, kalau mau nawar juga, hanya pedagang-pedagang tertentu yang bisa bahasa Inggris. Jadi, punya teman atau guide yang bisa bahasa Thailand sangat amat membantu. Paling tidak bisa berbicara: ani torai ka? (ini harganya berapa?), lo dai ka? (bisa ditawar tidak), dai (bisa), mai dai (tidak bisa), dan mengerti angka-angka. Untungnya, seiring berjalannya waktu, saya lumayan mengerti kalau masalah tawar menawar. Asal jangan ngomong di luar itu. Saya angkat tangan! haha. Suasana Asiatique yang nyaman, bersih, dan semi outdoor sangat nikmat untuk jalan dan berbelanja santai di malam hari.

Mangga Ketan (Mango with Sticky Rice)
Kedua, bagi pecinta seafood, Bangkok gudangnya seafood murah dan enak. Jajanan sate seafood pinggir jalan harganya 10 baht atau sekitar Rp3.000. Ada cumi yang dalamnya telor, udang, dan daging sapi kaki pendek alias babi yang sangat teramat murah harganya jika dibanding beli di Jakarta. Ngomong-ngomong daging babi, saya sempat menemani tamu saya membeli babi panggang dan nasi di dekat Grand Palace yang harganya hanya Rp12.000. Nasi goreng (Kao Phat) Rp6.000 . Nasi campur sayur+telor ceplok+udang Rp 12.000,-  (Jualan mba?hahaha). Selain itu, Bangkok juga gudangnya buah-buah segar. Tidak ada buah yang saya temukan tidak manis di Bangkok. Buah mangga biasa dimakan dengan bumbu pedas asin ala rujak Thailand yang banyak sekali dijual di pinggir jalan. Ada juga makanan khas Thailand yang patut dicoba yaitu mangga ketan. Sulit digambarkan rasanya seperti apa karena saya juga bingung bisa-bisanya orang Thailand menyatukan mangga dengan ketan menjadi makanan yang laku untuk dijual, ckck. Yang pasti rasanya manis-manis bikin kenyang.

Escalator Lantai 1-3

Ada 1 lagi foodcourt dengan makanan berkelas dan murah, yaitu foodcourt Terminal 21. Disini banyak sekali jenis makanan murah, higienis, unik, dan yummy. Tempat makan ini sangat saya rekomendasikan bagi kalian yang nanti mau jalan-jalan ke Thailand. Tidak hanya foodcourtnya tapi juga mall-nya unik. Terminal 21 memiliki beberapa lantai dimana setiap lantainya didesain berbeda sesuai dengan negara-negara berikut ini, Inggris, Perancis, Jepang, Turki, dan sebagainya. Alasan mall ini diberikan nama Terminal 21 sunggguh bukan main-main karena memang mall ini ingin menciptakan suasana airport kepada para pengunjungya.

Untuk makan malam seafood, Royal Dragon bisa menjadi pilihan yang tepat untuk menikmati dinner seafood

Tidak hanya sekedar menyediakan seafood tetapi juga pemandangan pagoda-pagoda yang khas ada di resotran ini. Ada pula pertunjukan laki-laki berkostum pendekar china yang membawa tomyam dengan satu tangan dan terbang. Sejujurnya laki-laki ini tidak terbang tapi meluncur dengan flying fox listrik sepanjang 10 meter.

(Perbedaan Bangkok dan Jakarta bisa dibaca di postingan selanjutnya)

link:
http://www.madametussauds.com/Bangkok/en/

Minggu, 12 Agustus 2012

Thailand: Sawadee Ka!

Keluar di Terminal B, Gate 7, Bandara Suvarnhabumi Bangkok, saya disapa dengan beberapa orang yang sebelumnya hanya saya kenal melalui blackberry messenger saya. Mereka adalah karyawan kantor travel dimana saya akan dipekerjakan sementara selama di Thailand. Ya, perjalanan saya kali ini memang lebih bermanfaat dibanding jalan-jalan yang biasa saya lakukan karena disini saya diberi kesempatan untuk meraup pengalaman-pengalaman baru, teman-teman baru, dan pendapatan baru tentunya. Suatu peristiwa yang tidak pernah saya pikirkan terjadi dalam hidup saya pasca kelulusan universitas. haha. Saya bisa bekerja sambil jalan-jalan di negara yang belum pernah saya injak sebelumnya. Menurut rencana, saya akan menghabiskan waktu saya selama 13D12N di Bangkok dan Pattaya!

Pertama kalinya saya tiba di kota Bangkok. Kurang lebih 1 jam perjalanan Bandara Suvarnhabumi ke Bangkok. Lancar bukan main perjalanan menuju Bangkok. Namun, sesaat tiba di kota Bangkok, jalan raya mulai memadat terutama ketika melewati beberapa objek wisata candi seperti kawasan Grand Palace yang dipenuhi dengan wisatawan dan pedagang kaki lima. Untuk masuk ke kawasan candi dan kuil-kuil, para wisatawan diharuskan mengenakan pakaian yang tertutup. Apabila terlanjur mengenakan pakaian pendek, kita bisa sewa kain penutup dengan deposit uang 100 baht yang nantinya akan dikembalikan lagi saat pengembalian kain. Memasuki lokasi Grand Palace, kita akan disapa dengan  patung Yak raksasa yang bertugas menjaga Grand Palace. Dahulu tempat ini merupakan kediaman raja dan ratu Thailand. Di dalam Grand Palace, ada patung Budha yang bajunya harus diganti tiap 6 bulan sekali. Hanya raja atau putra raja yang bisa menggantikan pakaian Budha tersebut.

Cuaca terik bersentuhan dengan kulit orang-orang Jakarta yang merasa kaget dengan panasnya matahari kota Bangkok siang itu.

Jari-jari Sleeping Budha di Wat Pho
Kami memutuskan untuk turun di depan sebuah objek wisata bernama Wat Pho. Jangan lupa untuk melangkahi palang kayu yang ada di bawah pintu kuil. Kita tidak boleh menginjak palang kayu itu karena untuk menghormati dewa/dewi yang dipercaya menjaga pintu kuil tersebut. Di dalam Wat Pho, kita dapat melihat Sleeping Budha yang panjangnya 15 meter. Selain itu, dengan menukarkan 20 bath, kita bisa mendapatkan 108 koin yang nantinya dapat dimasukan ke mangkok-mangkok yang sudah dijejerkan di depan Sleeping Budha. Sambil mencemplungkan koin ke dalam mangkok, kita bisa mengucapkan doa dan harapan. Apabila koin-koin tersebut habis sesuai dengan banyaknya mangkok yang tersedia, artinya doa dan harapan kita bisa terkabul. Apabila koinnya kurang atau justru kelebihan, artinya.. ya tidak apa-apa, hahaha. Intinya ini hanya kepercayaan yang selalu dijelaskan kepada para wisatawan. Menurut saya kepercayaan ini ada karena Wat Pho adalah kuil dimana semua orang boleh memanjatkan doanya sesuai dengan keyakinannya masing-masing. 

Selanjutnya, saya menyebrangi Sungai Chao Praya menuju Wat Arun. Pada zaman dahulu, Sungai Chao Praya merupakan jalur transportasi yang digunakan para pedagang-pedagang Cina dan negara lainnya untuk masuk ke Thailand. Di sungai ini, kita juga bisa melihat tanaman eceng gendok yang biasa kita temukan di sungai di Indonesia. Ternyata, dahulu Raja Chulalongkon, raja Thailand ke-5, membawa bibit eceng gendok dari Indonesia kemudian ditanam di sungai tersebut. Kurang lebih 10 menit, saya tiba di Wat Arun. Masih sama dengan Wat Pho, Wat Arun juga merupakan candi sekaligus kuil yang tinggi menjulang dan berwarna-warni. Kebiasaan orang Indonesia di Wat Arun adalah berbelanja kaos-kaos khas Thailand. Toko-toko baju disini sedikit dan sempit. Hanya ada kurang lebih 5 penjual yang menjajakan oleh-oleh kaos, dompet, pernak-pernik, atau perhiasan. Tak usah khawatir dengan kesulitan bahasa dalam berbelanja karena pedagang bisa berbahasa Indonesia. Mungkin sudah terlalu banyak orang Indonesia berbelanja kesini sehingga memaksa pedagang untuk bisa berbahasa Indonesia. Harga kaos berkisar Rp 30.000-Rp50.000,-/kaos.

Di sepanjang kawasan Grand Palace, Wat Pho, dan Wat Arun, saya melihat beberapa penjual togel. Perlu diketahui bahwa di Thailand tidak ada kasino karena dilarang oleh pemerintah. Tapi kalau bicara masalah togel, Thailand sangat melegalkan togel bahkan dijual terbuka di pinggir jalan. Menurut info yang saya dapatkan, undian akan diumumkan tiap 2 minggu sekali, tiap tanggal 1 dan 16 bulan tertentu. Nantinya, uang bisa diambil di bank yang bekerjasama dengan pihak togel-togel tersebut, hahaha.

Pemandangan kota Bangkok memang tidak jauh berbeda dengan Jakarta, namun untuk hal yang satu ini kita tidak akan pernah menjumpai di kota Jakarta. Melintasi jalan-jalan di kota Bangkok, kita dapat melihat foto-foto narsis Raja Bumi Adulyadet, Ratu Siringkit, dan putra-putri raja. Masa muda raja dan ratu juga terekam dalam foto-foto berukuran besar sekali (berapa R ya itu??). Ukuran foto-fotonya sebesar-besar spanduk kampanye kalau di Jakarta. Betapa berharganya Raja dan Ratu bagi masyarakat Thailand. Ini merupakan suatu bentuk penghormatan kepada keluarga kerajaan dari masyarakat kepada raja penyuka warna kuning dan ratu penyuka warna biru tersebut. Kebetulan, tanggal 12 Agustus, hari dimana saya tiba di Bangkok merupakan hari kelahiran Ratu Siringkit yang ke-80. Saya dan masyarakat Thailand mengenakan baju berwarna biru untuk menyenangkan hati Ratu Siringkit waktu itu. 

Memang unik sekaligus menarik bagi kita wisatawan asing untuk menyaksikan foto-foto keluarga kerajaan di jalan-jalan kota Bangkok. Kita tidak secara langsung benar-benar disambut oleh Raja dan Ratu Thailand sesaat menginjakan kaki di City of Angels ini.

From Thailand to Rinjani: Breathless!

Hai.. kembali lagi saya bertandang di blog kesayangan saya ini. Hampir menginjak 1 bulan ini, saya melakukan perjalanan yang tidak pernah saya harapkan terjadi. Ada dua tempat yang saya kunjungi selama pertengahan Agustus menuju awal September. Pertama, perjalanan menuju ke negara tempat dimana makanan Tomyam dan kebebasan orientasi seksual bersatu padu menjadi sebuah sajian wisata yang menarik untuk dinikmati. Ya, jalan-jalan ke Thailand gratis plus akomodasi gratis semua-semuanya bahkan diberikan uang untuk berbelanja adalah level keberuntungan tertinggi di bulan Agustus saya.


Selanjutnya, perjalanan kedua, selang sehari saja setelah tiba di Jakarta dari Thailand, saya menuju gunung tertinggi ke-3 di Indonesia, Gunung Rinjani nan cantik. Trekking gila, sakit jiwa, trauma pasir gembur, dan kaki bengkak kurang lebih menggambarkan bagaimana susah payah mendaki gunung 3.726 mdpl tersebut. Wah, tapi rasa sesal itu nampaknya surut ketika bertemu Segara Anak bak danau-danau di Canada. Pokoknya, yang namanya SABAR dan NIAT seseorang itu terlihat ketika mereka berhasil mencapai Puncak Rinjani. Intinya semua perjalanan saya kali ini saya wakilkan dengan satu kalimat: "Tidak ada yang mustahil!"

Tidak peduli tidak cum laude, yang penting kaki ini berhasil menginjak Puncak Rinjani, hahaha...
Selamat membaca postingan Thailand dan Rinjani saya berikutnya :)

Jumat, 10 Agustus 2012

Sweet

Saya lupa kalau sebentar lagi akan ada hari besar yang sudah saya tunggu-tunggu kedatangannya sejak Januari awal tahun 2012. Saat itu, saya betul-betul bertekad mengambil langkah menulis karya akhir menuju pintu kelulusan perkuliahan. Ini benar-benar jauh dari prediksi saya. Lulus dengan non-skripsi sebenarnya impian saya dahulu. Tapi entah kenapa, berubah 180 derajat. Januari lalu saya yang masih luntang-lantung di kampung halaman Maluku Utara sana, was-was mencari topik dan bahasan yang pas untuk skripsi.

Singkat cerita, beberapa bulan ini, betul-betul proses yang membuat diri ini haus akan traveling. Penatnya bukan main. Pegal linu di bagian pinggang, pundak, dan sekitarnya. Pikiran yang tidak pernah berhenti dari ide-ide baru yang belum diungkapkan dalam tulisan atau pun ide lama yang perlu dirombak. Waktu itu memang cuma kertas, buku, internet, dan kasur jadi teman favorit.

Memang benar, "Semua indah pada waktunya..". Perjalanan menjadi anak Sastra Inggris dan menulis skripsi  tidak pernah terpikirkan oleh saya. Tetapi semua itu yang dikehendaki oleh-Nya untuk terjadi. Bersyukur sekali bisa punya semua teman-teman perkuliahan yang menyenangkan, teman jalan-jalan yang tidak pantang menyerah, teman-teman nyampah banget, dan teman-teman jenis lainnya. hehehe (bukan copy paste dari kata pengantar skripsi)

Terlalu banyak hal kecil maupun besar yang saya inginkan tetapi Tuhan berikan hal lain yang bahkan lebih berharga daripada yang saya inginkan selama saya kuliah. 

Saya segera wisuda dan sepertinya jalan-jalan gratis ke Bangkok dan Pattaya ini merupakan kado wisuda saya dari Tuhan. Thanks God...

SELAMAT BERLIBUR!!! 

Don't forget to pray, jangan mengeluh, kalau jodoh ngga kemana, hahaha

Cheers,

STENISIA S, Hum

Kamis, 19 Juli 2012

#1 Gunung Papandayan: Depok-Garut-Cisurupan-Camp David!


Halo Papandayan!
Awalnya saya tidak sama sekali mengenal Gunung Papandayan, Garut, Jawa Barat. Saya tidak tahu bahwa gunung ini memiliki keindahan alam yang beragam. Perjalanan saya dimulai dengan enam orang teman yang dua diantaranya baru saya kenal saat perjalanan baru akan dimulai. Kami menunpangi bis Karunia Bakti AC rute Kp.Rambutan-Garut selama 5 jam. Tiba di terminal Garut pukul 19.00 WIB, kami mencari angkot carter menuju Desa Cisurupan. Kurang lebih 1 jam, kami tiba di Desa Cisurupan. Tidak terlalu sulit mendapatkan transportasi malam itu. Kami bertawar mobil bak untuk melanjutkan perjalanan Desa Cisurupan-Camp David (pos pendakian Gn. Papandayan). Mobil bak hitam berisi 7 orang pun bergerak menanjak sejauh 2 km menuju Camp David. Di atas mobil bak, kami memandangi bintang-bintang yang malu-malu keluar dari sarangnya. Langit terang pertanda cuaca baik untuk pendakian esok pagi. Kami sempat berhenti 20 menit untuk mampir membeli makan malam di warung kecil tidak jauh dari gapura Selamat Datang Desa Cisurupan.

Mobil bergerak kembali namun kali ini jalan sangat berbatu sehingga mobil mengedan. Was-was mendengar suara mobil yang mengerang seperti pesawat hendak lepas landas. Tiba-tiba mobil menyerah. Hal terburuk kami harus jalan menanjak aspal malam itu. Sayangnya, hal buruk itu terhindar dengan kedatangan mobil bak berukuran lebih kecil dari sebelumnya. Akhirnya, kami hanya membayar 70% dari harga aslinya karena kami harus berpindah mobil lain. Sisa perjalanan menuju Camp David dilanjutkan dengan mobil bak yang bersuara lebih mulus dan nyaman.

Suara nyanyian kawula muda dengan gitarnya mulai terdengar. Ternyata kami sudah tiba di Camp David. Fasilitas di Camp David cukup memadai dengan adanya tempat parkir, pos penjaga, warung serta toilet umum. Tubuh mulai menyesuaikan suhu dingin di ketinggian 2000 mdpl. Jelas bahwa pendakian kami sudah diawali dengan menumpangi mobil bak Cisurupan-Camp David, hehe. Kami segera mendaftarkan diri untuk pendakian esok pagi. Bisa dikatakan cukup beruntung karena kami tidak perlu mendirikan tenda di Camp David untuk bermalam. Kami diberikan ruang kecil cukup untuk 7 orang tidur. Ruang ini sesungguhnya berfungsi sebagai pos yang menyediakan lesehan bambu untuk duduk atau berbaring. Di atas bambu inilah, badan 7 manusia malam itu merebahkan diri. Saat itu pukul 23.00 WIB, kami tertidur beralaskan dua sleeping bag yang ditebarkan di atas bambu tadi.

Tak mau tubuhnya kedinginan, salah seorang dari tim kami begitu siap dengan kostum hangatnya sampai-sampai raincoat terpilih menjadi kostum paling luar dari beberapa lapisan kostum sebelumnya. Alhasil, raincoat celana yang terlihat begitu ketat terpaksa robek dan tidak dapat digunakan kembali. Kami hanya dapat tertawa geli melihat aksi teman baru kami itu yang sangat waspada akan dingin.

Jam menunjukan pukul 02.00 WIB, kami semua terbangun karena ada teman kami yang meminta sleeping bag sambil berceloteh,”Sombong banget lo semua kalo ngga pake sleeping bag!”. Saat itu juga, kami semua mengambil sleeping bag masing-masing. Sejujurnya, kami semua kedinginan hanya saja kami sedikit bersandiwara malam itu, hehehe. Pagi hari yang dinanti pun tiba. Cuaca Camp David bersinar sekaligus menggetarkan badan. Dengan cuek, saya mengganti kostum celana pendek hitam dan kaos hitam untuk melawan suhu dingin saat trekking nanti. Kami packing dan bersiap mendaki dimulai pukul 07.00 WIB.

Raincoat All Size

Camp David Pagi Hari
Pos Camp David

#2 Gunung Papandayan: Bertamu Ke Rumah Si Cantik Edelweis


Fenomena alam pertama yang kami jumpai tidak jauh dari Camp David adalah kawah-kawah papandayan. Terdapat kurang lebih 14 kawah di Gn. Papandayan. Di lokasi ini kami hanya melihat beberapa kawah yang bergemuruh. Kawah ini merupakan tujuan wisata layaknya Tangkuban Perahu atau Kawah Putih Ciwidey. Namun, trek menuju kawah ini tidak seperti Kawah Putih karena trek lebih berbatu dan menanjak. Kami semua mulai menggunakan masker agar tidak terhirup asap belerang. Jika merasa kuat dengan asap belerang, telapak tangan mungkin cukup untuk menahan bau belerang. Sedikit sulit bagi saya yang berkacamata ketika hidung dan mulut saya ditutup dengan masker, dan hembusan napas mengenai kacamata. Hal ini menyebabkan kacamata saya berkabut. Untungnya, trek melewati asap belerang tidak begitu panjang. 


Masker disimpan kembali dan kami pun menuruni jalan kawah dan menemukan sungai kecil. Selanjutnya bukit-bukit batu menghiasi alam tempat kami memijakan kaki. Pemandangan bak bukit-bukit di Swiss atau New Zealand ini nampaknya membuat kami berhenti sebentar untuk berfoto (padahal pulang lewat sini lagi). Trek beragam mulai dari kerikil-kerikil kawah, bukit-bukit pasir, dan sesekali jalur datar bahagia. Kurang lebih 3 jam sudah kami menyusuri jalur yang berliku tibalah kami di Pondok Saladah. Areal padang seluas 8 hektar ini hanya ditumbuhi sedikit edelweiss. Tanah datar cukup lapang membuat Pondok Salah direkomendasikan sebagai tempat berkemah di ketinggian 2282 mdpl. Namun, tim kami hanya memilih Pondok Saladah sebagai tempat peristirahatan sementara. Pukul 09.30 WIB, kami mengeluarkan beberapa perbekalan untuk mengisi tenaga. Saya juga sempat bertanya kepada beberapa orang mengenai jalur menuju dead forest, Tegal Alun, dan Puncak. Namun, saya mendapatkan beberapa versi.
Hutan Mati

Jam menunjukkan pukul 10.30 WIB dan pendakian dilanjutkan menuju dead forest atau hutan mati. Menurut sketsa peta abstrak yang kami dapatkan dari penjaga pos Camp David, gunung putih yang dimaksud adalah dead forest. Memang dari Pondok Saladah, dead forest terlihat seperti gunung yang berwarna putih. Berkat bantuan seorang lelaki SMA asal Garut, kami sampai di hutan mati. Saya juga sempat bertemu dengan kawanan anak muda asal Bandung yang mengaku tinggal satu gang. Mereka baru saja turun dari Tegal Alun tanpa membawa cariel karena perlengkapan mereka tinggalkan di tenda Pondok Saladah. Mereka juga berkata bahwa tidak akan ada yang berkemah di Tegal Alun. Informasi ini tidak menyurutkan niat kami untuk mendirikan tenda di Tegal Alun. Mengenai alam hutan mati, hutan ini terbentuk akibat letusan Gunung Papandayan tahun 2002. Hutan sekitar menjadi kering dan dipenuhi dengan abu vulkanik. Hutan mati menjadi fenomena alam yang mengagumkan jika diabadikan dengan lensa kamera. Abu vulkanik dan pohon-pohon keringnya sesekali terlihat serupa dengan pohon kering dan salju saat musim dingin.

Lima Kawan Baru dari Bandung (Hutan Mati)
Tujuan kami sesungguhnya adalah Tegal Alun. Padang Edelweis yang berada di ketinggian 2.600 mdpl. Kami disambut dengan meriah oleh hamparan edelweis seluas 32 ha. Sungguh luar biasa bagi saya yang baru kali kedua melihat bunga-bunga abadi yang tumbuh liar di padang seluas ini. Bahagia tentunya bisa menginjakan kaki di Tegal Alun. Kami tiba sendiri. Berkemah sendiri. Hingga turun dari Tegal Alun sendiri. Kami seperti tamu VVVIP di Kerajaan Edelweis Tegal Alun.


Sebelum tiba di Tegal Alun, saya sempat mendapatkan informasi kalau di dekat Tegal Alun terdapat sumber air. Akhirnya beberapa dari kami harus mencari sumber air tersebut untuk menambah persediaan air minum dan masak. Sebagian dari kami mulai mendirikan tenda, mencari kayu bakar untuk api unggun, dan memasak makan siang di sore hari, haha. Beberapa jam kemudian, teman-teman pun kembali dengan membawa botol-botol berisi air segar dari mata air yang mereka temukan, Dan saat itu juga makanan besar kami sudah siap untuk disantap.

Kira-kira pukul 18.30 WIB kami selesai makan dan mulai menyalakan api unggun. Entah mengapa waktu terasa begitu lambat. Mungkin Tegal Alun masih merindukan kami bersamanya (gombal pisan). Saya suka sekali kehadiran api unggun, celotehan malam ngalur ngidul, dan segelas white coffee yang disuguhkan malam itu. Kami saling berbagi cerita dan pengalaman dari berbagai ilmu pasti sampai yang tidak pasti sekalipun, hahaha. 

Malam masih panjang sekali. “Spertinya tungku mulai padam...” seru salah satu teman saya yang nampaknya mulai mengambil langkah untuk masuk ke dalam tenda. Mari kita habiskan malam dengan bermain kartu. Bosan bermain kartu, beberapa dari kami memasak minuman-minuman hangat sambil mulai menengok ke atas langit. Ya, surga bintang betul-betul malam itu. Kali ini saya melihat bintang layaknya pasir di langit. Malam itu, di atas langit Tegal Alun, kami menyaksikan panorama galaksi bimasakti atau Milky Way. Sumber google mengatakan bahwa ada sekitar 200-400 milyar bintang dengan ketebalan 1000 tahun cahaya dan  diameter 100.000 tahun cahaya di galaksi bimasakti ini. Bahagia bukan main. Siang hari melihat hamparan edelweiss, malam hari melihat hamparan bintang. Tegal Alun atas bawah oke berat!


Pondok Saladah




Akhirnya Sampai Di Tegal Alun
Sunrise Dari Tegal Alun
Si Cantik Edelweis, Tegal Alun
Tegal Alun Pagi Hari

Foto oleh Novita Eka Syahputri

#3 Gunung Papandayan: Ragam Alam Dalam Satu Pendakian




Tak habis-habisnya saya dijamu oleh Tegal Alun. Malam hari suhu dingin menusuk telapak kaki saya yang sesungguhnya sudah terlapisi 3 potong kaos kaki ditambah plastik di dalam sleeping bag. Habis gelap terbitlah terang (akhirnya). Masih dingin dan dingin di Tegal Alun. Tapi setidaknya cahaya matahari mulai menyinari bukit-bukit dan padang edelweiss pagi itu. Melihat persediaan air yang kurang setelah sarapan pagi, saya bersama beberapa teman mengunjungi mata air bidadari (sebutan fiktif) untuk mengisi persediaan air minum, mencuci peralatan masak, dan cuci muka. Ternyata menuju mata air perlu berhati-hati karena harus turun ke bawah bukit yang tanahnya lumayan lembek. Kira-kira 20 menit saya tiba di mata air tersebut.

Mencari Mata Air Bidadari
Segera kami menyelesaikan aktivitas di mata air bidadari. Saya lupa bercerita kalau kami sempat melihat jejak binatang seperti jejak babi hutan. Mungkin memang ada babi hutan namun untungnya binatang itu tidak menyerang kami kemarin malam. Jika memang ada babi hutan di sekitar anda, tebarlah garam di sekitar tenda. Jam menunjukan pukul 09.30 WIB. Kami bersiap-siap merapikan semua alat yang masih tercecer di dalam tenda. Packing serapi mungkin dan pungut sampah sebersih mungkin. Tidak ada satu sampah yang tertinggal karena lebetulan di Tegal Alun belum ada jasa tukang sapu, hehehe.

Satu jam sebelum matahari tepat di atas kepala, kami mengucapkan selamat tinggal kepada Tegal Alun dan an bersiap menuruni gunung berjarak ratusan mdpl. Sepatu bertemu kembali dengan jalur beraneka rupa ala Gn. Papandayan. Dan nampaknya alas sepatu saya sudah mulai terbuka. Jalur yang kami lalui tidak terlalu jauh berbeda. Hanya ada beberapa jalur cepat dan nyaman yang kami pilih dari sebelumnya. Tali-tali rafia yang terikat di pohon mulai memulihkan ingatan kami untuk pulang ke Camp David.

Tak lupa juga kami sekali lagi mengabadikan momen-momen indah di setiap jejak yang sudah kami lalui di Gn. Papandayan. Mulai dari Pondok Saladah, Hutan Mati, bukit, sungai, dan kawah. Terimakasih kepada Tuhan karena telah memberikan cuaca yang begitu cerah selama kami melalukan pendakian ke Papandayan. Selain itu, keberanian untuk kami berkemah di Tegal Alun. Meskipun kami tidak sampai puncak, saya sudah merasa puas bisa menikmati indahnya Tegal Alun. Bukan karena cepat merasa puas tapi karena resiko yang cukup besar untuk bisa summit tanpa ada petunjuk yang jelas. Berkenalan dengan teman-teman baru menjadi salah satu hal yang sukai ketika mendaki gunung. Nampaknya kali ini, Gn. Papandayan berhasil meluluhkan hati saya dengan harta terpendamnya.

Sampai Jumpa Tegal Alun








Biaya Angkutan Menuju Kp. Rambutan - Camp David:
-Bis Kp. Rambutan/Pasar Rebo - Garut Rp 33.000,-
-Carter Angkot Terminal Garut-Desa Cisurupan Rp 110.000,- (7 orang)
-Desa Cisurupan- Camp David Rp 10.000,-
-Retribusi Camp David Rp 3.000,-

Pulau Tidung: Suguhan Ironi Jembatan Cinta

Tidak begitu jauh dari Muara Angke, Pulau Tidung dapat diakses hanya dengan 2,5 jam perjalanan kapal. Ini kali kedua saya mengunjungi pulau di Kepulauan Seribu. Beberapa bulan lalu saya memilih pulau yang tidak padat penghuni bahkan bisa dikatakan sepi sekali. Kali ini Pulau Tidung justru begitu padat dengan rumah-rumah penduduk yang tinggal dan bekerja di sekitar pulau. Bisa dikatakan pulau ini merupakan salah satu destinasi teramai di antara pulau-pulau di Kepulauan Seribu.

Saat itu kapal yang saya tumpangi cukup padat. Kami memilih untuk duduk di dek atas. Kapal bergerak seiring dengan ombak-ombak kecil yang menggiring kapal ke tengah laut. Saya cukup terkejut saat sampai di Pulau Tidung. Ibarat artis yang dikerumuni fansnya. Pulau ini nampak seperti pasar sesaat semua kapal berlabuh dan para penumpang berhamburan turun di dermaga. Keadaan ini jauh berbeda dengan apa yang saya alami ketika tiba di Pulau Harapan beberapa bulan lalu. Sejujurnya, apa yang membuat pulau ini bisa menjadi begitu ramai? Mari kita tanyakan pada jembatan cinta yang menjadi lokasi favorit para wisatawan di Pulau Tidung.


Ya, Jembatan Cinta merupakan objek wisata favorit di Pulau Tidung. Untuk sampai di Jembatan Cinta, saya hanya menyewa sepeda dari penginapan. Dalam beberapa menit saja, saya sampai di lokasi Jembatan Cinta berada. Bagi kalian yang ingin mencoba kendaraan lain, Pulau Tidung menghadirkan becak motor atau bentor untuk menuju Jembatan Cinta atau mengelilingi pulau. Beberapa aktivitas yang dapat dilakukan di pantai sekitar Jembatan Cinta antara lain, bermain voli pantai, banana boat, jet ski, melompat dari atas Jembatan Cinta, dan menyusuri Jembatan Cinta hingga ke Pulau Tidung Kecil.

Lompat dari Jembatan Cinta
Biaya untuk bermain banana boat hanya Rp 35.000/orang. Speed boat akan membawa banana boat Anda berputar sebanyak 2 kali kemudian badan akan terhempas dengan kasar ke laut. Tidak perlu takut tenggelam karena pelampung yang menempel di badan pasti akan menyelamatkan Anda. Jika ingin mencoba sensasi melompat setinggi 7 meter, silahkan coba melompat dari atas Jembatan Cinta. Momen ini cukup indah untuk diabadikan dengan jepretan lensa kamera. Beberapa teman saya mencoba dan badan mereka terasa sakit di beberapa bagian. Baiknya posisi saat melompat perlu diperhatikan agar badan tidak tersakiti.


Siang hari menuju sore, kami berjalan menyusuri Jembatan Cinta yang begitu buruk jika dilihat lebih dekat. Beberapa kali saya googling, saya tidak pernah mengetahui bahwa kenyataannya Jembatan Cinta memiliki sisi yang perlu diperhatikan. Saya pikir Jembatan Cinta merupakan icon wisata Pulau Tidung yang tidak boleh mati. Jembatan ini memang sudah didirikan bertahun-tahun untuk menghubungkan Tidung Besar dan Tidung Kecil. Pemerintah setempat seharusnya lebih serius menanggapi keadaan fisik Jembatan Cinta ini. Bagaimana tidak, ratusan pasang kaki wisatawan per hari atau saat weekend pasti menginjak jembatan tersebut. Kerusakan-kerusakan pada Jembatan Cinta ada baiknya cepat diantisipasi mengingat kenyamanan dan keselamatan para wisatawan yang menyusuri  jembatan ini. Jembatan kayu yang lebarnya standar tiga badan orang dewasa ini sepertinya tidak seromantis Jembatan Cinta yang sering terlihat di foto-foto landscape tangkapan kamera wisatawan. Layaknya gigi bolong yang tak terlihat di dalam mulut begitu pula Jembatan Cinta dengan kayu keropos yang hingga saat ini masih bertahan menunggu tangan-tangan membenahi diri mereka.

Kerusakan Jembatan Cinta, Pulau Tidung
Setelah mengunjungi Pulau Tidung Kecil, kami kembali ke penginapan. Malam harinya kami menikmati ikan bakar (dalam paket wisata disebut barbeque) yang sudah siap untuk disantap oleh rombongan kami. Jika jumlah anggota rombongan cukup banyak, acara tukar kado mungkin bisa menjadi inspirasi Anda untuk meramaikan malam terakir di Pulau Tidung. Anda juga bisa bermain kembang api jika sudah mempersiapkannya sebelum tiba di pulau ini. Larutnya malam membawa kami tertidur pulas hingga listrik mati membuat kami kepanasan di malam hari. Namun, saya tetap berusaha tidur sambil menanti waktu snorkeling esok pagi. 

Di Atas Jembatan Cinta
Acara Tukar Kado